Metafora Atas KOMITMEN...
"Gantilah namaku ini, karena namaku jelek," pinta Anjing pada Harimau si penguasa hutan.
"Kamu kerap berbuat khianat, maka namamu itu nama yang pantas untukmu," jawab Harimau.
Lalu sang Anjing berkata, "Kalau begitu ujilah aku tentang kesetiaan."
Baiklah, kata Harimau, "Ini ada sekerat daging milikku, jagalah daging ini sampai besok pagi, dan setelah itu aku akan ganti namamu."
Rasa lapar mulai menyergap si Anjing, dan itu bukan perkara mudah. Menahan lapar dengan menjaga sekerat daging yang amat lezat.
Si Anjing tetap bersikukuh menjaga sekerat daging itu, sambil menahan laparnya. Sampailah pada suasana godaan yang terus membelit perut dan pikirannya...
"Ah ada apa dengan namaku? Bukankah nama Anjing adalah nama yang sudah cukup bagus untukku? Lalu ia melahap sekerat daging titipan Harimau itu dengan lahapnya.
Ibnu Qayyim al-Jauziyah, mengisahkan kisah metafor itu, untuk menggambarkan kesetiaan, kejujuran, dan komitmen.
Menjaga kesetiaan (amanah) itu, bukan perkara mudah. Dan itu dimiliki mereka yang punya cita-cita tinggi, mereka yang melihat masa depan dengan baik.
'Anjing' dalam kisah metafora di atas adalah bagaikan jenis manusia yang tidak memiliki cita-cita tinggi, cita-cita akan kebaikan, kejujuran, keabadian, dan menjaga nama baik.
Hari-hari ini kita dikejutkan oleh Dwi Hartanto, anak muda yang digadang-gadang sebagai "the next Habibie", dimana apa yang dikatakan tentang temuan-temuan dan prestasi ilmiahnya selama ini adalah kebohongan semata.
Kita tidak tahu apa yang sebenarnya dimaui anak muda ini, kecuali memproduk hal-hal yang sebetulnya tidak produktif. Inilah tipikal manusia yang tidak memiliki komitmen kejujuran. Tidak ubahnya 'anjing' dalam kisah metafora di atas.
Ia (Anjing), juga Dwi Hartanto, cuma berpikir sesaat, mengatasi lapar dengan "memakan" yang bukan haknya. Ia tidak berpikir panjang, bahwa menjaga nama baik dengan menjaga komitmen itu adalah hal penting...
Komitmen itu sejatinya cuma dimiliki mereka yang menjaga nama baik... mempunyai cita-cita tinggi... dan, biasanya, akan berakhir dengan kesuksesan.
Metafora yang ada di seputar kita bisa menjadi ibrah, tentunya bagi mereka yang mau berpikir... Pilihan ada pada kita...*
Ady Amar, pemerhati sosial dan keagamaan, tinggal di Surabaya
Advertisement