Wisata Religi Yayasan Asyifa di Jakarta Kunjungi Makam Mbah Priok
Anak - anak Majelis Taklim Asyifa Kebun Jeruk Jakarta Barat, mengisi Minggu pertama tahun 2022 dengan mengikuti wisata religi dengan berziarah ke beberapa makam ulama besar di Jakarta.
Ada pesan moral yang disampaikan oleh pimpinan Yayasan Asyifa Teguh Widada, dalam acara ini. Salah satunya adalah untuk mengenalkan anak - anak kepada ulama yang berjasa dalam pengembangan agama Islam di Jakarta.
Di antara yang dikunjungi adalah Makam Keramat Luar Batang, makam Mbah Priok di kawasan Jakarta Utara, serta Makam Pangeran Jayakarta di Jakarta Timur.
"Anak - anak antusias saat mendengarkan sejarah atau riwayat ulama yang dikunjungi. Insyaallah wisata religi ini akan saya jadikan kalender tetap. Sementara kami batasi 150 anak dan pendamping," kata Teguh kepada ngopibareng.id, Minggu 2 Januari 2021.
Dalam wisata religi ini anak - anak tidak dikenakan biaya apa pun alias gratis. Tapi kalau orang tuanya ikut dikenakan biaya Rp50 ribu. "Karena peserta banyak, yayasan menyediakan dua buah bus sesuai ketentuan protokol kesehatan," ujarnya.
Yayasan yang berlokasi di Jalan Baru Gili Samping RT 01 RW 05 Kebun Jakarta Barat ini menunjuk Ustaz Ainur Rofiq, alumni Pondok Pesantren Lirboyo Kediri Jawa Timur sebagai pembimbing ziarah.
Makam Keramat Luar Batang
Masjid Luar Batang yang pertama dikunjungi, terdapat Makam Habib Husein, menjadi salah satu destinasi wisata sejarah di pesisir Jakarta. Sekretaris Masjid Keramat Luar Batang, Daeng Mansur bercerita, masjid yang sudah berdiri sejak abad ke-18 ini merupakan salah satu masjid tua di Jakarta.
"Yang pernah saya baca masjid ini berdiri 1739, masjid ini kan termasuk salah satu masjid tua di Jakarta," kata Daeng saat dihubungi ngopibareng.id, Minggu 2 Desember 2022.
Masjid ini pun dinilai memiliki nilai sejarah yang tinggi. Menurut Daeng, sejak dulu kawasan Sunda Kelapa ini sudah menjadi pusat perdagangan, sehingga dipenuhi banyak orang dari ragam budaya dan etnis. Warisan budaya itu pun masih dilestarikan dan berjalan dengan harmonis. "Jepang, Portugis, Belanda, itu semua sudah pada datang kan, artinya sudah ada percampuran budaya," tuturnya.
Sosok Habib Husein bin Abubakar bin Abdillah Alaydrus dicatat sebagai salah satu tokoh yang menentang kolonial Belanda di kawasan Sunda Kelapa pada zaman itu.
Namun, Daeng menilai kala itu Habib Husein memiliki wibawa yang tinggi, sehingga masjid yang lokasinya tak jauh dari benteng pertahanan Belanda (yang sekarang menjadi Museum Bahari) ini masih berdiri.
Sejarah berdirinya kompleks keramat itu berawal dari kedatangan seorang pemuda tampan berasal dari belahan Jazirah Arab, tepatnya di daerah Hadhramaut, Yaman Selatan, datang ke Batavia pada 1736 Masehi atau awal abad ke-18.
Pemuda yang dilahirkan dalam keadaan yatim piatu itu hijrah ke Batavia melalui Pelabuhan Sunda Kelapa. Pada saat itu Pelabuhan Sunda Kelapa termasuk Bandar yang paling ramai di pulau Jawa.
Di kawasan berawa-rawa dan terdapat banyak pohon bakau, terletak di bagian barat Sunda Kelapa yang berbentuk teluk itulah dibangun surau (musala) oleh Alhabib Husen sebagai tempat beribadah dan bersalawat.
Di tempat itulah, ia menyiarkan agama Islam dan banyak penduduk yang datang untuk mohon doa. Pada suatu malam Al-Habib dikejutkan seorang pendatang, dengan pakaiannya basah kuyup mohon pertolongan dari kejaran tentara VOC. Dia adalah tawanan dari sebuah kapal dagang Tionghoa yang akan dikenakan hukuman mati.
Menjelang tengah hari datanglah pasukan berkuda VOC, mereka berusaha mengejar tawanan tersebut dan merampasnya dari tangan Habib Husein, dengan tegar Habib membela tawanan itu.
Akhirnya warga Tionghoa itu terbebas dan masuk ajaran agama Islam. Bahkan ia menjadi asisten Habib Husein dalam menegakkan agama Islam.
Suatu ketika pemerintah VOC sempat menahan Habib Husein dan pengikutnya di Glodok Kota. Alasannya, pemerintah Belanda khawatir kegiatan syiar agama Habib dapat mengganggu ketertiban. Belakangan akhirnya dibebaskan bahkan pemerintah Belanda minta maaf atas penahanan itu.
Namun ada suatu keajaiban saat Habib Husein yang ditahan di ruang khusus dengan ukuran kecil dan sempit terpisah dengan pengikutnya yang berada di ruang besar. Namun, setiap Subuh penjaga tahanan melihat Habib berada di ruang besar menjadi imam salat di tahanan tersebut.
Semasa hidup Habib Husen belum pernah menikah, sampai akhir hayatnya pada Kamis, 17 Ramadan 1169 Hijriah atau bertepatan dengan 27 Juni 1756 Masehi dalam usia kurang lebih 30-40 tahun.
Ketika itu pemerintah Belanda melarang jenazah Habib Husein dikuburkan di tempat tinggalnya dan mengharuskan orang asing dikuburkan di Tanah Abang. Tetapi para pengikut menolak, jenazah Habib Husein bin Abu Bakar harus tetap dimakam di Madjid Luar Batang.
Setiap hari Masjid Luar Batang yang berlokasi di Penjaringan, tak pernah sepi peziarah yang datang dari berbagai tempat di Jabodetabek, termasuk dari Jawa.
Peziarah juga ramai datang ke masjid ini saat bulan puasa atau Ramadan tiba, terlebih pada 17 Ramadan yang bertepatan dengan wafatnya Al-Habib Husein bin Abubakar Alaydrus.
Presiden RI BJ Habibie, Presiden KH Abdurrahman Wahid, Presiden SBY dan Presiden Joko Widodo juga pernah berziarah ke Makam Keramat Luar Batang.
Makam Mbah Priok
Dari Luar batang dilanjutkan ziarah ke Makam Mbah Priok di Daerah Koja Tanjung Priok Jakarta Utara.
Mbah Priok adalah Al Imam Al Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad Husain Ass Syafi'i Sunnira. Al Habib Hasan merupakan penyebar agama Islam di Batavia pada abad ke-18.
Salah seorang pengurus Yayasan Asyifa, Abdul Latif menjelaskan saat berziarah ke Makam Mbah Priok anak - anak mendapat perlakuan cukup istimewa dari kerabat Mbah Priok. Dijamu dengan berbagai jenis makanan. "Anak dipersilahkan menghabiskan kue yang di sajikan. Kerabat Mbah Priok senang melihat anak - anak berebut kue," kata Latif.
Konon di masa hidupnya Mbah Priok sangat mencintai anak - anak. Makam Mbah Priok yang berada di Pelabuhan Tanjung Priok Koja, Jakarta Utara dikenal sebagai makam keramat oleh masyarakat.
Makam ini pernah ingin digusur oleh Pemprov DKI Jakarta, namun gagal menyusul terjadi bentrokan dengan warga yang ingin makam Mbah Priok dipertahankan.