Tempe? Whattt? KBRI Washington Promosikan Indonesia Lewat Tempe
Mempromosikan dan mengenalkan Indonesia bisa dilakukan lewat banyak cara. Di antaranya dengan mengangkat makanan khas Indonesia, tempe. Asyekkkk, dan itulah yang dilakukan oleh KBRI Washington.
Ini yang sering disebut Menpar Arief Yahya sebagai prinsip Indonesia Incorporated. Semua lini, semua kementerian dan lembaga berkolaborasi untuk mempromosikan pariwisata Indonesia, dengan cara mereka. “Ke depan, sinergi seperti ini akan semakin dibutuhkan,” ungkap Menteri Arief Yahya.
Dari Washington, Budi Bowoleksono, Dubes RI untuk Amerika Serikat menjelaskan pada 7 November 2017, KBRI Washington memberi dukungan kepada Amadeus Driando Ahnan dari Indonesian Tempe Movement (ITM) dalam memenuhi undangan untuk berbicara di Harvard Business School mengenai manfaat Tempe.
Menurut Budi, dukungan ini merupakan satu sinergi yang strategis untuk mendukung promosi Tempe sebagai produk budaya Indonesia dalam keseharian masyarakat Amerika Serikat. Sinergi ITM dengan KBRI Washington D.C. telah berlangsung dalam beberapa bulan terakhir dengan hasil yang sangat baik.
“Pada bulan September 2017, kerja sama kedua belah pihak pada pelaksanaan DC Vegan Festival berhasil menarik lebih dari 1.350 pengunjung untuk menikmati kelezatan Tempe. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah mendapat manfaat kesehatan dari tempe, serta memberikan pemahaman tentang Indonesia” lanjut Dubes Budi.
Amadeus Driando Ahnan atau Ando adalah pendiri dan koordinator Indonesian Tempe Movement (ITM). Ando diundang sebagai pembicara di Harvard Business School, Boston, Massachusetts, AS, kemarin. Ando, mahasiswa S3 Food Science di University of Massachusetts, memberikan sesi berjudul Why Would “Food for the Poor” Tempe Matter for Global Health dalam pertemuan Harvard Global Health Shared Interest Group.
Ini adalah komunitas akademisi Harvard lintas bidang yang memiliki minat mengenai kesehatan global. Sekitar 20 anggota komunitas terdaftar dalam kegiatan tersebut. Dalam kesempatan diskusi bersama para mahasiswa dan peneliti dimaksud, Ando membagi pengalaman ITM sebagai gerakan non-profit dengan tujuan memberikan akses masyarakat terhadap makanan sehat, ramah lingkungan, dan terjangkau. Ando menekankan bahwa tempe bukan hanya sekadar makanan asli Indonesia namun juga membawa nilai-nilai dan local wisdom Indonesia.
Tempe di Indonesia, kata Ando, mempunyai nilai budaya yang tinggi. Meskipun demikian, masih terdapat orang yang menganggap tempe adalah makanan orang tidak mampu, padahal sebetulnya makan ini adalah solusi bagi pemerintah dalam memberikan akses makanan bergizi untuk rakyatnya.
Ando menjelaskan bahwa tempe mempunyai kandungan protein yang hampir sama dengan daging sapi, namun lebih sehat karena tidak mengandung lemak jenuh ganda. Tempe lebih ramah lingkungan karena dalam proses produksinya hanya dibutuhkan 10% dari energi yang dibutuhkan untuk memproduksi daging sapi.
“Di Amerika Serikat, Tempe dijual seharga $1,99 untuk 8oz, sementara satu potong steak daging sapi bisa seharga lebih dari 7 dolar” ujar Ando.
Sesi interaktif yang berlangsung selama 90 menit tersebut menarik antusiasme peserta untuk mendengar secara langsung pengalaman memulai dan mengembangkan gerakan ITM. Disebutkan bahwa gerakan ini juga bertujuan untuk memberikan kontribusi bagi kesehatan global. ITM menjadi contoh organisasi yang unik karena memadukan unsur ilmiah, budaya, seni, dan bisnis sosial dalam pelaksanaannya.(*)
Advertisement