Yenny Wahid Cagub Jatim, Kembalinya Poros Tengah?
Peta persaingan Pilkada Jawa Timur (Jatim) makin seru. Setelah Syaifullah Yusuf (Gus Ipul) dan Khofifah Indar Parawansa memastikan diri berlaga, kini Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid atau Yenny Wahid disebut-sebut akan turut meramaikan gelanggang pertempuran. Bila benar terjadi, peta politik di Jatim akan berubah total.
Munculnya nama putri Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini cukup mengejutkan. Meskipun sebelumnya sempat dijagokan sebagai salah satu kandidat, namun tak ada tanda-tanda Yenny akan maju berlaga. Tak ada satupun partai yang memunculkan namanya. Yenny malah disebut sebagai calon Mensos menggantikan Khofifah.
Dalam peringatan Sewindu Haul wafatnya Gus Dur yang digelar di Ciganjur, Jumat (22/12) yang dihadiri oleh Gus Ipul dan Khofifah, Yenny sempat mengajak para hadirin untuk berdoa agar siapapun yang terpilih, dapat memberi kebaikan bagi warga Jatim.
Wajar bila doa Yenny bersifat umum, atau dalam bahasa politik bisa disebut netral dan tidak berpihak. Baik Gus Ipul maupun Khofifah keduanya adalah warga nahdliyin (NU). Dengan Gus Ipul, Yenny malah memiliki hubungan kekerabatan yang sangat dekat (sepupu).
Namun roda politik berputar dengan sangat cepat. Tidak sampai sepekan kemudian, Ketua Umum DPP Gerindra Prabowo Subianto, bertemu dengan Yenny di Ciganjur, Jakarta Selatan, Selasa (26/12). Pertemuan tersebut muncul di media setelah Yenny mengunggahnya di akun medsosnya.
Yenny menyebut sebagai pertemuan dua sahabat lama. Mereka, masih menurut Yenny, berbincang tentang hal-hal ringan, seperti kondisi tubuh Prabowo yang terlihat lebih fit, karena berat badannya turun 12 kg, sampai soal yang serius, geo politik global, termasuk soal Palestina.
Tidak disinggung soal politik dalam negeri, apalagi soal Pilkada Jatim. Kalau toh ada soal Jatim lebih karena dalam postingannya dia memention akun Moreno Soeprapto yang disebut-sebut sudah dapat restu maju ke Pilgub Jatim.
Yenny juga menyerukan pemilih di Jember memenangkan Gerindra. Seruan ini kelihatannya berkaitan dengan pencalonan suaminya Dhohir Farisi sebagai caleg Gerindra.
Meskipun begitu, media sudah mulai mencium ada sesuatu di balik pertemuan Yenny dengan Prabowo. Apalagi keesokan harinya Wakil Ketua DPD Gerindra DKI Ahmad Sulhy membenarkan bahwa nama Yenny banyak diperbincangan di internal partai.
Sebagai Ketua Umum Gerindra, Prabowo saat ini sedang dibingungkan dengan figur yang akan diusung partainya untuk berlaga di Jatim. Hingga kini Gerindra bersama mitra koalisinya PKS dan PAN belum menyepakati nama kandidat.
Di Jatim Gerindra (13 kursi) digadang-gadang bisa meneruskan koalisi dengan PAN (7 kursi), dan PKS (6 kursi). Semula Gerindra sudah menyetujui mantan Ketua Umum PSSI La Nyalla Mattaliti sebagai cagub. Namun nama Nyalla yang didukung oleh pendiri PAN Amien Rais, tak disepakati oleh DPP PAN.
Setelah itu Gerindra berencana mendukung Moreno Soeprapto sebagai cagub. Pembalap nasional ini sekarang menjadi anggota DPR RI Gerindra dari Dapil Jatim V. Namun Moreno tampaknya juga akan kesulitan mencari pasangan. Selain masih sangat muda, dan kurang pengalaman, figurnya juga tidak cukup dikenal publik Jatim. Sangat jauh bila harus melawan Gus Ipul maupun Khofifah.
Gus Ipul sangat populer di Jatim. Selain pernah menjadi menteri, dan wakil gubernur selama dua periode, dia pernah menjadi Ketua GP Anshor dan mempunyai darah biru NU yang sangat kental. Karena itu dia menyandang nama Gus. Sementara Khofifah yang saat ini masih menjadi Menteri Sosial, dia juga Ketua Muslimat NU selama empat periode. Belum lagi pengalamannya pernah bertarung sebanyak dua kali pada pilkada Jatim.
Baik Gus Ipul, maupun Khofifah adalah petinju kelas berat. Bila ingin mengalahkan mereka dan meyakinkan partai koalisi, maka Prabowo harus mendapatkan kandidat yang kalibernya tidak kalah dari keduanya. Tidak bisa dengan petinju kelas bulu seperti Moreno. Tokoh sekelas Yenny, baru akan menjadi lawan sepadan.
Yenny kendati tidak lagi aktif di partai politik pasca PKB diambil alih Muhaimin Iskandar, ketokohannya tidak perlu diragukan. Sebagai putri Gus Dur, terlebih lagi nasabnya langsung ke pendiri NU KH Hasyim Asy’ari, membuatnya menjadi tokoh yang spesial.
Bagi kalangan NU, darah Yenny “super biru.” Andai saja mau, seharusnya dia bisa menyandang gelar “Ning” di depannya namanya, sebagai panggilan kehormatan untuk seorang putri keturunan langsung ulama dan tokoh besar.
Mengubah peta politik nasional
Bila benar Yenny yang akan dijagokan Prabowo, rasanya tak sulit untuk mencari pendampingnya. Melihat jumlah kepemilikan kursi, maka kemungkinan besar yang akan mendampinginya calon dari PAN. PKS yang saat ini tengah bimbang karena Ketua Majelis Syuro telah sepakat mendukung Gus Ipul, kemungkinan besar bisa ditarik kembali, seperti dilakukan Prabowo di Jabar.
Selain mengubah peta persaingan politik di Jatim, kehadiran Yenny juga bisa mengubah peta politik nasional.
Dalam konteks Jatim pertarungan Gus Ipul dan Khofifah bisa disebut sebagai laga The All Jokowi man/woman. Keduanya, terutama partai pengusungnya berafiliasi dengan Jokowi. Gus Ipul-Abdullah Azwar Anas didukung PKB-PDIP dan kemungkinan PKS. Sementara Khofifah-Emil Dardak didukung Demokrat-Golkar.
Namun yang perlu dicatat kehadiran Khofifah ini membuat para kyai sepuh NU kecewa terhadap Jokowi. Sebab sejak semula mereka sepakat mendukung Gus Ipul. Kehadiran Khofifah yang direstui Jokowi membuat para kyai dan kaum nahdliyin terpecah. Jokowi dinilai memecah belah internal NU, khususnya di Jatim.
Hadirnya Yenny akan membuat dukungan kaum nahdliyin terpecah lagi. Bagaimanapun sebagai putri Gus Dur, Yenny akan menjadi magnet kuat yang bisa menyedot suara Gus Ipul maupun Khofifah.
Dalam konteks nasional bila Gerindra, PKS dan PAN sepakat mendukung Yenny, situasinya menjadi mirip dengan saat terpilihnya Gus Dur sebagai presiden pada Sidang Umum MPR 1999.
Saat itu PKB yang dipimpin oleh Matori Abdul Djalil telah sepakat untuk berkoalisi dengan PDIP sebagai partai pemenang pemilu. Namun dengan dimotori oleh Ketua Umum PAN Amien Rais sejumlah partai-partai Islam (PPP, PK dan PBB) membentuk Poros Tengah.
PKB kemudian bergabung dan mereka mengusung Gus Dur sebagai capres bersaing melawan Megawati. Gus Dur akhirnya terpilih menjadi Presiden RI ke-4 mengalahkan Megawati.
Kekalahan Megawati ini sungguh ironis. Sebagai ketua umum partai pemenang pemilu, saat itu hampir dipastikan Megawati akan terpilih sebagai presiden. Apalagi dia juga didukung PKB yang perolehan suaranya di peringkat ketiga.
Apakah Yenny akan kembali mengulang sejarah mengantar kemenangan koalisi Gerindra,PKS dan PAN (Poros Tengah Jilid II) mengalahkan kandidat yang didukung Jokowi, seperti halnya Gus Dur mengalahkan Megawati?
Jatim adalah wilayah penting kedua setelah Jabar yang harus dimenangkan oleh para pendukung Jokowi, bila ingin tenang dan lebih percaya diri menghadapi Pilpres 2019. Bila para pendukung Jokowi kalah di Jatim dan Jabar, maka alarm tanda bahaya telah menyala. End
*) Hersubeno Arief adalah wartawan senior yang kini menjadi konsultan media dan politik