Zumi Zola Belum Pikirkan Praperadilan
Kuasa hukum Gubernur Jambi Zumi Zola, Muhammad Farizi menyatakan, kliennya belum memikirkan akan mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terkait penerimaan gratifikasi
"Sampai sejauh ini belum dipikirkan ke sana karena belum tahu apa yang terjadi. Orang mau mengajukan praperadilan itu kalau merasa bersalah," kata Farizi di Jakarta, Jumat, 9 Februari 2018.
Menurut dia, pihaknya akan melihat terlebih dahulu semua proses hukum yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kliennya.
"Itu kami jalani, ada yang tidak sesuai aturan kami akan mengajukan keberatan. Jika keberatan tidak diterima, kami ajukan praperadilan," kata Farizi.
Namun, kata dia, tim kuasa hukum masih melihat bahwa proses hukum yang dilakukan KPK terhadap kliennya sampai saat ini belum ada masalah.
"Sejauh ini kami menganggap masih fine. Saya bilang ke Zumi apapun yang terjadi ataupun pemeriksaan tersangka nanti akan ke penahanan, dia siap," ujatFarizi.
Soal penahanan pun, kata dia, Zumi akan menaati proses hukum yang berjalan.
"Apapun itu memang sudah menjadi risiko, itu pasti akan terjadi kami tidak akan bilang apa-apa. Kami akan menaati hukum apapun yang dilakukan," ujarnya.
Pascaditetapkan sebagai tersangka bersama Kepala Bidang Bina Marga PUPR Provinsi Jambi Arfan dalam kasus tindak pidana korupsi menerima gratifikasi terkait proyek-proyek di Dinas PUPR Provinsi Jambi Tahun 2014-2017 pada 2 Februari 2018, KPK sampai saat ini belum memanggil Zumi sebagai tersangka.
Sebelumnya, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan bahwa pemeriksaan Zumi sebagai tersangka tergantung dari kebutuhan penyidikan.
"Kalau penyidik sesuai dengan strategi penyidikan yang dilakukan itu sudah masuk pada proses pemeriksaan tersangka, tentu kami agendakan dan kami dipanggil dulu secara patut," kata Febri.
Selain itu, kata dia, lembaganya saat ini juga masih melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi untuk dua tersangka tersebut.
Gratifikasi yang diduga diterima Zumi dan Arfan adalah Rp6 miliar.
Tersangka Zumi Zola baik bersama dengan Arfan maupun sendiri diduga menerima hadiah atau janji terkait proyek-proyek di Provinsi Jambi dan penerimaan lain dalam kurun jabatannya sebagai Gubernur Jambi periode 2016-2021 sejumlah sekitar Rp6 miliar.
Zumi dan Arfan disangkakan pasal 12 B atau pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal 12 B mengatur mengenai Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Selain itu, tersangka Arfan selaku Kabid Binamarga Dinas PUPR provinsi Jambi serta sebagai pejabat pembuat Komitmen merangkap Plt Kepala Dinas PUPR provinsi Jambi diduga menerima hadiah atau janji terkait proyek-proyek di Dinas PUPR provinsi Jambi tahun 2014-2017 dan penerimaan lain.
Kasus ini adalah pengembangan Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada 29 November 2017 lalu terhadap Plt Sekretaris Daerah Provinsi Jambi Erwan Malik, Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Jambi Arfan dan Asisten Daerah Bidang III Provinsi Jambi Saifudin dan anggota DPRD Provinsi Jambi 2014-2019 Supriono.
KPK menetapkan Supriono sebagai tersangka penerima suap, sedangkan pemberi suap adalah Erwan, Arfan dan Saifuddin. Artinya, Arfan ditetapkan sebagai tersangka untuk dua kasus yang berbeda.
Total uang yang diamankan dalam OTT itu adalah Rp4,7 miliar. Pemberian uang itu adalah agar anggota DPRD Provinsi Jambi bersedia hadir untuk pengesahan RAPBD Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2018 karena para anggota DPRD itu berencana tidak hadir dalam rapat pengesahan RAPBD 2018 karena tidak ada jaminan dari pihak Pemprov.
Untuk memuluskan proses pengesahan tersebut, diduga telah disepakati pencarian uang yang disebut sebagai "uang ketok".
Pencarian uang itu dilakukan pada pihak swasta yang sebelumnya telah menjadi rekanan pemprov. (frd/ant)
Advertisement