Welcome Home, Mr President!
SEBENARNYA cerita ini sudah saya tulis dalam artikel-artikel terdahulu di website. Tetapi tidak apalah, saya ulangi lagi. Mumpung Pak Barack Obama baru tiba di Bali tadi Jumat (21/6) sore, dalam rangka ‘mudik’ lebaran di negeri yang diakuinya menjadi bagian dari dirinya. Dia memiliki alasan emosional yang kuat terhadap negeri ini.
Memiliki seorang ayah secara fisik dan emosional sekaligus satu-satunya dirasakannya di Indonesia, meski dengan ayah tiri, Soetoro. Ketika masa kecilnya 4 tahun di Jakarta, dia tinggal di Menteng Dalam, bermain dengan anak-anak kampung, berkelahi dan diajarkan cara bela-diri oleh sang ayah tiri.
Maka itu, ketika pertama kali menginjak tanah air keduanya –sebagai Presiden Amerika Serikat—pada saat berpidato di UI dia memulai dengan assalamualaikum, dan berbicara pendek dalam bahasa Indonesia yang masih dia ingat baik. “Pulang kampung nih,” yang disambut menggelegar oleh hadirin. Tentu saja dia masih ingat dengan nasi goreng, sate, bakso dan nasi goreng, dan bisa menirukan dengan baik gaya pedagang makanan jalanan itu.
Obama menggantikan George Bush Jr, ketika citra Amerika sedang di titik nadir bawah di Indonesia. Jelas, karena soal-soal Irak, Afghanistan dan Timur Tengah. Setelah kunjungannya ke Indonesia, nama baik Amerika melambung tinggi. Seketika saja. Personal touch memang sangat berarti dalam berdiplomasi dengan Indonesia, negeri terbesar Muslim se dunia. Luar biasa!
Tadi saya sebut ada dua kisah terkait Obama, ketika saya bertugas sebagai diplomat.
Pertama, karena saya menang taruhan, siapa yang akan memenangkan presiden di Amerika pada saat pertarungan Obama vs. John McCain. Teman saya, dubes Korea Selatan menyukai McCain, dan dia tahu saya suka dengan Obama, diaspora Indonesia yang sukses menjadi Senator. Lalu, sang dubes mengajak taruhan, dan tentu saja akhirnya terbukti dia kalah. Maka, saya pun ditraktir. Kami tertawa sambil berdiplomasi. Toh ini hanya guyonan para diplomat.
Kedua kalinya, ketika saya memimpin delegasi Indonesia untuk perundingan ASEAN Declaration on Human Rights. Salah satunya substansi yang dibicarakan adalah sistem pendidikan nasional. Semua negara tentu ingin menonjolkan sistem mereka, meskipun ada juga yang sedikit ‘maksa’.
Bicara soal pendidikan di negara-negara ASEAN, maka Singapore, Malaysia, Brunei, Filipina, Myanmar dan Thailand menyodorkan bukti-bukti kehebatan sistem pendidikan mereka.
Saya tahu, banyak masalah dalam sistem pendidikan kita. Kualitasnya juga beragam, ada yang berada di papan atas, namun lebih banyak berada di papan bawah. Tetapi, namanya diplomasi maka jangan sampai kita keok begitu saja. Harus ada perlawanan, meskipun saya tahu mereka punya poin-poin yang meyakinkan dan mengagumkan saya. Air muka harus seperti pemain ‘poker’ datar saja. Maka tibalah giliran saya bicara. Semua kawan-kawan diplomat ASEAN menunggu. Indonesia mau cerita apa sih soal superioritas pendidikan?
“Saya tahu negeri kalian hebat-hebat. Tetapi bukan berarti kami di Indonesia tidak mempunyai suatu kebanggaan jika berbicara tentang pendidikan,” kataku membuat pernyataan awal.
“Kalian pasti tahu siapa Obama, yang Presiden Amerika itu, bukan?”
“Beliau adalah produk sistem pendidikan kami. Meskipun beliau hanya 4 tahun bersekolah di sekolah dasar negeri di Jakarta, atau lulusan fourth grader, tetapi hasilnya beliau menjadi presiden.”
Saya ingin melanjutkan statement saya dengan mengatakan, jika lulusan kelas 4 SD di Indonesia bisa menjadi presiden di negara terhebat di dunia, bagaimana lagi dengan lulusan sarjananya?
Tetapi, diplomat itu harus pandai membuat pernyataan yang pas. Jangan lebai, nanti malah counter-productive. Pernyataan itu tidak saya ucapkan, karena sudah cukup.
Teman-teman diplomat ASEAN bengong, tetapi mereka tidak bisa membantah pernyataan saya. Ini suatu kemenanga diplomasi jika lawan kita tidak memiliki argumen menangkis pernyataan kita.
Berdasarkan informasi media, Presiden Barack Obama akan berpidato pada Kongres Diaspora, besutan Dubes Dino Djalal. Cocok, karena Obama menjadi contoh diaspora Indonesia yang paling top sekarang ini. Setelah liburan keluarga beliau akan bertolak ke Jakarta. Mudah-mudahan sempat napak tilas di kampungnya di Menteng Dalam dan SD Negeri Menteng No. 1 di jalan Suryo, jika main-main ke sawah tidak mungkin lagi. Lagian sudah tidak ada sawah di Jakarta Pusat ini.
Mudah-mudahan kehadiran Obama akan menginspirasi orang-orang Indonesia, di manapun mereka berada. Berintegritas dan jujur, konsisten, bekerja keras serta yakin pada kemampuan diri sendiri sudah menjadi keniscayaan untuk keberhasilan.
“Welcome home, Mr. President.”
*) Hazairin Pohan adalah diplomat karir yang pernah menjadi Dubes Polandia dan terakhir sebagai Direktur Eropa Tengah dan Timur Kementerian Luar Negeri RI. Dia juga pernah bertugas di PTRI di PBB New York.