Yerusalem Ibukota Palestina, Ini Sikap Lintas Agama untuk Kemanusiaan
Forum Solidaritas Lintas Agama untuk Kemanusiaan, mengadakan pertemuan di gedung PBNU Jakarta, Jumat (15/12/2017) mengeluarkan pernyataan sikap tentang Yerusalem sebagai ibukota Palestina. Berikut pernyataan lengkap Para Tokoh dalam Forum Lintas Agama:
Mencermati dan memperhatikan secara seksama terhadap apa yang terjadi pasca klaim sepihak yang dilakukan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump dengan mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel, Forum Solidaritas Lintas Agama untuk Kemanusiaan menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Sebagai wujud implementasi diktum pembukaan UUD 1945 yang berbunyi “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan“, maka kami mendukung langkah pemerintah Indonesia untuk terus memperjuangkan dengan lantang tentang kedaulatan Palestina.
2. Kami sebagai pimpinan agama juga mengecam keras tindakan klaim sepihak yang dilakukan oleh Presiden Amerika Serikat Donal Trump atas Yarusalem sebagai Ibukota lsreal, karena semestnya Kota Suci Yerusalem tersebut adalah ibukota Palestina. Klaim sepihak itu merupakan sikap yang selain berdampak langsung pada stabilitas politik dan keamanan internasional, juga sekaligus melanggar:
3. Prinsip Hukum Humaniter sebagaimana diatur dalam Protokol Tambahan Tahun1977 Pasal 53 yang menentukan perlindungan bagi objek-objek budaya dan tempat pemujaan.
4. Resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB atas Yerusalem No. 252 tanggal 21 Mei 1968 hingga Resolusi DK PBB No. 2334 tanggal 23 Desember 2016 menegaskan bahwa DK tidak akan mengakui perubahan apapun atas garis batas yang ditetapkan sebelum perang 1967.
5. Resolusi Majelis Umum PBB No. 2253 tanggal 4 Juli 1967 hingga Resolusi No. 71 tanggal 23 Desember 2016 yang pada pokoknya menegaskan perlindungan Yerusalem terhadap okupasi Israel.
6. Resolusi No. 150 tanggal 27 November 1996, UNESCO menyebut “Kota Tua Yerusalem” sebagai warisan dunia yang terancam punah. Dan pembangunan terowongan dekat Masjidil Aqsa oleh Israel sebagai tindakan yang menyerang sentimen keagamaan di dunia.
7. Mendesak kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengambil langkah tegas dan tanpa kompromi dalam menyikapi persoalan ini. Sikap tegas harus selaras dengan resolusi dan juga keputusan-keputusan yang telah disebutkan di atas.
8. Masalah yang menimpa Yerusalem dan penduduk Palestina harus diletakkan dalam bingkai persoalan kemanusiaan, bukan soal keyakinan dan agama. Yang harus dikedepankan adalah sudut pandang persaudaraan kemanusiaan. Prinsip menolak pelbagai macam bentuk kekerasan yang ujungnya merugikan rakyat biasa bahkan melanggar dan mengingkari hak-hak kemanusiaan harus ditolak dan dilawan sekuat tenaga.
9. Meminta segenap pihak untuk tidak terprovokasi oleh ajakan, hasutan, dan juga gerakan-gerakan lain yang cenderung berpotensi memperkeruh keadaan. Umat beragama harus tetap meletakkan harmoni dan juga perdamaian sebagai pilar wajib yang harus ditegakkan serta menyerukan kepada seluruh umat beragama untuk konsentrasi berdoa demi perdamaian dan kedaulatan Palestina, dan juga yang terpenting untuk keselamatan rakyat Palestina.
10. Penyelesaian menyeluruh mengenai konflik Palestina dan israel semestinya melaluibdialog yang konstruktif antara kedua belah pihak dalam kerangka mewujudkan cita-cita dua Negara: Palestina dan Israel yang damai.
Jakarta, 15 Desember 2017
Forum Solidaritas Lintas Agama untuk Kemanusiaan:
Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, MA. (Nahdlatul Ulama)
Mgr. Ignatius Suharyo (Konferensi Wali Gereja)
Prof. Dr. Henrietta T. Hutabarat (Persekutuan Gereja Indonesia)
Jandi Mukianto (Walubi)
Peter Lesmana (Matakin)
Arya Prasetya (NSI)
Advertisement