Yang Bisa Menyelamatkan Garuda Itu Penumpang
Yang bisa menyelamatkan PT Garuda Indonesia hanyalah penumpang, kata Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra.
“Saya selalu bicara kemana-mana yang bisa menyelamatkan Garuda dari situasi sekarang dan secepatnya bisa recover atau pulih adalah penumpang,” kata Irfan dalam diskusi daring bertajuk “Yuk Terbang Lagi Bersama Garuda” di Jakarta, Jumat.
Bahkan, menurut Irfan, bantuan dari pemerintah berupa pinjaman senilai Rp8,5 triliun pun tidak mampu menutupi dan bertahan dalam waktu jangka panjang.
Garuda mendapat dana talangan dengan skema mandatory convertible bond senilai Rp8,5 triliun dengan tenor tiga tahun guna membangkitkan kembali maskapai nasional itu dari keterpurukan selama pandemi.
“Pemerintah ketika membantu dana itu cuma sementara yang akan memastikan Garuda recovery itu penumpang itu yang selalu kampanyekan,” katanya.
Untuk itu, Ia memastikan protokol kesehatan selalu dilakukan, terutama di dalam pesawat, terutama jaga jarak yang diterapkan dengan mengosongkan kursi tengah untuk kelas ekonomi dan kursi bisnis hanya diisi untuk satu orang.
“Garuda ngotot sekali memastikan tempat duduk tengah di kelas ekonomi kosong karena kita enggak mau persepsi publik soal perjalanan ini bermasalah. Konfigurasi tengah kosong. Kelas bisnis yang kursi dua-dua itu sendiri, kecuali ada permintaan khusus bawa keluarga dengan anaknya tidak ingin dipisahkan tapi ada kesepakatan yang harus disepakati agar membuat orang lain aman,” katanya.
Selain itu, lanjut dia, di dalam pesawat menggunakan teknologi High Efficiency Particulate Air (HEPA) yang bisa mematikan virus hingga 99,99 persen dengan sirkulasi udara vertikal.
Irfan mengatakan saat ini orang-orang yang melakukan penerbangan adalah mereka dengan kebutuhan dinas atau bisnis, sementara itu mereka yang ingin terbang masih menunda.
“Mereka yang mau ini yang banyak, kepingin sekali terbang. Mereka yang ingin berwisata, bersosialisasi, bersilaturahmi, ini yang kita dorong dengan terbang bersama Garuda aman dan nyaman,” katanya.
Irfan menambahkan angkutan udara kalah bersaing dengan angkutan darat karena masyarakat tidak perlu mengantongi hasil tes cepat negatif, sementara untuk naik pesawat hal itu merupakan syarat wajib.
“Kondisi rapid test ini kita kalah bersiang dengan jalan darat. Kalau darat, naik mobil langsung saja pulang ke Solo dan langsung masuk ke rumah,” katanya.
Dia menyebutkan penurunan trafik penumpang pada Mei lalu mencapai 90 persen.(ant/asm)