Yenni Wahid Promosi Islam Nusantara di Denmark
Jakarta: Direktur The Wahid Institute Zanubah Arifah Chafsoh-Rahman mengungkapkan, ektremisme agama tidak hanya menjadi persoalan di sebuah negara, tapi merupakan masalah global yang harus diselesaikan melalui kerja sama antarnegara.
“Lalu, bagaimana cara menghentikan laju ektremisme agama di dunia? Indonesia sebagai negara yang berpenduduk Islam terbesar di dunia termasuk negara yang berhasil membendung laju ektremisme agama,” kata Yenny Wahid, panggilan akrabnya, kepada ngopibareng.id, Kamis (30/03/2017).
Sederet persoalan itu, mengemuka pada kerja sama antara pemerintah Denmark dan Wahid Foundation dalam menyelenggarakan Tur Dialog Lintas Agama ke Denmark, 20 - 24 Maret 2017.
Menurut putri Gus Dur itu, keberhasilan tersebut tidak hanya mengangkat nama Indonesia sebagai negara damai. Namun, sekaligus membantah persepsi dunia tentang agama Islam, yang selalu diidentikkan dengan agama teror dan kebencian.
Yenny mengungkapkan, salah satu kunci keberhasilan Indonesia adalah kerja sama yang baik antara pemerintah dan kelompok agama dalam mengatasi masalah keagamaan termasuk ektremisme agama.
“Kerja sama dengan komunitas agama atau masyarakat sipil dengan pemerintah adalah kunci mengatasi radikalisme agama di Indonesia,” katanya menceritakan kunjungannya dari Denmark, pekan lalu. Tanpa keterlibatan masyarakat sipil terutama melalui lembaga keagamaan, pemerintah akan kewalahan menghadapi gelombang ekstrimisme agama.
Islam model Indonesia atau dikenal luas dengan Islam Nusantara, menurutnya, merupakan sebuah sistem ajaran keislaman yang moderat dan tidak ekstrim. Ajaran Islam ini sudah teruji sepanjang Indonesia, bahkan sebelum Indonesia dikenal sebagai sebuah negara.
Ungkapan serupa juga disampaikan oleh Ketua PBNU KH Yahya Cholil Stafuq, yang juga ikut berkunjung ke Denmark. Lebih lagi, Islam Nusantara dengan konsep Islam berkemajuan dianggap dapat menjadi model gagasan Islam yang paling pas untuk merespon radikalisme dunia.
“Islam Nusantara ini perlu dijadikan percontohan untuk melawan radikalisme oleh masyarakat dunia,” ujar KH Yahya Cholil Stafuq.
Sementara itu, Duta Besar Denmark untuk Indonesia Casper Klynge menganggap bahwa Indonesia merupakan mitra yang penting bagi Denmark untuk memperkuat dan memperdalam hubungan kerjasama di berbagai aspek termasuk penanggulangan terorisme agama.
“Di dunia dimana agama, sayangnya, dijadikan alat untuk memicu konflik, Indonesia menjadi suara yang penting bagi keberagaman, toleransi beragama dan dialog lintas agama,” ujar Casper Klynge.
Sebelumnya, Kedutaan Besar Denmark di Indonesia bekerja sama dengan Wahid Foundation menyelenggarakan Tur Dialog Lintas Agama ke Denmark pada 20 - 24 Maret 2017. Tur ini bertujuan untuk memperkuat hubungan bilateral dan hubungan antar individu Indonesia dan Denmark, mempromosikan keberagaman, dialog lintas agama dan toleransi.
Yenny Wahid dan KH Yahya Cholil Staquf merupakan dua dari delegasi Indonesia yang berkunjung ke Denmark. Selain itu, Prof. Dr. KH Nasaruddin Umar (Imam Besar Masjid Istiqlal), Dr. Frans Magnis Suseno (Pastor dan Direktur Sekolah Tinggi Filosofi Driyarkara, Dr. Abdul Mu’ti (Muhammadiyah), dan Sakdiyah Ma’ruf (stand-up komedian).
Selama di Denmark, tim mengunjungi kota Kopenhagen dan Aarhus. Kendati Denmark sedang musim dingin. Namun, hal itu tak menyurutkan niat tim untuk mengunjungi pemerintah Denmark, akademisi di Aarhus University, Copenhagen University, kelompok Islam setempat, hingga siswa sekolah untuk mempromosikan Islam Nusantara. (adi)