Waspada Terhadap Covid-19 Bentuk Ketakwaan, Pesan Haedar Nashir
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, sikap waspada terhadap Covid-19 merupakan bentuk ketakwaan. Ia menyatakan keprihatinannya atas berlangsungnya pandemi Covid-19. Sekaligus, ia menyatakan belasungkawa kepada mereka yang menjadi korban.
Termasuk di antaranya tenaga kesehatan para medis, dokter di rumah sakit itu sekarang sedang menangani pasien yang melebihi kapasitas terutama di beberapa rumah sakit di kota-kota besar.
“Koban yang meninggal dari tenaga kesehatan saat ini sangatlah tinggi, termasuk dokter spesialis yang tidak mudah cara memperolehnya itu pergi dan dipanggil Allah karena covid ini dan mereka bertugas karena misi kemanusiaan,” ucap Haedar Nashir, dalam keterangan Senin, 11 Januari 2021.
Penambahan jumlah kasus baru positif Covid-19 mendapatkan lonjakan paling tinggi per harinya, yaitu sebanyak 10.617 pasien terkonfirmasi positif Covid-19. Data per 10 Januari 2021 menunjukkan jumlah terkonfirmasi positif covid-19 seluruh dunia telah mencapai 89,6 juta di 215 negara dan korban meningal dunia mencapai 1,93 juta.
"Sedang di Indonesia terkonfirmasi positif covid-19 sebanyak 808 ribu dan 23.753 korban meninggal dunia," kata Haedar, yang sebelumnya tampil dalam Resepsi Milad ke-108 Muhammadiyah PDM Probolinggo, Minggu.
Bagian dari Taqwa
“Waspada itu bagian dari taqwa wiqayah (menjaga) namanya. Jadi, salah satu sifat taqwa itu kewaspadaan. Ini bukan soal takut dan tidak takut terhadap virus, manusiawi kita harus takut karena memang virus ini ganas,” kata Haedar.
Menurutnya, orang yang segar bugar fisiknya, tubuhnya atletis dan usianya masih muda tidak ada jaminan dapat terbebas dari Covid-19.
“Oleh karena itu, kita perlu wiqayah (menjaga, memelihara). Juga jangan salah anggapan kenapa harus takut kepada virus, takutlah kepada Allah. Padahal takut kepada Allah itu juga harus takut kepada ancaman dari makhluk Allah termasuk virus,” lanjut Haedar dalam paparannya.
Lebih spesifik Haedar menjelaskan, takut kepada Allah termasuk harus takut terhadap ancaman makhluk Allah yang membahayakan diri dan tentu takutnya beda dengan takut kepada Allah.
“Takut dari ancaman Allah atau kejadian itu merupakan wujud dari tujuan syariah Islam kita, yaitu hifdun nafs(menjaga jiwa) yang merupakan bagian dari agama bukan urusan takut dan tidak takut seakan-akan kita tidak beragama,” kata Haedar.
Menurutnya menjaga dan memelihara diri termasuk bagian beragama dimana kita harus menjaga jiwa. Selain hifdz ad-din (menjaga agama) agar tetap tegak, lurus dan terawat dari penyimpangan.
Ketiga, kata Haedar kita harus hifdzul maaal (menjaga harta) yang merupakan hasil dari usaha dan jerih payah dari bekerja. Lebih perlu ditambah agar bisa berzakat, berinfaq dan bersedekah.
Kempat yang tidak kalah penting kata Haedar adalah hifdun nasl (menjaga keturunan) dengan merawat dan menjaganya dengan baik. Dan yang terakhir adalah hifdzul aql (menjaga akal) agar tetap sehat, waras , tidak menyimpang akal pikirannya, tidak terganggu tetapi juga dijaga agar selalu diberi asupan ilmu.
“Jadi, menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga harta, menjaga akal dan menjaga keturunan itu bagian dari agama. Bagian dari al umur ad-diniyah urusan ad-duniawiyah (urusan dunia) itu bagian dari urusan ad-diniyah (urusan agama). Dan itulah cirinya Islam tidak memisah-misahkan,” kata Haedar.
Karena itu, baginya penting warga masyarakat tetap hati-hati dan tetap menerapkan 3 M: menjaga jarak, memakai masker dan mencuci tangan dengan sabun dengan disiplin menjadi bagian dari agama sekaligus menjaga jiwa.
Advertisement