Wisata Medis di Indonesia Solusi Warga Berobat ke Luar Negeri
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendorong pemerintah mulai mengembangkan wisata medis di Indonesia. Selain mempermudah warga Indonesia berobat di dalam negeri, juga untuk pengembangan wisata medis.
"Wisata medis ini perlu dikembangkan untuk menarik minat warga dari negara lain datang ke Indonesia dalam memenuhi kebutuhan kesehatannya dan berwisata," kata Bamsoet, sapaan akrabnya, saat menerima pengurus Observasi Kesehatan Indonesia (Obkesindo), di Jakarta, Sabtu 30 Juli 2022.
Merujuk pada Medical Tourism Index 2020-2021, hanya beberapa negara Asia Tenggara yang masuk dalam peringkat wisata medis unggulan. Antara lain Singapura nomor 2, Thailand nomor 17, dan Filipina nomor 24. Sedangkan Indonesia belum berhasil masuk 46 besar. Hal ini sangat ironis, mengingat riset Patients Beyond Borders memperlihatkan warga Indonesia sangat gemar berobat ke luar negeri.
"Peningkatannya cukup tajam, dari 350.000 warga yang berobat ke luar negeri di tahun 2006 menjadi 600.000 di tahun 2015. Total pengeluaran per tahun yang dikeluarkan penduduk Indonesia untuk berobat ke luar negeri bisa mencapai USD 11,5 miliar, 80 persennya dihabiskan di Malaysia," kata Bamsoet.
Pengurus Obkesindo yang hadir antara lain Abidinsyah Siregar, Ben Y Rimba, HM Joni, dan Adriyati Rafly.
Bamsoet menjelaskan, selain karena biayanya yang lebih murah dan pelayanannya lebih nyaman, warga Indonesia memilih berobat ke luar negeri karena alat kesehatannya yang sangat lengkap.
"Sebagai tahap awal, pemerintah bisa mengkaji agar pajak terhadap alat kesehatan tidak masuk dalam kategori pajak barang mewah. Khususnya terhadap alat kesehatan yang belum bisa diproduksi di dalam negeri. Sehingga bisa meringankan beban operasional rumah sakit yang pada akhirnya meringankan rakyat jika ingin berobat. Begitu pun terhadap pajak bahan baku obat, dan beban pembiayaan lainnya yang membuat biaya pengobatan menjadi mahal. Sebagai gambaran, di Malaysia saja, pajak untuk beberapa alat kesehatan sudah hampir nol persen, sehingga biaya berobat di sana jauh lebih murah dibanding Indonesia," ujar Ketua DPR RI ke-20 itu.
Selain itu, mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini juga menerangkan, terhadap alat kesehatan yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri, pemerintah harus memberikan dukungan.
Salah satunya, lanjut Bamsoet, memprioritaskan belanja APBN sektor kesehatan dengan membeli Alkes produksi dalam negeri. Berdasarkan catatan Kementerian Kesehatan, setidaknya sudah ada 358 jenis Alkes yang diproduksi di dalam negeri, dan 79 jenis Alkes yang menjadi substitusi/pengganti produk impor.
"Laporan Gabungan Alat Kesehatan Indonesia (Gakeslab) yang berdasarkan data Kementerian Keuangan mencatat bahwa dalam APBN 2019, pengadaan alat kesehatan di rumah sakit pemerintah mencapai Rp9 triliun. Pada tahun 2020 meningkat menjadi Rp18 triliun karena adanya pandemi COVID-19. Jika digabungkan dengan anggaran APBD, BUMN, dan swasta, total belanja alat kesehatan di Indonesia berkisar Rp 50 triliun per tahun. Sangat disayangkan jika anggaran sebesar itu lebih banyak dinikmati oleh produsen alat kesehatan dari luar negeri," kata Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu.