WHO Sebut Larangan Bepergian Tak Efektif Hindari Corona
Menyebarnya wabah virus corona ke sedikitnya 24 negara membuat banyak negara menerapkan larangan bepergian. Bentuknya berupa melarang warganya pergi ke China, atau menolak kedatangan warga China, dan orang asing jika memiliki riwayat bepergian ke Wuhan.
Namun, strategi ini menurut badan kesehatan dunia (WHO) malam berpotensi memperparah penyebaran wabah, dan tidak efektif untuk mencegah penyebaran. "Larangan berpergian bisa menyebabkan banyak keburukan dibanding kebaikannya. Larangan akan membatasi sebaran informasi, rantai suplai medis, serta buruk untuk perekonomian," kata WHO, pada Jumat, 1 Februari 2020.
WHO sendiri merekomendasikan agar negara menggunakan alat screening di setiap perbatasan negara. WHO juga memperingatkan jika penutupan batas negara akan meningkatkan menyebaran virus, lantaran traveler berupaya masuk ke dalam satu negara dengan cara ilegal.
Selain WHO, China banyak melempar kritik terkait kebijakan berbagai negara yang melarang warganya masuk, dan menutup pintu perbatasan. Menurut China, sikap negara tersebut membangkang petunjuk resmi dari WHO.
Hingga saat ini, sejumlah negara telah menerapkan larangan bepergian dan larangan masuk bagi warga asing yang baru saja mengunjungi China, seperti Amerika Serikat, Australia, dan Singapura. Selandia Baru dan Israel melarang masuk bagi warga asing yang baru saja berkunjung ke pulau utama China. Sedangkan, Jepang dan Korea Selatan melarang masuk warga asing yang baru saja berkunjung ke Hubei. Indonesia dan Malaysia menangguhkan kemudahan visa kunjungan bagi turis asal China, diterjemahkan dari BBC.
Hingga 2 Februari 2020, sedikitnya 24 negara telah mengkonfirmasi virus corona di negaranya. Jepang dengan 20 kasus, Thailand 19 kasus, Singapura 18 kasus, Korea Selatam 15 kasus, Australia 12 kasus, Taiwan 11 kasus, Malaysia 8 kasus, Amerika Serikat 8 kasus, Jerman, 8 kasus, Vietnam 7 kasus, Prancis 6 kasus, Uni Emirat Arab 5 kasus, Kanada 4 kasus, Italia, Inggris, india, Filipina, Rusia masing-masing 2 kasus, sedangkan Kamboja, Finlandia, Nepal, Sri Lanka, Spanyol, dan Swedia masing-masing 1 kasus.