Yuk Ikut Kelas Pranikah Pemkot Surabaya (Bagian 2/Habis)
Jam sudah menunjukkan pukul 12 siang lebih. Saatnya kelas pranikah diakhiri. Maklum, kelas ini sudah dimulai sejak pukul 08.00 tadi. Tak ada wajah kelelahan di antara para peserta. Justru sebaliknya, mereka merasa puas dengan materi yang disajikan.
Ainur Rohmah salah satunya. Perempuan berhijab ini menyatakan senang mengikuti kelas pranikah. Dia diajak oleh kawannya sesama anggota Ikatan Pelajar Perempuan Nahdlatul Ulama (IPPNU) untuk ikut kelas pranikah ini. Banyak pengetahuan baru yang ia dapatkan dalam kelas pranikah ini. Meski belum memiliki pasangan, namun dia merasa lebih siap jika seandainya akan akan menikah dalam waktu dekat.
“Banyak teman saya yang menikah dalam usia muda. Saya jadi bertanya, apakah mereka sudah siap dengan pengetahuan pernikahan? Menurut saya, kelas ini sangat penting,” ujar dia.
Hal senada juga diungkapkan oleh Handik Soenarto. Dia aktivis Karang Taruna. Usianya sudah 42 tahun. Tapi dia masih jomblo. Dia sebenarnya sudah menjalin hubungan serius dengan pasangannya. Sudah jalan kurang lebih enam bulan. Rencananya dalam waktu dekat, dia ingin melanjutkan ke jenjang pernikahan. Namun sayang, ada masalah yang mengganjal. Yaitu soal kemapanan finansial yang masih dipertanyakan.
“Saya tadi sempat menanyakan masalah saya ke forum. Jawabannya, bertahan atau tinggalkan saja cari yang lain. Saya diminta untuk istikhoroh (minta petunjuk Alloh),” kata Handik.
Handik merasa puas dengan jawaban itu. Karena dia merasa bertanya kepada orang yang benar. Dia juga tak merasa malu saat mengajukan pertanyaan tersebut. “Kenapa harus malu, kalau itu untuk kebaikan,” kata dia.
Keluhan Handik ini ternyata tak sendiri. Haris Hasanudin, Kepala Kementerian Agama Surabaya mengatakan keluhan finansial pasangan, ternyata yang mendominasi dalam kasus percerian di Surabaya.
“Persentasenya bisa mencapai 40-45 persen kasus perceraian di Surabaya dilatarbelakangi oleh keluhan finansial,” kata Haris yang menjadi pembicara pamungkas dalam kelas pranikah Sabtu, 24 Februari kemarin.
Kata Haris, jika selalu mengikuti keinginan, maka tak akan ada habisnya. Oleh karena itu, aspek rasa syukur itu, yang harus disampaikan juga dalam kelas pranikah nikah ini. Apalagi menurut dia, Upah Minimum Kota (UMK) Surabaya juga sudah lumayan tinggi.
Dia juga mengapresiasi kelas pranikah yang diadakan oleh Pemkot Surabaya ini. Kata dia, Kementerian Agama sebenarnya juga punya program pembekalan untuk pasangan yang akan menikah. Program ini sebenarnya, wajib diikuti oleh pasangan yang akan menikah.
“Namun karena keterbatasan anggaran yang ada di Kementerian Agama, pembekalan pranikah itu, belum bisa menjangkau semua pasangan yang akan menikah,” ujar dia.
Ke depan, dia sedang menjajagi sinergi dengan Pemkot Surabaya untuk mewajibkan pasangan yang akan nikah harus memiliki sertifikat pembekalan pranikah. Sertifikat itu bisa yang dikeluarkan oleh Kemenag atau oleh Pemkot Surabaya.