Waspada! Banjir Bandang Bondowoso Bisa Terjadi di Banyuwangi
Banjir bandang yang terjadi di Banyuwangi berpotensi juga terjadi di Banyuwangi. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan BPBD, banjir bandang di Bondowoso itu, berisi material bekas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di sekitar Gunung Ijen.
Kebakaran hutan dan lahan di sekitar Gunung Ijen terjadi pada Oktober 2019 lalu. Gunung Ijen memang beririsan antara Banyuwangi dengan Bondowoso.
"Analisis kami, material yang mengalir ke Sempol yang berada di TWA (Taman Wisata Alam) Kawah Ijen. Kalau dilihat dari material yang mengalir, hitam, kemudian kayu-kayu kecil yang kemungkinan bisa terjadi di Banyuwangi," kata Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Banyuwangi, Eka Muharam, Sabtu, 1 Februari 2020.
Eka Muharam menyebut, bencana itu terjadi karena memang curah hujannya cukup tinggi. Di Bondowoso, kata dia, memang curah hujannya lebih dari 200 mm. Sedangkan Banyuwangi curah hujannya masih di bawah 150 mm.
"Ketika curah hujan lebih dari 300 mm kajian kami itu berpotensi terjadi di Banyuwangi," tegasnya.
Adapun titik rawan potensi banjir bandang ini cukup banyak. Karena di Banyuwangi banyak sungai yang kering dan pasif. Sungai kering dan pasif ini biasanya tidak bernama. Seperti sungai yang melewati Gombengsari, sungai yang melewati wilayah Kalipuro.
"Itu kemudian bermuaranya di sungai yang ada di Lateng yang di Sobo, Kalibagong. Itu nanti mengalirnya ke sana. Sungai Kalibendo juga berpotensi mengalirkan material itu," bebernya.
Sebagai langkah antisipasi, kata Eka Muharam, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi sudah melakukan kesiapsiagaan. Menurutnya, saat ini masih belum memungkinkan melakukan mitigasi. Sebab mitigasi butuh waktu yang panjang.
Kebakaran hutan kemarin, terjadi pada Oktober ke November 2019. Sehingga waktu dua bulan tidak cukup untuk melakukan mitigasi.
Dia menyebut langkah kesiapsiagaan sudah dilakukan. Sebagai contoh, Dinas PU Pengairan sudah melakukan perencanaan untuk menormalisasi sungai. Tapi menurutnya persoalan banjir bandang ini bukan semata-mata persoalan sungai saja, tapi juga persoalan lingkungannya.
"Untuk pemulihan lingkungan agar lahan terbuka bisa kembali menjadi catchment area butuh puluhan tahun. Karena luasannya yang sangat luas. Lahan yang terbakar yang kemudian terjadi perubahan fungsi lahan sehingga butuh lebih dari 5 tahun untuk melakukan pemulihan lingkungan," tegasnya.
Eka Muharam menyebut, tidak ada alat peringatan dini untuk bencana banjir bandang. Namun menurutnya, karena banjir bandang umumnya terjadi di sekitar aliran sungai, masyarakat yang bermukim di tepi sungai umumnya sudah paham dengan tanda-tanda alam.
"Cuma memang, upaya penyelamatan barang memang mengalami kesulitan. Kita berdoa itu tidak terjadi di Banyuwangi. Walaupun potensi itu ada," pungkasnya.
Advertisement