Intelektual Saja Tentu Tidaklah Cukup
Ini kisah di akhir tahun 40-an, saat Partai Komunis Indonesia (PKI) Muso 'berulah'. PKI adalah salah satu partai yang memiliki basis massa besar di samping PNI dan Partai Masyumi...
Saat Rapat Akbar Partai Masyumi berlangsung, dimana salah satu pembicara yang tampil memberi pembekalan partai adalah H. Agus Salim...
Saat beliau tampil di podium, terdengar suara yang tidak mengenakkan, suara yang muncul dari barisan belakang. Disinyalir dari kalangan gerombolan PKI, Embek... embekk... embekk... bersahut-sahutan... Suara khas kambing...
Suara yang mengolok-olok H. Agus Salim, yang memang memakai jenggot khasnya, jenggot putih, yang 'diserupakan' mereka dengan kambing...
Saat memulai bicara, H. Agus Salim bertanya pada panitia, "Maaf saudara panitia, apakah saudara di samping mengundang para aktivis partai, saudara juga mengundang gerombolan kambing? Karena saya mendengar suara kambing di tempat ini..."
Itulah jawaban cerdas, dengan tingkat emosi yang terjaga, dari H. Agus Salim. Jawaban yang langsung mengena, tidak terasa kasar, tapi telak menghantam mereka yang mengolok-oloknya...
Setelah jawaban 'telak' itu, tidak lagi terdengar suara gaduh, tidak terdengar teriakan-teriakan Embek... embekk lagi...
Banyak tokoh yang muncul belakangan, namun dengan tingkat emosional yang tidak terjaga. Membalas kritik dengan jawaban yang tidak mengenakkan, terasa kasar dan cenderung menang-menangan...
Ada pula yang asal jawab dengan jawaban sekenanya. Jawaban yang tidak menyelesaikan persoalan, tapi justru membuat persoalan baru...
H. Agus Salim mencontohkan jawaban pada mereka yang mengolok-olok dengan jawaban yang sesuai dengan olok-olok itu... Suara kambing akan keluar dari mulut kambing atau yang "menyerupai" kambing...
Jawaban yang tidak perlu membuat kosakata atau padanan lain, cukup dengan mengembalikan suara kambing pada 'pemilik suara' yaitu kambing...
Marilah kita tinggalkan H. Agus Salim, kita akan melihat jauh ke belakang, yaitu di zaman Tabi'in...
Adalah Abu Sya'bi, yang kerap menjawab pertanyaan-pertanyaan 'aneh' yang ditanyakan padanya, dengan tidak menghardik si penanya...
Suatu ketika, saat berjalan di keramaian, datanglah seseorang yang bertanya padanya dengan pertanyaan yang 'tidak biasa'...
"Aku ingin tanyakan padamu, wahai Abu Sya'bi, Siapa nama istri Iblis?" ...
Abu Sya'bi yang mendengar pertanyaan itu, tidak lalu meninggalkannya karena itu pertanyaan 'main-main' dari orang iseng... Abu Sya'bi tetap menjawabnya, dengan jawaban sesuai dengan yang 'dimaui' si penanya...
"Waduh maaf... saat iblis menikah, saya salah satu yang tidak diundangnya. Jadi saya tidak tahu siapa nama istrinya."
Inilah jawaban bijak, yang disesuaikan dengan kadar si penanya. Tidak perlu dibuatkan narasi dengan argumen njelimet untuk menjawab pertanyaan 'iseng' tanpa guna...
H. Agus Salim maupun Abu Sya'bi, dan tentu banyak Tokoh lainnya, yang tingkat intelektual dan emosinya baik memberi jawaban yang sesuai dengan porsinya...
Jawaban yang juga punya sense of humor yang tinggi, menggelikan setiap yang mendengarnya... Ada kelucuan yang ditorehkan pada jawaban-jawabannya...
Maka seorang Tokoh pada bidang apa pun, tidak cukup memiliki kemampuan intelektual semata, tapi juga dituntut memiliki kemampuan emosional yang tinggi...
Dua Tokoh yang berbeda zaman di atas, mengajarkan pada kita arti pentingnya menjaga emosi dalam kondisi apa pun... Wallahu A'lam...
*Ady Amar, pemerhati sosial dan keagamaan, tinggal di Surabaya
Advertisement