Yang Berhak Memberi Nama Anak, Ini Prinsip Ajaran Islam
Ada kawan saya yang menamai anaknya panjang sekali hingga orang Dispenduk kerepotan menulis nama si anak di akte kelahiran. Sebab melebihi ruang nama yang tersedia. Pada akte pun sulit, apalagi di KTP yang lebih kecil ukurannya.
Saya tanya, kenapa panjang sekali?
Dia menjawab, karena mengakomodir nama yang diberikan oleh keluarganya. Jadi, dia sendiri memberi nama, istrinya juga mengusulkan, ditambah lagi usulan dari kakek nenek si bayi dari ayah dan ibunya. Semuanya diakomodir karena menjaga perasaan mereka. Akhirnya namanya panjang banget.
Secara fikih, siapakah yang berhak memberi nama anak? Kalau melihat hadis, yang diperintah memberikan nama adalah sang ayah dari anak tersebut. Akan tetapi saya tidak menemukan keterangan tegas soal ini di kitab fikih Syafi'iyah, terutama bila ada berbagai pihak yang ikut-ikutan memberi nama.
Namun, bila melihat mazhab lain, ada keterangan tegas soal ini dari Imam al-Buhuti al-Hanbali (1051 H) yang dirujuk banyak ahli fikih setelahnya sehingga dapat menjadi rujukan umum.
Ia berkata:
(والتسمية للأب) فلا يُسمِّيه غيره مع وجوده.
"Penamaan adalah hak ayah si bayi sehingga jangan sampai yang lain memberi nama tatkala Sang Ayah masih ada" (al-Buhuti, Kasysyaf al-Qina')
Bila mengikuti ini, maka sebaiknya pihak lain menjaga diri tidak perlu ikut menyumbang nama, apalagi dengan nada instruksi sebab memang tidak berhak melakukan itu.
Banyak kakek atau nenek yang "memaksakan" nama tertentu untuk cucu tersayangnya, paman, saudara atau guru juga kadang melakukan itu dengan alasan cinta atau ikut peduli.
"Kepedulian" dalam wujud seperti ini hendaknya dihentikan sebab tidak jarang membuat si ayah merasa tidak enak hati dan sebenarnya haknya dirampas.
Biarkan saja si ayah yang memberi nama anaknya sesuka dia. Kecuali kalau si ayah bertanya, barulah diberi masukan, itu pun sekadar masukan yang terserah diterima atau tidak.
Intinya jangan mengatur nama anak orang lain meskipun anda sangat ingin melakukannya selama ayah si anak masih ada sebab itu adalah hak prerogatif si ayah saja. Bahkan si ibu pun secara fikih tidak berhak menentukan nama anak yang dilahirkannya hanya saja si ibu lebih baik dimintai pertimbangan/usulan agar tidak merasa diabaikan dan sebagai penghargaan padanya yang sudah hamil dan melahirkan.
Semoga bermanfaat. Wallahu a'lam bisshawab.
Demikian penjelasan Ust Abdul Wahab Ahmad, dosen UIN KH Achmad Siddiq (KHAS) Jember.