YKP Jual Fasum Perumahan ke Pengembang, DPRD Surabaya Berang
DPRD Kota Surabaya berang saat mengetahui pengurus lama Yayasan Kas Pembangunan (YKP), melepas tanah aset fasilitas umum dan fasilitas sosial (Fasum-Fasos) milik perumahan mereka seluas 15.000 meter persegi ke pengembang lain. Perjanjian jual beli fasum antara YKP dengan PT. MBB di perumahan Rungkut Asri Timur tersebut dilakukan sekitar tahun 1995.
Temuan adanya penjualan oleh YKP tersebut ditemukan langsung oleh Ketua Fraksi Golkar DPRD Kota Surabaya Arif Fathoni. Ia menemukan saat Komisi A melakukan hearing dan rapat bersama Bagian Hukum, Dinas Pengelolaan Tanah dan Bangunan, serta Bappeko.
“Saya tadi melihat, di dalam siteplan yang ada di Bappeko itu tulisannya adalah fasum fasos. Kok tiba-tiba nggak ada, ternyata dijual oleh pengurus YKP tahun 1995. Warga beli tahun 1991-1993 itu ada, dari 1993-1995 itu pelepasannya,” kata Toni sapaan akrab Arif Fathoni kepada Ngopibareng.id, Senin 13 Januari 2020 di DPRD Kota Surabaya selepas rapat Komisi A.
Toni mengatakan, dengan adanya penjualan tersebut, ia meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya untuk melakukan kroscek ke pengurus YKP lama terkait dana yang diterima dari penjualan tersebut.
“Tadi sudah saya minta uangnya hasil penjualan itu untuk apa, dipakai apa? Pemkot harus tanyakan itu ke pengurus lama. Kan sekarang YKP sudah dalam kepengurusan Pemkot. Kan pasti ada dalam catatan penerimaan aset dan buku YKP. Tidak mungkin tidak ada,” jelasnya.
Menurutnya, penjualan fasum dan fasos yang dilakukan YKP tersebut harus diselidiki secara serius oleh Pemkot. Karena sesuai aturan hukum yang berlaku, warga yang membeli rumah di perumahan tersebut, mempunyai hak untuk mendapatkan fasum dan fasos di lingkungan tempat tinggalnya.
“Jelas ini adalah pelanggaran hukum. Ketika hak warga direnggut, dan kewajiban pengembang tidak ditunaikan, itu melanggar hukum yang berlaku. Warga harus menuntut, pemkot juga harus mengembalikan hak warga. Karena, warga beli rumah karena melihat adanya fasum dan fasos di siteplan mereka,” katanya.
Ia berharap, Pemkot Surabaya bisa melakukan pembatalan perjanjian jual beli ke PT. MBB untuk mengembalikan tanah tersebut, dan dijadikan sebagai fasum dan fasos.
“Caranya banyak, bisa mediasi dengan kami, bisa langsung ke pengadilan juga. Yang terpenting, hak warga harus dikembalikan,” kata Toni.
Menurut keterangan dari Toni, kasus pelepasan tanah oleh YKP tersebut, sebenarnya sudah dilaporkan oleh warga sekitar pada tahun 2006. Sayang, hingga pengelolaan YKP kembali ke Pemkot, kasus tersebut tidak berprogres.
“Kami hearing dengan warga juga kan. Kata mereka, hal itu sudah pernah dilaporkan ke polisi. Mereka sih pinginya hal itu bisa diungkap, dan bisa dilihat siapa yang bermain dan melanggar hukum,” katanya.
Dengan adanya temuan tersebut, Toni mengatakan Komisi A akan meminta data keseluruhan YKP dari Pemkot Surabaya, terkait dengan luasan dan nilai aset yang dimiliki oleh YKP. Sehingga, DPRD Kota Surabaya bisa melakukan pengawasan secara menyeluruh.
“Tugas kami ini mengawasi, kami minta diberikan datanya. Sejak YKP ini dibentuk. Bagaimana asetnya, nilainya, dan semuanya. Tujuannya agar dewan bisa mengawasi secara menyeluruh. Agar tidaka ada yang ditutup-tutupi,” katanya.
Toni mengatakan, jika Pemkot tak berhasil mengungkap kasus tersebut, ia berharap Pemkot bisa mengembalikan hak fasum-fasos warga, dengan penggantian aset tanah di lokasi terdekat.
“Kalau tidak bisa, ya cari lokasi yang dekat untuk dijadikan fasum dan fasos. Ini hak warga, harus kita berikan,” pungkasnya.