Waspada Pasien Sembuh COVID-19, Masih Berpotensi Long Covid-19
Hasil penelitian dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia menunjukkan setelah empat pekan sejak mulai merasakan gejala Covid-19 sampai dinyatakan negatif, ternyata masih timbul gejala sisa yang disebut Long Covid. Pasien Covid-19 perlu mewaspadai hal ini, meski gejala Long Covid bisa diatasi secara medis.
Kepala Pembinaan Fungsi Rumah Sakit Bhayangkara R. Said Sukanto, Kombespol dr. Yahya spesialis paru, memaparkan 53,7 persen pasien merasakan gejala Long Covid selama satu bulan, sebanyak 43,6 persen selama 1-6 bulan, dan 2,7 persen lebih dari 6 bulan.
“Gejala Long Covid dimulai dari pelemahan fisik secara umum, sesak napas, nyeri sendi, nyeri otot, batuk, diare, kehilangan penciuman, dan pengecapan.” terangnya dalam Dialog Produktif bertema Long Covid, Kenali dan Waspadai yang adakan KPCPEN dan ditayangkan di FMB9ID IKP, Kamis 3 Juni 2021.
“Kemudian secara demografi, pasien laki-laki juga lebih besar peluangnya terkena efek Long Covid. Salah satu alasannya karena gaya hidup merokok. Biasanya juga pasien Covid-19 yang bergejala berat atau mungkin yang berhasil sembuh setelah dibantu ventilator memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk menderita Long Covid ini,” tambahnya.
Dokter Yahya menekankan salah satu faktor penting dari gejala Long Covid dipicu juga oleh kondisi psikologis pasien. Kata dia, kelemahan seseorang misalnya gampang cemas, gampang depresi, ini malah membuat seseorang bisa menderita Long Covid. Pada saat perawatan maupun saat isolasi mandiri, apabila pasien merasakan gejala-gejala Long Covid setelah dinyatakan sembuh, diharapkan pasien terus berkonsultasi kepada dokter.
Prof. Dr. drh. I Gusti Ngurah Kade Mahardika, ahli virologi Universitas Udayana menjelaskan mengapa ini bisa terjadi dalam tubuh pasien. Kata dia, semua jaringan tubuh manusia bisa terinfeksi virus Covid-19 ini. Jadi Long Covid ini membuat pasien berisiko kerusakan jaringan tubuh dalam jangka panjang hingga menyebabkan gangguan respon imun dan gangguan saraf.
"Karena itu mohon jangan lagi menganggap remeh penyakit Covid-19 ini,” pesannya.
Cahyandaru Kuncorojati, penyintas Covid-19 menceritakan bahwa selain mengganggu kesehatan fisik, Covid-19 ini benar-benar menyerang secara psikologis seperti yang diterangkan dr. Yahya.
Cahyandaru bercerita saat dirawat bersama istri dan dua anaknya yang masih kecil, dia selalu memikirkan anaknya.
"Saya bertekad untuk segera sembuh agar anak saya yang masih usia dua tahun dan satu lagi tujuh bulan bisa segera saya pantau juga kesembuhannya,” katanya.
Setelah dinyatakan negatif, gejala Long Covid berupa kehilangan penciuman dan pengecapan juga dialami Cahyandaru selama kurang lebih satu bulan.
"Berangsur-angsur mulai kembali tapi sampai sekarang indra penciuman saya tidak setajam dulu lagi,” kisahnya.
Untuk mengatasi masalah ini, kata dokter Yahya pasien yang kehilangan kemampuan penciuman dan pengecapan memang perlu dibangkitkan lagi sensitivitasnya seperti mencium bau-bau yang sangat menyengat seperti minyak kayu putih dan parfum yang sangat harum. Ini perlu dilatih setiap hari agar pulih secepatnya.
Selain itu, masyarakat juga perlu diingatkan bahwa meskipun sudah divaksinasi, peluang tertular Covid-19 masih ada.
“Vaksin ini utamanya adalah untuk menurunkan gejala berat dan risiko kematian akibat terjangkit Covid-19. Artinya semua yang sudah divaksinasi masih berisiko terinfeksi, hanya saja jumlah virus yang menginfeksi jauh lebih sedikit daripada orang yang belum divaksinasi,” ujar Prof. Mahardika
Dokter Yahya juga menambahkan, di lapangan kadang menemukan pasien yang sudah divaksinasi dosis lengkap tapi tetap bisa tertular Covid-19, tapi dengan gejala yang sangat ringan dan masa rawatnya juga singkat. Itulah kelebihannya kalau divaksinasi lengkap.
“Memang betul masyarakat harus terus menjaga protokol kesehatan karena saya juga sudah mendapat vaksin COVID-19 dosis pertama pun bisa tertular Covid-19. Tapi setidaknya kita bisa terhindar dari sakit berat dari Covid-19 apabila sudah terlindungi vaksin,” tutup Cahyandaru.
Advertisement