Zulfa Mustofa - A Mu'ti, Saling Goda NU-Muhammadiyah Jadi Gerr..!
Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Zulfa Mustofa bertemu dalam satu forum bersama Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti. Tentu saja, kedua jajaran pimpina Ormas Islam terbesar dan moderat di Indonesia bisa saling menggoda, dan akhirnya jadi gerr. Penuh canda kekaraban.
Pada kesempatan itu, Zulfa Mustofa menegaskan, Muhammadiyah merupakan kakak kandung PBNU. Muhammadiyah didirikan pada tahun 1912, sedangkan NU pada tahun 1926.
Sejak berdiri hingga saat ini, kedua Ormas Islam ini memiliki komitmen yang kuat untuk merawat serta membangun Indonesia menjadi negara yang berkeadaban.
”NU dan Muhammadiyah merupakan dua organisasi kemasyarakatan, sosial, budaya dan keagamaan yang konsen dalam dakwah sehingga memiliki kesamaan dalam membangun Indonesia,” ujar Zulfa dalam acara Mata Najwa pada Kamis 10 November 2022.
Zulfa menambahkan, pendiri Muhammadiyah dan NU yakni KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asyari memiliki sanad keilmuan yang sama.
Keduanya merupakan murid dari seorang ulama besar asal Nusantara yaitu Syaikh Nawawi Al Bantani. Hal ini semakin memperkuat tali persaudaraan antar kedua Ormas Islam ini.
NU Adik Bongsor
Bila Zulfa menganggap Muhammadiyah sebagai kakak kandung, Muti mengatakan bahwa NU merupakan adik bongsor.
Pasalnya, kata Muti, meski Muhammadiyah lebih dulu lahir, populasi jamaah NU lebih banyak dari Muhammadiyah. Hal tersebut salah satu indikasinya dibuktikan dengan banyaknya kader-kader NU yang kuliah di kampus Muhammadiyah.
“Bagi kami NU ini adik bongsor, karena pengikutnya lebih banyak,” ucapnya yang kemudian disambut dengan gemuruh tawa dan tepuk tangan dari penonton.
Kiai Zulfa Mustofa mengatakan, NU dan Muhammadiyah merupakan benteng moral Islam di Indonesia. Meski tak selalu sepemikiran terutama dalam fatwa-fatwa furuiyah-keagamaan, namun kedua Ormas Islam ini memiliki komitmen yang kuat untuk merawat serta membangun Indonesia menjadi negara yang berkeadaban.
”NU dan Muhammadiyah merupakan dua organisasi kemasyarakatan, sosial, budaya dan keagamaan yang konsen dalam dakwah sehingga memiliki kesamaan dalam membangun Indonesia,” ujar Zulfa.
NU-Muhammad Jaga Keutuhan Negara
Muti menambahkan Muhammadiyah dan NU mampu menjaga kerukunan, yaitu kesadaran dalam menjaga keutuhan bangsa Indonesia.
”Yang membuat Muhammadiyah dan NU semakin rukun.
Pertama, kita memiliki kesadaran atas nilai yang sama. Kedua, bersedia mengadopsi nilai yang diperlukan agar kita dapat hidup berdampingan dengan damai, Nilai toleransi dan kebangsaan adalah bentuk adopsi yang kita lakukan,” kata Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah ini.
Selain Zulfa dan Muti, dalam acara Mata Najwa ini hadir pula narasumber lain Wakil Ketua Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) PP Muhammadiyah Rahmawati Husein, dan pendiri Drone Emprit sekaligus kader Muhammadiyah Ismail Fahmi.
Dimeriahkan juga dengan aksi kocak Stand Up Comedy dari Yusril Fahriza, dan hiburan suara dari Aderaprabu Lantip Trengginas.
Mata Najwa Jelang Muktamar ke-48 Muhammadiyah
Muktamar Muhammadiyah-Aisyiyah ke-48 di Surakarta turut dimeriahkan oleh Mata Najwa. Mata Najwa merupakan program talkshow yang dipandu oleh jurnalis senior Najwa Shihab.
Bertempat di Edutorium Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) pada Kamis 10 November 2022 dengan dihadiri ribuan anak muda yang datang dari berbagai kota, Mata Najwa spesial ini bertajuk Merawat Indonesia.
Dalam acara ini, Najwa Shihab secara umum membedah isu-isu strategis yang menjadi materi diskusi dalam Muktamar Muhammadiyah-Aisyiyah ke-48. Isu-isu strategis ini merupakan akumulasi permasalahan yang diserap dari rangkaian problem keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal.
Beberapa isu yang diangkat ialah membangun kesalehan digital, suksesi kepemimpinan 2024, dan memperkuat keadilan hukum.
Dalam persoalan suksesi kepemimpinan 2024, Muti menyarankan agar tidak terlalu fanatik terhadap pilihan politik serta mengedepankan keadaban.
Fanatisme hanya akan merugikan terhadap kualitas moral dan nalar anak bangsa. Sebaliknya, keadaban politik akan menghasilkan kultur yang baik bagi kemajuan di segala bidang.
“Jangan terlalu fanatik dengan pilihan politik karena menurut orang Jawa, politik itu sudah pol tapi masih bisa diutak-atik. Jadi kelihatannya sudah mentak, tapi sebenarnya masih bisa melakukan perubahan-perubahan,” tutur Muti.
Rahmawati Husein juga turut menyampaikan tentang urgensi nilai-nilai kemanusiaan dalam berbangsa dan bernegara. Menurutnya, kemanusiaan universal merupakan modal utama dalam membentuk masyarakat yang rukun dan berkeadaban.
Ismail Fahmi kemudian menambahkan bahwa bangsa Indonesia harus menyiapkan sedini mungkin untuk memasuki era digitalisasi di semua aspek kehidupan.