Yudi Latif: Kebangsaan-Keislaman, Satu Lautan Nafas Indonesia
Aktivis dan cendekiawan Yudi Latif menyebut Muhammadiyah sebagai elemen penting berdirinya negara Indonesia. Peranan tokoh pergerakan bangsa ini tidak bisa dilepaskan dengan nasionalisme yang berasal dari agama.
Dalam hal ini, Yudi Latif membagi nasionalisme menjadi dua. Pertama, proto nasionalisme yaitu adanya peranan dan elemen kuat gerakan agama.
“Hal ini ditandai pentingya keterlibatan Sarekat Dagang Islam atau yang dikelas dengan Sarekat Islam (SI) dan juga organisasi yang bernama Muhammadiyah. Nasionalis dari keterlibatan kedua organisasi ini sangat berpengaruh di abad ke-19,” kata Yudi Latif.
Kedua, adalah nasionalis modern yang muncul pada abad 20 yang kemudian ditandai dengan berdirinya partai politik.
“Orang sering mengatakan bahwa gagasan nasionalisme tidak terlalu kuat aspek ke-Islamannya, tetapi disertasi saya menunjukkan para pemimpin dan gerakan politik abad ke-20 baik Sukarno, Bung Hatta maupun Tan Malaka, Bung Tomo dan Supomo. Bahkan tokoh seperti HOS Cokroaminoto, Tjipto Mangunkusumo dan hampir semua tokoh pergerakan bangsa ini bersentuhan langsung dan terpengaruh terhadap Islam,” imbuh Yudi Latif.
Yudi Latif mengungkapkan hal itu dalam Seminar Pra-Muktamar ke-48 yang berlangsung di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) pada Selasa, 3 Maret 2020.
Dalam seminar yang bertemakan "Darul al-Ahdi Was as-Syahadah: Model Ideal Hubungan Agama dan Negara”, Yudi Latief mengatakan,
Yudi Latif menerangkan, bahkan Sukarno itu belajar pergerakannya dari rahim pergerakan islam itu yaitu Muhammadiyah. Bahkan banyak yang tidak mengetahui jika Sukarno ketika mendirikan Partai Nasional Indonesia pada tahun 1927 posisi dia masih sebagai editor Majalah Sarikat Islam yang namanya 'Bendera Islam'.
“Jadi, Indonesia antara kebangsaan dan keislaman itu adalah dalam satu lautan nafas,” kata Yudi Latif menegaskan.
Selain itu, lebih jauh Yudi Latif menjelaskan banyak tokoh-tokoh Muhammadiyah yang terlibat dalam Pendiri bangsa Indosia yang sekaligus perumus di BPUPKI dan PPKI.
Yudi Latif menyebutkan, ada Ki Bagus Hadikusumo (Tokoh BPUPKI), Kasman Singodimedjo (Anggota PPKI), Abdul Kahar Muzakkir (Anggota Panitia Sembilan), Agus Salim (Pengurus Muhammadiyah), Siti Sukaptinah Sunarjo, wakil perempuan selain Maria Ulfah.
“Ibu Sukaptinah Sunarjo ini dari ‘Aisyiyah, kaum ibu jangan lupa. Bahwa ‘Aisyiyah juga merupakan salah satu elemen pembentuk Pancasila diwakili oleh Ibu Sukaptinah Sunarjo,” tegas Yudi Latif.
Selanjutnya, kata Yudi Latif adalah Sukiman Wirjosandjojo (Ketua Partai Masyumi pertama setelah kemerdekaan), dia saat itu adalah anggota Cabang Muhammadiyah Surakarta.
Belum lagi kita sebut tokoh-tokoh yang bukan pengurus Muhammadiyah tapi paham keagamaannya banyak dipengaruhi kaum modernis di Sumatera. Contohnya Mohammad Hatta, yang bukan pengurus resmi tetapi paham dan kegamaanya banyak dipengaruhi Ayahanda Hamka, Haji Rasul.
“Jadi, Muhammadiyah mengandung peran penting di dalam proses pendirian bangsa termasuk pembentukan Pancasila sebagai konstitusi negara,” kata Yudi Latif.