Bukan Soal Jarak, Zonasi Untuk Pemerataan Pendidikan Nasional
Pro dan kontra terhadap Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sitem zonasi masih berlanjut. Di beberapa daerah sempat ricuh. Bahkan, ada tuntutan sistem zonasi yang ditetapkan melalui Permendikbud, dihapus dan dikembalikan pada sistem nilai.
Alasannya, supaya siswa yang nilai Ujian Nasional (UN) tinggi bisa masuk sekolah favorit. Siswa berprestasi tentu tak ingin terperosok di sekolah yang mutu rendah alias sekolah ecek-ecek.
Menanggapi kontroversi itu, Dirjen Pendidikan Dasar Menengah (Dikdasmen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hamid Muhammad mengatakan, ada orangtua murid yang keliru dalam memahami sistem zonasi ini.
PPDB sistem zonasi ini memiliki beberapa tujuan, tidak sebatas pada jarak antara rumah dan sekolah. Tujuan utamanya ialah meratakan mutu sekolah dan pendidikan di Indonesia.
"Selama ini, sekolah favorit identik sebagai tempat pendidikan yang menampung siswa dengan kemampuan ekonomi dan akademis tinggi. Sekolah itu juga dilengkapi fasilitas penunjang dan kualitas guru yang mumpuni. Dengan meniadakan konsep sekolah favorit dan sekolah tidak favorit bisa meminimalkan terjadinya kecemburuan sosial," jelas Hamid kepada ngopibareng.id, Jumat 21 Juni 2019.
Secara terpisah, Psikolog Pendidikan Bondhan Kresna mengaku setuju dengan upaya pemerintah untuk meratakan kualitas pendidikan di Indonesia. Dengan demikian, tidak ada lagi perbedaan antar-sekolah, unggul atau tidak, favorit atau bukan, dan sebagainya.
"Sekolah favorit mengartikan ada sekolah yang tidak favorit. Sekolah tidak favorit ini tidak boleh ada," kata Bondhan, saat dihubungi Jumat 21 Juni 2019.
Memeratakan mutu semua sekolah, menurut Bondhan, menjadi kewajiban pemerintah dan masyarakat, sehingga tidak hanya dibebankan pada satu pihak saja.
"Kewajiban pemerintah dan masyarakat untuk menyamakan mutu sekolah supaya semua bermutu tinggi," jelasnya.
Komisioner Perlindungan Anak Indonesia ( KPAI ) Retno Listyarti juga angkat bicara. PPDB sistem zonasi sejalan dengan kepentingan terbaik untuk anak.
"Anak yang dekat dengan sekolah mereka akan sehat, mereka akan jalan kaki atau naik sepeda ke sekolah. Tidak perlu naik kendaraan," ujarnya.
Selain itu, kekerasan di sekolah seperti tawuran dapat diminimalkan karena anak berteman dengan teman-temannya yang sudah mereka kenal baik sehingga menutup akses tawuran.
"Orangtua juga dekat dengan sekolah sehingga mudah dilibatkan dengan kegiatan sekolah," kata mantan Kepala SMA 3 Jakarta yang merangkap sebagai aktivis guru.
Sistem zonasi, menurut Retno, membuka akses bagi siapa saja untuk mendapat pendidikan yang baik, namun hal yang harus diperbaiki adalah kualitas sekolah dan guru.
"Dengan sistem zonasi masyarakat juga dapat memantau kerja pemerintah daerah dalam membenahi dan membentuk kualitas pendidikan," imbuh dia.
KPAI mengapresiasi pemerintah daerah yang mulai menambah jumlah sekolah negeri di wilayahnya, terutama wilayah yang sebelumnya tidak ada atau ada tetapi tidak menampung banyaknya siswa yang ingin mengakses sekolah negeri. (asm)
Advertisement