Kubah baja yang memayungi Museum Abu Dhabi ini terdiri dari 4 lapis kerangka baja, berupa ribuan pola geometris yang ukurannya berbeda2. Tujuannya cuma satu: untuk mendapat "Hujan Cahaya" matahari yang berlimpah di pulau buatan Saadiyat itu (konon sebesar Paris). "Hujan Cahaya" dan desain museum yang menakjubkan itu adalah visi dan karya Jean Nouvel. Cahaya matahari akan jatuh di setiap sudut museum dalam bentuk berbeda2. Secara keseluruhan, museum yang meminjam nama Louvre Paris ini (dan untuk pinjam nama saja penguasa UEA membayar 500 juta dolar, untuk 30 tahun) bagai mengapung di lautan biru. Keindahannya seolah diburu untuk menghormati kebesaran karya2 yang akan ditampilkan di dalamnya.
Tak disebut berapa biaya pembuatannya. Tapi crane untuk membangun kubah itu saja beratnya 1.600 ton, dg lengan2 sepanjang 160 meter, dan komponennya dari Jerman harus diangkut oleh 90 truk. Dengan Louvre, Abu Dhabi memastikan bahwa ia akan menjadi kota budaya dan pendidikan (Yale, Sorbonne dll sudah punya kampus di sana), melengkapi Dubai yang didesain sebagai financial hub terpenting di Timur Tengah. UEA saya kita memang yang paling cemerlang di seluruh Timteng. Penguasanya mengerti bagaimana beriringan langkah dengan segala yang terbaik yang disediakan modernisme sekuler. Wisatawannya selalu beberapa kali lipat dari populasinya. Meski raksasa Timteng tetaplah Saudi, dan ia mulai menggeliat dan membuka mata sekarang, tapi UEA yang mini sudah meninggalkan Saudi puluhan langkah; dengan kualitas bandara yang bahkan merisaukan manajemen Changi. Pelabuhannya pun hebat2. Sepuluhan tahun lalu manajemen pelabuhan UEA memenangkan tender manajemen 6 pelabuhan besar Amerika. Ngaconya Amerika, kompetisi bisnis yang sudah berjalan dengan fair itu dibatalkan oleh Kongres -- mereka tak selalu siap bertarung di pasar bebas. Jika jalan UEA diikuti oleh semua negara Timteng (Qatar tampak yang paling setia meniru), tentu dunia akan sedikit lebih baik. (*) UEA UEA