Waspada! Hilangnya Substansi Agama, Munculnya Pemahaman Dangkal
Menurut sosiolog agama dari Universitas Georgetown, Jose Casanova menyebut, di era modern-post modern umat beragama menagalami privatisasi dalam beragama. Jika dahulu fatwa termasuk sangkut paut urusan agama disampaikan oleh otoritas spesialis, kini otoritas tersebut diterabas.
Wawan Gunawan Abdul Wahid, Anggota Devisi Fatwa dan Pengembangan Tuntunan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah menjelaskan, jika dahulu orang bisa disebut ustaz, ajengan, atau kiai, itu membutuhkan waktu bertahun-tahun hingga menjadi ahli dan berani untuk berfatwa. Tapi di era sekarang, orang bisa jadi ustaz, ajengan dan kiai dengan tiba-tiba.
“Orang bisa menjadi ahli dalam beragama karena dengan tangannya, bisa mencet dan mencari apapun dan menguasainya dengan begitu rupa dan kemudian dia menjadi ustaz. Lalu meramaikan belantika pasar keagamaan,” tuturnya dalam Pengajian Ramadan PW Muhammadiyah DIY.
Pada era ini juga ditandai dengan hilangnya keahlian, yang oleh Tom Nichols disebut dengan “The Death of Expertise” atau matinya kepakaran. Era ini seakan semua orang menjadi ahli, termasuk ahli dalam beragama. Sisi positifnya menurut Wawan adalah muslim bisa mandiri dalam belajar ilmu agama, tapi sisi negatifnya adalah pakem tahap pembelajaran tidak ditempuh.
“Meskipun orang dengan kecerdasaannya bisa melakukan itu, tapi contoh seorang secerdas Imam Muhammad bin Idris As Syafi’I pun memerlukan Imam Malik,” imbuhnya
Fenomena pemahaman agama yang dangkal ini kemudian menimbulkan pandangan-pandangan bias, seperti keluarnya pernyataan di masa pandemi covid-19 “seorang muslim harus lebih takut kepada Allah dari pada dengan virus”.
Wawan Gunawan menegaskan, munculnya pandangan ini karena pemahaman agamanya pada tingkat banal, dan tidak memahami substansi agama.
Padahal, lanjut Wawan Gunawan, memang benar sebagai muslim harus takut kepada Allah SWT, akan tetapi dalam menjalankan perintah agama juga harus memperhatikan aspek keselamatan jiwa. Menurutnya, hifdzu din (menjaga agama) itu penting dan wajib, tapi pada saat yang sama hifdzun nafs (menjaga jiwa) juga harus tetap dilaksanakan.
Umat Islam hendaknya terus meningkatkan keberagamaan dan keilmuan. Hal ini merujuk kepada salah satu makna Islam, yaitu as sulam yang artinya tangga. Sementara itu, menghadapi disrubsi dan pandemi, Wawan Gunawan mengajak kepada masyarakat muslim untuk selalu dinamis. Serta harus dihadapi dengan pandangan keislaman yang tawasuth, moderat, dan berkemajuan.
Advertisement