Wimar Witoelar Meninggal Dunia, Ini Fakta Humoris Jubir Gus Dur
Kabar duka, Wimar Witoelar, juru bicara Presiden ke-4 KH Abdurrahman Wahid meninggal dunia, Rabu 19 Mei 2021 pagi ini. Adik kandung tokoh Golkar Rachmat Witoelar ini, mengembuskan napas terakhir setelah menjalani perawatan di ICU, RS Pondok Indah, Jakarta Selatan, pukul 09.00 WIB.
Sontak kabar duka ini beredar di media sosial. Wahyu Muryadi, sesama orang dekat Presiden Gus Dur, pun mengabarkan hal itu. Demikian pula, Managing Director Intermatrix Communications, Erna Indriana, membenarkan hal itu.
"Ya, Pak Wimar meninggal dunia dengan tenang sekitar pukul 09.00 WIB," kata Erna Indriana.
Wimar Witoelar, pengasuh acara talkshow Perspektif ini, didiagnosis menderita sepsi. Erna meminta publik memaafkan kesalahan Wimar. Mohon dimaafkan kesalahannya dan terima kasih untuk semua doanya," kata Erna.
Wimar Jartika Witoelar Kartaadipoetra, lahir di Padalarang, Jawa Barat, 14 Juli 1945. Putra termuda dari lima bersaudara pasangan Raden Achmad Witoelar Kartaadipoetra dan Nyi Raden Toti Soetiamah Tanoekoesoemah.
Wimar Witoelar adalah adik Rachmat Witoelar, Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia pada Kabinet Indonesia Bersatu dan adik ipar dari Erna Witoelar yang juga mantan Menteri Indonesia.
Figur Humoris Jubir Presiden
Ada yang berbisik pada Gus Dur ketika menjabat sebagai Presiden ke-4 RI. "Gus Dur sebaiknya mencari jubir seperti Wimar Witoelar karena Gus Dur membutuhkannya."
Gus Dur menjawab, "Saya tidak mencari jubir seperti dia, saya membutuhkan dia. Saya membutuhkan Wimar."
Akhirnya, Wimar Witoelar pun ikut lengser bersama Gus Dur. Tidak salah kalau Gus Dur merekrutnya.
Bahasa humor yang menyegarkan selalu tercuat dari suara baritonnya. Humor serius Wimar bisa membuat setiap kawan bicaranya tertawa terpingkal-pingkal. Dia sungguh piawai melontarkan joke-joke politik.
Terkenang Kebersahajaan Gus Dur
Apakah Gus Dur tahu Anda ada di situ?
"Tahu, karena Gus Dur menyebut nama saya terus. Tapi diajak bicara mengenai bola, sashimi, pokoknya bukan hal yang serius," kata Wimar Witoelar menjawab soal itu.
"Jadi saya pikir saya terlalu kecil untuk diajak bicara seriu. Saya pikir jangan-jangan memang hanya ingin berterima kasih sebab saya anggap itu sebuah penghargaan dengan saya diundang untuk minum teh.
"Jadi saya bisa cerita ke istri bahwa saya dipanggil Gus Dur. Kemudian sewaktu saya ke luar dari Hotel Hilton bertemu anggota DPR," kisah Wimar Witoelar.
Aggota DPR itu bertanya, "Mas Wimar ngapain dipanggil Gus Dur?"
Wimar jelas mengaku bangga. "Ya, rasanya bangga bisa bertemu presiden. Tapi kalau ditanya ngapain, saya tidak tahu juga. Jadi agak lucu situasinya waktu itu. Kemudian saya dengar memang Gus Dur gayanya lucu. Jadi sebetulnya dia berniat untuk mengangkat saya jadi juru bicara. Barangkali waktu itu adalah semacam interview dia melihat saya."
Akrab dengan Media sejak Kanak
Wimar Witoelar, kepala juru bicara demokrasi segala zaman, semenjak kanak-kanak hingga tua dan dalam rezim berbeda. Pada saat anak-anak (mulai usia 12 tahun) sudah senang bicara politik sama seperti anak muda usia 24 tahun. Sebaliknya, saat usianya hampir memasuki kepala enam, dia akrab dalam komunitas Friendster, yang umumnya adalah anak muda.
Semasa usia kanak-kanak, ia senang baca Si Kucung, Wimar sudah senang baca Time dan Newsweek. Pada saat mahasiswa, dia aktivis yang bersuara politik nyaring tak ubahnya seorang politisi dan pejuang demokrasi sungguhan.
Pada tahun 1978, bahkan memproklamirkan diri sebagai calon presiden alternatif sebagai reaksi nyata penolakan calon tunggal presiden.
Kiprah Komunikasi Publik
Kiprah Wimar begitu saja muncul sekonyong-konyong pada tahun 1994 di sebuah stasiun televisi swasta sebagai pemandu acara talkshow Perspektif. Disebut sekonyong-konyong, sebab ketika itu semua hal nyaris gelap dan tak jelas, tertutup oleh otoritarianisme rezim yang sedang berkuasa. Wimar tiba-tiba hadir dalam Perspektif mencerahkan setiap pemirsa. Ketika itu, ia adalah oase yang memberi kesegaran di padang gurun ketidakbebasan berpolitik secara demokratis.
Lewat setiap bintang tamu Perspektif, mulai dari seorang anak kecil yang sehari-hari bekerja sebagai joki three in one di kawasan pembatasan penumpang lalu lintas Jalan Sudirman-Thamrin Jakarta, hingga seorang guru besar seni rupa ITB Bandung Prof Sujoko, Wimar Witoelar secara santun tapi humoris dan tajam mampu mencelikkan mata hati demokrasi setiap orang bahwa bangsanya sesungguhnya tidaklah demokratis. Baik itu di bidang politik, ekonomi, hukum, social dan budaya. Termasuk tak demokratis di bidang bahasa yang larut dicemari jargon dan slogan tak bermutu.
Simbol Perlawanan: Perspektif
Wimar lewat Perspektif menjadi simbol perlawanan politik dari seorang penganut paham citizen politician. Wimar yang gemar nonton sepakbola, itu ibarat seorang diri di lapangan kosong menjadi penyerang tengah yang hendak membobol gawang keterkungkungan demokrasi atas nama politik ekonomi pembangunan.
Wimar secara satire hadir membuka buruk rupa rezim Orde Baru lewat dialog-dialog hangat Perspektif. Tak banyak yang tahu bahwa Wimar sedang mengkritisi rejim yang sesungguhnya dahulu ikut didirikannya.
Awalnya Bangga Pak Harto
Wimar awalnya bangga dan berharap Soeharto mampu menyelesaikan keterpurukan bangsa pasca era Bung Karno. Wimar lalu terlibat aktif mendirikan Golongan Karya di Bandung dengan cara memobilisasi mahasiswa.
Wimar menyebutkan merasa perlu mendukung pemerintahan Orde Baru di awal-awal kebangkitannya, karena Soeharto dilihatnya masih lurus dan mau mendengarkan pendapat orang banyak.
Pria bernama lengkap Wimar Jartika Witoelar, ini selalu tampak nyentrik, jenaka dan cerdas. Tampilan fisik tubuh tambunnya yang dibalut dengan rambut keriting yang totally kribo, makin lebih memberi kesan berbeda dan menarik perhatian.
Tampilan dan setiap kata-katanya sungguh atraktif memunculkan isi hati dan pikiran cerdasnya.