Waspada! Pengusung Radikalisme Manfaatkan Masa Pandemi COVID-19
Peneliti Senior Balitbang Kementerian Agama (Kemenag), Abdul Jamil Wahab mengingatkan, ada isu yang membahayakan negara, yakni radikalisme. Sayangnya, di tengah penyebaran pandemi COVID-19 ini, seluruh elemen baik pemerintah maupun masyarakat fokus pada isu sosial, ekonomi, dan keuangan.
Abdul Jamil Wahab menjelaskan, para pengusung radikalisme bisa mengambil keuntungan dari situasi wabah saat ini, dengan menyebarkan pengaruhnya kepada masyarakat.
Menurut Abdul, semua pihak tidak boleh abai dengan isu radikalisme ini. Karena dapat mengancam ideologi dan keamanan negara.
"Kita tidak boleh abai, harus selalu meningkatkan kewaspadaan pada hal yang mengancam keamanan, apapakah itu radikalisme, terorisme, narkoba dan bahaya lainnya," kata Abdul, dalam keterangan Kamis, 23 April 2020.
Abdul menilai, aksi radikalisme ini tidak mudah dihilangkan. Karena dalam konsepnya, kelompok radikalisme ini bertopeng agama dengan tujuan mengganti ideologi negara.
"Mereka punya motif bagaimana mengganti pancasila dengan ideologi yang mereka yakini yaitu khilafah islamiyah," kata Abdul Jamil, yang sebelumnya tampil dalam siaran Radio PRFM 107.5 News Channel.
Kelompok radikalisme kata dia, bisa mengambil peluang untuk menyebarkan pemahaman mereka dengan memunculkan persepsi bahwa pemerintah gagal menangani pandemi corona.
Kebijakan pemerintah dengan membatasi aktivitas warga yang berimbas pada ekonomi juga bisa digunakan untuk memberi persepsi kepada masyarakat bahwa kebijakan pemerintah lemah.
Pembatasan aktivitas keagamaan juga kata dia, bisa dimanfaatkan kelompok radikalisme untuk mempersepsi masyarakat terutama umat muslim, bahwa kebijakan tersebut merugikan umat Islam.
Hal senada diungkapnya Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center, Ken Setiawan.
Ken mengatakan, kebijakan pemerintah yang kurang tepat dalam penanganan pandemi Covid-19, salah satunya tidak terkodirnirnya dengan baik dalam membagikan bantuan kepada masyarakat bisa digunakan sebagai peluang kelompok radikalisme untuk menyebarkan pahamnya.
Kelompok radikalisme kata dia, memanfaatkan lemahnya penanganan Covid-19 sebagai kelemahan sistem negara.
Dengan begitu mereka bisa menyebarkan pemahaman bahwa ideologi yang mereka anut lebih baik dalam menangani corona.
"Ujungnya mereka sampaikan bahwa penanganan pemerintah terhadap Covid salah, ada yang salah dengan sistem yang dipakai negara. Pokoknya sistem itu harus diubah dan satu-satunya solusi adalah dengan negara Islam/ khilafah Islam" kata Ken.
Aparat diminta waspada karena aksi terorisme belakangan ini dinilai baru awalan saja, puncaknya adalah di bulan ramadhan, sebab kelompok teroris meyakini aksi amaliah membunuh orang kafir/ aparat dibulan ramadhan akan mendapat pahala berlipat ganda.
Bila tidak diatasi dengan baik, Ken khawatir Kejadian konflik tahun 1998 bisa terulang kembali.
Pengamat Keamanan Internasional dari Universitas Indonesia, Aisha Kusumasomantri mengatakan, ancaman radikalisme dan terorisme tidak akan hilang. Ia meminta negara jangan lengah terhadap ancaman tersebut.
Disamping menangani Corona, pemerintah kata dia juga harus fokus pada isu radikalisme.
"Kalau kita perhatikan, negara mengalokasikan seluruh sumber daya untuk memerangi wabah, baik itu dibidang pengamanan, ekonomi, pendidikan, dan riset," kata Aisha.
"Itu membuka peluang negara lengah, dan kemungkinan ada aksi terorisme," katanya.