Waspadai Sentimen Sektarian, Ini Pesan Alissa Wahid
Masyarakat sipil diminta untuk mewaspadai sentimen sektarian menjelang, saat, dan sesudah Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024. Isu keberagaman, setiap tahun politik menemukan tantangan.
Calon presiden, anggota legislatif, dan kepala daerah kerap membawa pesan paling mudah untuk menggerakkan pendukungnya, yakni agama dan suku.
Demikian dikatakan Direktur Jaringan Gusdurian Indonesia, Alissa Qotrunnada atau Alissa Wahid, dalam keterangannya, Kamis 11 Mei 2023. Menurut putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid, manusia melakukan banyak hal yang melebihi apa yang dia miliki demi mencapai kekuasaan atas nama Tuhan.
Alissa pun mengenang apa yang pernah dinyatakan ayahnya. Menurut dia, Gus Dur pernah mengingatkan bahwa Tuhan tidak perlu dibela.
"Yang perlu dilawan orang-orang yang menekan sesama dan kelompok minoritas atas nama Tuhan," kata Alissa, sebelumnya tampil dalam halal bihalal Jaringan Gusdurian bertema Merawat Keberagaman, Meneguhkan Kemanusiaan secara daring, Rabu malam, 8 Mei 2023.
Sentimen sektarian sebagai fenomena global
Sentimen sektarian kata Alissa Wahid tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan juga di tingkat global. Belum lama ini, Alissa menghadiri forum yang membahas agama dan pembangunan dunia di markas Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Amerika Serikat.
Dalam pertemuan itu, peserta mengakui agama sering digunakan untuk menebar kebencian.
Keserakahan segelintir orang yang punya kekuasaan semakin menebalkan kebencian dan kekerasan. Dampaknya kelompok minoritas menjadi terpinggirkan dan tertindas. Alissa mencontohkan kalangan minoritas yang hidup di suatu wilayah yang didominasi kelompok mayoritas harus mendapatkan izin dari mereka.
Selanjutnya, ingatkan para Capres untuk tak hanya kejar kepentingan politik. Alissa mengingatkan para capres agar tidak sekadar mengejar kepentingan, transaksi politik, dan kekuasaan, melainkan memikirkan kehidupan Bangsa Indonesia dengan berprinsip pada keadilan, keberagaman, perdamaian, dan kemanusiaan.
Putri sulung Gus Dur itu kembali menyerukan agar seluruh anggota Jaringan Gusdurian terus bergerak untuk merawat keIndonesiaan, merawat toleransi, dan menghapus diskriminasi tergahadap kelompok minoritas.
"Marahlah pada ketidakadilan dan penindasan. Tapi, lembut dan konsisten menjaga persaudaraan dan kemanusiaan," kata dia.
Selain menjadi Direktur Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid juga menjabat sebagai Ketua Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Sebelumnya, Alissa juga memastikan PBNU sebagai organisasi tidak akan terlibat dalam politik praktis, termasuk untuk mengusulkan nama tertentu untuk maju di kontestasi Pilpres 2024 meskipun nama sejumlah kadernya mencuat ke permukaan.
Jaringan Gusdurian
Jaringan Gusdurian, merupakan gerakan yang membawa prinsip ketauhidan, kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, dan persaudaraan. Salah satu nilai yang diusung adalah membela kelompok minoritas berbasis agama yang mengalami diskriminasi, misalnya persekusi dan serangan terhadap Ahmadiyah, Syiah, umat Katolik, Kristen, Buddha, Konghucu, dan penghayat kepercayaan.
Mereka juga pernah ikut membela petani Sukolilo Kendeng, Jawa Tengah yang berjuang melawan industri pabrik semen untuk mempertahankan kelestarian lingkungan.
Koordinator Sekretariat Nasional Jaringan Gusdurian, Jay Akhmad mengatakan jumlah komunitas jaringan Gusdurian dari tahun ke tahun makin bertambah. Kini ada 155 komunitas jaringan Gusdurian di seluruh Indonesia dan mancanegara. Selain komunitas, Jaringan Gusdurian juga beranggotakan individu yang punya nilai-nilai sama dengan yang diusung Gus Dur.
Tak ikut politik praktis
Jay menegaskan Jaringan Gusdurian tidak bergerak di wilayah politik praktis, tapi gerakan kultural yang mengakar ke masyarakat. Dia berharap pesta demokrasi kelak bertambah matang dan tidak memecah belah masyarakat sipil.
"Gusdurian harus bersiap bersih-bersih residu pesta demokrasi," kata Jay.
Halah bihalal itu melibatkan tokoh lintas agama yang mendaraskan doa yang berisi harapan agar masyarakat Indonesia tidak lelah berjuang menghadapi kebencian dan serangan terhadap keberagaman. Mereka juga memanjatkan doa untuk Gus Dur sebagai ikon keberagaman, perdamaian, dan kemanusiaan.
Tokoh agama dari Katolik, Kristen, Konghucu, Budha, Hindu, dan penghayat kepercayaan memimpin doa itu. Ada juga pembacaan puisi ciptaan Joko Pinurbo, WS. Rendra, Zawawi Imron, dan Inayah Wulandari Wahid.