Mengevaluasi Pilihan Parpol Di Pemilu Serentak 2019
Bila kita pernah melakukan perjalanan dengan menggunakan bus, misalnya antara Solo-Jakarta. Maka kita mempercayakan untuk membawa bus adalah pengemudi yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Sebab penumpang tidak bisa memilih pengemudi, kecuali mobil rental dan kita mengenal pengemudi yang baik.
Dalam perjalanan maka akan ada konvoi Bus sesama atau berbeda perusahaan. Soal konvoi banyak variabel dengan alasan masing-masing. Termasuk juga berpacu untuk mendapatkan penumpang atau sekedar menghilangkan kantuk sang pengemudi.
Dalam hal politik konvoi ini bernama Koalisi. Bila kita tinjau kembali ke bulan Januari - Mei 2014, maka Konvoi Parpol Ini bernama ‘Koalisi Indonesia Hebat’. Yang terdiri dari PDI-P, NASDEM, PKB, HANURA. Sedangkan Golkar dan PPP masuk dalam Koalisi Indonesia Hebat setelah Jokowi-Jusuf Kalla telah menjalankan pemerintahan. Seperti penumpang naik di jalan.
Menjadi seorang penumpang memiliki hak dan kewajiban. Kewajiban adalah membayar tiket, dalam hal ini berupa dukungan dan memilih di TPS terhadap Koalisi. Sebagai pemilih kita mendapatkan service, berupa kebijakan dan program sesuai dengan kemampuan dan janji politik.
Kemudian apabila ada bus dalam perjalanan mengalami kerusakan atau kecelakaan. Pengemudi akan memberikan tanda dan berkomunikasi untuk akan mengontak kolega sesama pengemudi atau pemilik bus untuk mendatangkan bus pengganti. Sedangkan penggantian ini tidak lebih baik. Buktinya, beberapa politisi dari Koalisi Indonesia Hebat berkasus Korupsi, seperti Setya Novanto, Idrus Marham dari Golkar.
Pengemudi yang lelah, tidak tertib, tidak cakap, atau permintaan penumpang mesti diganti. Hal ini seperti resuffle kabinet. Hal Ini telah dilakukan sebanyak tiga kali pergantian kabinet kerja. Dan yang terakhir adalah masuknya Idrus Marham dari partai Golkar.
Masa akhir perjalanan konvoi Koalisi Indonesia Hebat akan berakhir. Berbagai persoalan dalam perjalanan menjadi eveluasi bagi penumpang. Termasuk penumpang yang memilih Koalisi Prabowo-Hatta Rajasa. Sedangkan orang yang tidak memilih diantara dua pilihan atau golput. Dapat memberikan pertimbangan objektif sekaligus subjektif.
Persoalan kesalahan demi kesalahan dari Koalisi Indonesia Hebat tidak mesti dimuarakan dan digiring kepada Presiden Jokowi-Jusuf Kalla. Namun, juga menjadi evaluasi Partai Politik Pengusung Koalisi Indonesia Hebat.
Partai beserta pengurus dan seluruh struktur pemegang saham (donatur) bertanggungjawab dan mesti siap dievaluasi oleh pemilih, tentang apa yang telah dikerjakan selama lima tahun.
Deretan kasus Korupsi yang dilakukan oleh Kepala Daerah, Menteri, Pejabat dan Pengusaha dari Partai Koalisi Indonesia Hebat menjadi indikator utama. Sedangkan indikator lainnya adalah tentang keberpihakan terhadap penegakan hukum, keberpihakan terhadap nasib petani, nelayan, buruh, dan juga generasi yang saat ini masih kecil dan dalam kandungan.
Kesan yang muncul bahwa partai tidak mesti dievaluasi dan dikritisi. Sebab partai diasosikan sebagai kendaraan. Dan kendaraan ini jarang masuk bengkel atau perbaikan. Perbaikan partai politik, bagian yang awal untuk membawa negara Indonesia menjadi berbudaya unggul. Sebagaimana Indonesia melakukan transformasi dibawah kepemimpinan SBY.
Perbaikan ini bisa diterapkan dengan hal sederhana dan simultan. Pertama, dengan tidak memilih kembali partai yang telah mendapatkan amanah berkuasa selama 5 tahun. Kedua, Revisi Undang-Undang Partai Politik. Ketiga, Pergantian generasi politisi tua dengan anak muda. Dengan bonus demografi generasi muda bangsa Indonesia. Keempat, Generasi tua menjadi tempat berdiskusi dan pemandu adab, etika dan standar moral bagi generasi muda.
Sebab rute selanjutnya telah menanti berupa Pemilu Serentak 2019 yang telah menguras energi, waktu, tenaga, uang rakyat termasuk investor politik.
Dan kita sebagai masyarakat juga bertanggungjawab untuk memberikan kritik konstruktif dan melakukan perbaikan sesuai dengan kapabilitas, kababilitas dan jangkauan kekuasaan di Republik Indonesia.
Sebab jangan sampai kita seperti agen penjual tiket yang memanggil calon penumpang. Ketika penumpang, supir dan Bus berkonvoi dalam Koalisi pada pemilu 2019, menang atau kalah, hanya menyisakan duit receh, keretakan persaudaraan, konflik sosial dan caci maki antara anak bangsa.
Dan kita masyarakat Indonesia adalah pemilik sah pemilu dan demokrasi dalam bingkai Republik Indonesia. Partai Politik, Politisi dan calon Presiden-Wakil adalah orang yang kita percayakan mengelola Negara Indonesia 5 tahun kedepan.
Advertisement