Wuzzzz lagi, Pansela Kebumen Asyik Jadi Alternatif
Akhir tahun ini menjadi perjalanan liburan yang menarik. Bisa menikmati hasil pembangunan infrastruktur baru. Tidak hanya jalan tol trans Jawa yang mempersingkat perjalanan Surabaya-Solo. Tapi juga jalan pantai selatan yang sebagian ruasnya sudah tuntas.
Saya selalu menikmati perjalanan satu mobil dengan keluarga setiap ada kesempatan. Khususnya saat berkunjung ke mertua yang tinggal di Purwokerto, Jawa Tengah. Di kota kecil yang terletak di pertengahan antara Yogyakarta dan Jawa Barat.
Tadinya ada dua jalur untuk mencapai kota ini. Melalui jalan nasional yang menghubungkan antar kota seperti Purworejo, Kebumen dan Banyumas. Atau bisa melalui jalan Dandeles, jalan pingir pantai selatan yang dibangun sejak jaman Belanda.
Jalan nasional ini selalu padat merayap setiap hari raya atau masa mudik tiba. Apalagi setiap kota harus melewati pasar dan traffic light yang banyak. Kemacetan ini makin parah sepuluh tahun terakhir. Perjalanan pun makin menjemukan karenanya.
Karena itu, sudah sejak lama, saya lebih suka menggunakan jalan Dandeles sebagai alternatif. Lebih sepi dan jarang ada perlintasan lampu merah. Baik ketika perjalanan siang maupun malam hari. Wuzzzz...jauh lebih lancar.
Apalagi, jalan Dandeles di pantai selatan Jawa melewati desa Ambal yang terkenal dengan sate ayamnya. Sate Ambal. Ini bisa menjadi semacam rest area untuk menikmati kuliner paling terkenal di Kebumen ini.
Jalan Dandeles menyambung sampai perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta. Begitu masuk wilayah DIY, jalan Dandeles tersambung dengan dua jalur. Dulu bisa tembus sampai Bantul sebelum ada pembangunan Bandara Internasional di Kulonprogo.
Kembali ke jalan Pansela Kebumen. Saat Hari Raya Idul Fitri tahun ini, jalur ini belum dibuka sepenuhnya. Masih dioperasionalkan secara fungsional. Belum ada penerangan di sepanjang jalan tersebut. Juga karena belum tersambung sepenuhnya, kalau malam banyak dipakai tiduran warga. Berbahaya.
Saat liburan akhir tahun ini, jalur tersebut sudah dibuka sepenuhnya. Bisa menjadi alternatif baru bagi pemudik dari Jakarta maupun dari Surabaya. Menjadi alternatif kedua selain Jalan Dandeles.
Jalan baru Pansela di wilayah Kebumen ini sepanjang 38 kilometer. Jika dari Yogyakarta, jalan Pansela berujung di Petanahan. Di ujung jalan ini terdapat persimpangan jalan. Ke kanan ke arah Gombong dan ke kiri ke arah Cilacap.
Sayang, masih ada jalur yang belum tembus sehingga masih harus melalui jalan kecil dengan jembatan kecil di ujung Pansela barat ini. Jalan yang bisa menipu karena jembatannya hanya cukup untuk satu mobil.
Dengan dibukanya jalan Pansela di Kebumen ini, maka ada 5 jalur jalan membelah pulau Jawa. Jalan Pantura, Tol Trans Jawa, Jalan Nasional Purwokerto-Yogyakarta, Jalan Dandeles, dan Jalan Pansela.
Ketika banyak yang nyinyir tentang tuntasnya tol Trans Jawa, jalan Pansela adalah jawaban. Ini adalah jalan baru yang dibangun tanpa berbayar. Infrastruktur baru yang sangat menyenangkan di luar jalan bebas hambatan.
Bagi penggemar perjalanan darat, jalur Pansela Kebumen ini ciamik. Jalannya mulus dengan marka jalan yang jelas. ''Seperti sirkuit,'' kata Nizar Mohammad, anak lanang yang sedang ambil peran sebagai driver.
Pemandangan kanan dan kiri indah alami. Sepanjang jalan membentang sawah. Sesakali terlihat pantai dari jembatan sungai yang besar. Di atas terbentang cakrawala langit nan luas.
Banyak spot yang manarik untuk fotografi. Apalagi kalau pembangunan Pansela ini nanti berlanjut sampai ke Karangbolong, perbatasan Gombong-Cilacap. Di daerah ini, banyak pantai indah yang layak untuk dinikmati.
Jika hendak menjajal jalur baru ini, jangan lupa mengisi bahan bakar minyak (BBM) sebelumnya. Sebab, belum ada SPBU dibangun di sepanjang jalur baru ini. Baru ada poim bensin mini.
Juga jarak tempuh yang lebih panjang dibandingkan jika melewati Jalan Dandeles. Sebab, jalur ini memang lebih selatan menelusuri daerah pantai. Kelak, jalur Pansela ini akan tembus dari Jawa Barat sampai Banyuwangi.
Saya yang suka touring merasakan betul pertumbuhan infrastruktur dari tahun ke tahun, khususnya di Jawa Timur, DIY dan Jawa Tengah. Merasakan percepatan pembangunan yang bisa dilakukan para kepala daerahnya.
Empat tahun lalu, saya masih protes ke Gubernur Jateng Ganjar Pranowo karena jalan antar kotanya sangat jelek. Banyak lobang dan menyebalkan. Kebetulan, gubernur yang satu ini sesama pengurus Kagama (Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada).
Kali ini, saya tak lagi punya alasan protes tentang infrastruktur jalan di wilayahnya. Makin banyak pilihan jalur untuk menikmati mudik atau liburan apa pun juga. Apalagi kalau kelak ada jalur toll baru yang menyambungkan tol Solo-Tasikmalaya.
Pasti istri saya makin senang karena membuat saya tak malas mengantarkannya mudik ke kampungnya setiap kali. Perjalanan mudik dan liburan lewat darat yang menyenangkan karena banyak pilihan melalui jalur alternatif. (Arif Afandi)