Wuzzzz...Menjajal Tol Trans Jawa di Malam Hari
Ke mana libur akhir tahun ini? Seperti biasanya, saya menggunakannya berkunjung ke mertua di Purwokerto. Bersama seluruh keluarga. Satu istri, empat anak.
Mumpung masih lengkap. Tahun depan, kayaknya sudah agak sulit bisa bepergian bersama. Si sulung dan adiknya sudah siap-siap meneruskan sekolahnya di tempat lain.
Ritual tahunan perjalanan Surabaya-Purwokerto dengan mobil sudah saya lakukan sejak saya menyunting mantan pacar. Lebih dari 25 tahun lalu. Mulai hanya berdua sampai dengan berenam.
Selalu menggunakan jalan darat. Selalu dengan satu mobil. Biar punya kesempatan bercengkerama dengan keluarga sepanjang jalan. Mulai dari guyonan sampai dengan yang serius.
Saya selalu menggunakan momen itu tidak hanya untuk rekreasi. Juga menjadi ajang internalisasi nilai-nilai kepada keempat anak saya. Yang kini sudah besar-besar. Setahun lagi semua tak serumah. Si bungsu pasti akan kuliah di luar kota. Seperti kakak-kakaknya.
Perjalanan panjang semobil adalah momen paling baik untuk itu. Saat itulah kebersamaan dibangun. Saat itulah kita bisa berkomunikasi langsung berjam-jam. Sesuai dengan minat mereka. Sesuai dengan kesenangannya. Mulai dari persoalan politik sampai dengan kesenangan musiknya.
Beberapa tahun lalu, perjalanan panjang masih dibantu sopir. Sejak 5 tahun lalu sudah tak perlu lagi. Sebab, anak-anak sudah bisa diajak bergantian. Tahun ini, sudah ada 5 orang dari 6 anggota keluarga yang bisa bergantian menjadi sopir. Sejak itu, mereka tak mau ada sopir. Biar longgar. Tidak harus ada yang bertiga di jok paling belakang.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, perjalanan panjang bersama keluarga seringkali dilakukan malam hari. Dulu untuk menghindari macet panjang saat liburan. Kini menjadi kebiasaan. Asyik saja.
Bahkan sering memilih jalan alternatif. Jalur utara Jawa atau jalur selatan Jawa. Bukan jalan utama yang beberapa tahun selalu macet setiap musim liburan tiba. Jalan alternatif yang sering menguji nyali karena harus melewati jalan hutan di malam hari.
Akhir tahun ini memilih menjajal jalan tol Trans Jakarta yang baru saja tersambung dan diresmikan Presiden Jokowi. Sepanjang 745 kilometer. Jalan bebas hambatan baru sepanjang itu kini tersambung setelah ruas tol Wilangan-Kertosono tuntas.
Perjalanan liburan akhir tahun tadi malam dimulai pukul 23.30. Setelah sebelumnya harus menghadiri acara jagong manten seorang kawan dan tetangga. Kewajiban sosial yang tak layak ditinggalkan.
Perjalanan panjang dimulai tengah malam juga mengandung tujuan. Ingin mampir menikmati Gudeg Ceker Bu Kasno di Margoyudan Solo yang begitu terkenalnya. Gudeg terkenal yang kali pertama saya mengenal karena diajak Prof Umar Kayam (almarhum), budayawan yang memang jago makan. Gudeg yang bukanya tengah malam.
Dengan rata-rata perjalanan 100 kilometer per jam, keluar pintu gerbang tol Solo pukul 02.10 dini hari. Itu pun sempat mampir rest area untuk ritual buang air kecil. Di rest area KM 597. Di wilayah Madiun Jawa Timur.
Rest area ini ramenya bukan main. Meski tengah malam. Banyak bus, mobil pribadi, dan angkutan barang yang memanfaatkan untuk istirahat sejenak. Sambilo menikmati makanan dan minuman di puluhan outlet baru di sana. Termasuk pecel Madiun yang begitu terkenalnya.
Saya tak tertarik dengan makanannya. Karena memang sudah berniat menikmati gudeg ceker Margoyudan Solo. Yang saya belum menemukan temat lain yang lebih enak darinya.
Wow...meski hanya sejenak, rest area ini menyenangkan. Toiletnya bersih dan didesain tak menjemukan. Toilet dengan bangunan pembatas sebatas leher orang dewasa. Dengan demikian, saat menggunakan urinior kita bisa menyaksikan pemandangan sawah di depannya. Bravo untuk perancangnya.
Saya langsung teringat saat perjalanan di highway di luar negeri. Yang setiap rest areanya juga dibikin sedemikian rupa. Membuat pengguna jalan tol bisa mengurangi kejemuan setelah perjalanan panjang berjam-jam. Menjadi oase yang menyenangkan.
Tidak hanya di negara-negara Eropa dan Amerika yang sudah sangat maju. Tapi juga negara bekas Uni Soviet seperti Polandia. Saya pernah menikmai perjalanan darat di negeri ini dari Warsawa ke Gdanks, ibu kota provinsi di utara. Tolnya keren. Bisa menikmati kabut di siang hari.
Kembali ke rest area 597. Memang saya tak bisa melihat pemandangan sawah di depan urinior setengah terbuka itu. Karena kegelapan matahari. Tapi saya sudah bisa membayangkan betapa asyiknya urinior ini jika di siang hari.
Padahal ini adalah rest area kecil. Di wilayah Solo ada rest area yang sangat besar. Saya lupa kilometer berapa. Tapi di tempat itu disediakan fasilitas yang wah. Masjid besar di sisi kanan dan kiri. Punya daya tampung ratusan orang.
Setelah tol trans Jakarta-Surabaya tersambung akhir tahun ini, jalur bebas hambatan itu langsung ramai. Banyak kendaraan besar dan kecil memanfaatkannya. Saya sering menyalip bus pariwisata dan minibus travel perjalanan sepanjang jalan.
Perjalanan tak lagi sepi. Seperti ketika melewati jalan alternatif di musim liburan untuk menghindari macet. Tol itu melewati hutan dan sawah. Tapi dengan frekuensi kendaraan yang banyak. Juga dengan petugas jalan tol yang siaga memberi bantuan jika kita menemui persoalan di jalan.
Inilah perjalanan akhir tahun pertama yang sangat menyenangkan lewat darat. Setelah tol Trans Jakarta-Surabaya tersambung untuk kali pertama. Setelah puluhan tahun direncanakan tapi tak tuntas-tuntas.
Tahun ini saya merasakan kehadiran pemerintah karena tol ini. Bukan seperti tahun-tahun sebelumnya. Selalu berjibaku yang menyedot banyak energi untuk sekadar berbakti kepada orang tua setahun sekali.
Terima kasih Pak Jokowi. Yang telah menuntaskan jalan tol Trans Jawa ini. Juga terima kasih kepada Pak SBY, Bu Megawati, Gus Dur, dan Pak Harto. Mereka semua ikut andil membangun jalan tol ini, dengan kontribusinya masing-masing saat menjadi presiden.
''Jadi pingin road trip Surabaya-Jakarta, kapan-kapan,'' celutuk istri saya. Anak-anak pun mengamini. (Arif Afandi)