Ya Lal Wathon Mekkah, Ternyata Kanjeng Nabi Baca Saat Thawaf
Di tengah pembicaran soal alunan Syiir Ya Lal Wathon jamaah umrah dari Indonesia, mendapat tanggapan dari sejumlah ulama. Ada yang menilai, boleh saja tapi ada yang mengingatkan agar tidak diulangi lagi.
Namun, memang ada kisah di zaman Nabi tentang syair Ya Lal Wathon yang dilantunkan Rasulullah Muhammad SAW. Yakni, ketika beliau melakukan thawaf.
“Kecintaan terhadap kota Mekkah, dibaca ketika Kanjeng Nabi di kota itu. Rasulullah membaca Ya habbada Makkah ("Tanah air Makkah"), bahkan saat Thawaf,” tutur KH Zaenuri, Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Hidayah, yang juga mengelola SMK dan SMP di Pereng Kulon Bungah Gresik, Selasa (27/2/2018) malam.
Kepada ngopibareng.id, Kiai Zaenuri, yang juga pengasuh Pondok Pesantren Al-Miftah, di Desa Mojopurowetan Bungah Gresik, yang khusus mempersiapan para santrinya ngaji ke Mekkah, mengaku bicara dari sudut pandang sejarah. Dalam Tarikh Nabi dan Sahabat Nabi disebutkan, Rasulullah pernah sekali membaca “Ya habbada Makkah (Tanah air makkah ) bahkan saat Thawaf.
Kiai Zaenuri mengaku, bila ditilik dari sudut pandang Tasawwuf bisa jadi berbeda. Namun, bila diermati bahwa haji dan umrah merupakan ibadah ghairu mahdhoh (tidak murni), maksudnya boleh dengan rileks dan ngobrol (kalam). Ini Rasulullah SAW yang bersabda.
Nabi bersabda: “Thawaf di sebelah Ka’bah itu ibarat shalat, tapi bedanya Allah membolehkan berbicara”.
Pernyataan cinta Rasulullah terhadap kota Mekkah dan Madinah, diwujudkan seperti halnya Syiir Ya Lal Wathon yang kita kenal sekarang. Itu dibaca bersandingan dengan para sahabat Nabi.
“Hal ini disikapi oleh Fuqaha dengan rumusan hukum boleh baca syair sekalipun ada khilaf bila dibaca di dalam masjid,” tegasnya.
Syairnya HABBADA MAKKAH BI WADI
Badza makkah bin waadiy
Biha ahli wa awarih
Biha amsyibi la hadi
Bila amsyibi la hadi
habbaada makkah bin wa diy
Fihaa ahliy wa 'awadiy
Biha amsyi bilaa haadi
Sungguh indah Nan Renyah Kecintaan Nabi pada kota Mekkah
Arti Syair Nabi Yang dibaca saat thawaf :
Sungguh Indah Kotaku Mekkah
Di dalam Jurang pun Bisa Di Huni Keluargaku & Qoumku
Aku Berjalanpun Ringan Sekalipun Tanpa Ada yg Menunjukkan
( Padang Bulan )
Menurut Kiai Zaenuri, pada akhir riwayat Hadits ini memang ulama Fiqih mengatakan saat thawaf tetap lebih baik kita baca sesuatu pada tempatnya atau proposional. Takutnya, kita masuk kategori zhalim. WADH'US SYAI' FI GHOIRI MAHALLIHI. Atau menempatkan sesuatu yang tak pada tempatnya.
Sehingga anjuran ulama tetap kita baca TAKBIR karena di sisi kita ada Tanda SYIAR keaguangan Allah yakni Ka’bah. Tapi mari kita bercermin kedhaliman kita menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Misal, BACA TAKBIR tidak sesuai dengan kondisi situasi pandangan dan jangkauan. Mestinya bila kita arif maka Ini lebih sederhananya kita katakan DHOLIM.
Allah Berfirman : Wa Man Yuaddhim Syaairolloh Wainnaha min taqwal qulub.
(Barang Siapa Yang Mengagungkan Allah / BERTAKBIR Saat Memandang Kekuasaan allah atau syiar allah Seperti Kabah Maka Tanda Hati Yang Taqwa)
“Ini hanya suatu pandangan mubah dahulu. Tapi sebaiknya jangan baca Ya Lal Wathon, cukup kali ini saja,” tutur KH Zaenuri.
Berikut Ya Lal Wathon yang dibaca Nabi Muhammad Saw saat sedang thawaf
بحر المذهب للروياني ج ٣ ص ٤٨٣
فرع آخر
قال: إنشاد الشعر والرجز في الطواف يجوز إذا كان مباحا، وروي محمد بن السائب عن أمه، قالت: طفت مع عائشة رضي الله عنها، فذكروا حسان في الطواف فسبوه، فقالت عائشة: لا تقولوا: أليس هو الذي يقول:
هجوت محمدا فأجبت عنه وعند الله في ذلك الجزاء
فإن أبى ووالده وعرضي لعرض محمد منكم وقاء
فقيل لها: أليس هو الذي قال ما قال في الإفك؟ فقالت: أليس قد تاب؟ ثم قالت عائشة: إني لأرجو له ما قال، ولكنه يستحب ترك إنشاد الشعر وإن كان مباحا أيضا والكلام أيسر منه. وقال مجاهد: كان النبي صلى الله عليه وسلم يطوف بالبيت وهو متكيئ على أبي أحمد بن جحش وأبو أحمد يقول:
حبذا مكة من وادي
بها أهلي وعوادي بها
أمشي بلا هاد
قال: فجعل النبي صلى الله عليه وسلم كأنه يعجب من قوله:
بها أمشي بلا هادي
(adi)