Zakat Profesi, Ternyata Ini Timbangan Fikih Mazhab
Zakat profesi. Demikian mula dikenal di kalangan pegawai negeri sipil (PNS), yang sejak zaman Orde Baru dipotong secara langsung dari gaji. Hal itu disalurkan langsung ke Lembaga Amil Zakat (LAZ).
Apakah zakat profesi itu dikenal dalam pembahasan fikih madzhab?
Berikut KH Muhammad Syamsudin, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah - Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, menjelaskan:
Zakat Profesi tidak bisa distandartkan dengan fiqih zakatnya Madzhab Syafii, sebab dalam konsep Syafiiyah, harta yang wajib dizakati adalah harus berupa 'ain, uang, atau barang simpanan.
Akan tetapi, Zakat Profesi ada kemungkinan bisa dicantolkan dengan konsep Fiqihnya Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah dengan qiyas pada "modal usaha" yang terdiri dari "profesionalitas" seseorang. Ingat, bahwa ketiga madzhab di atas, masing-masing menerima konsep syirkah abdan, yang berarti profesionalitas adalah harta modalnya yang terdiri atas "harta manfaat".
Dengan demikian, ketentuan nishabnya, mengikuti ketentuan nishab 'urudl al-tijarah. Cara menghitungnya, gaji yang diperoleh dari hasil profesi dihitung akumulasinya dalam 1 tahun.
Jika jumlahnya mencapai nilai nishab emas yang besarannya per 4 Mei 2020 adalah sebesar Rp. 76.047.630, maka ia masuk wajib zakat.
Adapun menurut konsep Madzhab Syafii, tidak dikenal istilah zakat profesi tersebut disebabkan "manfaat" adalah bukan termasuk kategori "aset". LBM PWNU Jawa Timur, berdasar hasil Bahtsul Masail dalam Forum Musyawarah Kerja Wilayah di Lirboyo, memutuskan bahwa Zakat Profesi itu tidak ada.
Demikian, wallahu a'lam.