Wasiat Kiai Djamal: Pelajari Keteladanan Hidup Sahabat Nabi
KH Mohammad Djamaluddin Ahmad, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Muhibbin, Tambakberas Jombang. Pengasuh Pengajian Kitab Al-Hikam, yang digemar masyarakat, telah wafat Kamis, 24 Februari 2022.
Selain menyampaikan materi tasawuf dalam setiap pengajian, Kiai Djamal tak lepas dari pesan-pesan khusus kepada masyarakat secara luas.
Dalam suatu pengajian di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Kiai Djamal memaparkan teladan dua Khulafaur Rosyidin, Umar Ibn Khattab dan Umar ibn Abdul Aziz. Kendati jarak masa dua khalifah tersebut terpaut jauh, namun mereka memiliki hubungan darah.
Menurut beberapa ulama Umar ibn Abdul Aziz adalah khalifah pengganti Rasulullah yang ke-5. Dalam pemaparan Kiai Jamal, beliau menggambarkan kedua sosok tersebut adalah pemimpin umat yang totalis dan sederhana.
Seluruh kekayaan negara, dikembalikan kepada yang berhak, untuk kemaslahatan, kesejahteraan, dan kemakmuran rakyat.
Kiai Djamal menceritakan bagaimana Umar ibn Khattab melakukan lawatan ke Syam (sekarang Suriah) dengan menggunakan satu unta dan seorang budak. Setiap satu pos, Khalifah Umar bergantian dengan budaknya, naik di atas unta dan turun untuk memegang kendali.
Sekaliber khalifah, pemimpin negara dan pemerintahan Islam ketika itu, bukan tidak mungkin bisa mendapatkan fasilitas penuh dalam melakukan tugas negara, semisal ditandu, diiringi pasukan bersenjata, dan lain sebagainya.
Namun, dengan kesederhanaan Umar, kesadarannya atas posisinya sebagai pelayan rakyat benar-benar diaplikasikan dan menghibahkan dirinya menjalankan tugas.
"Begitu juga Khalifah Umar ibn Abdul Aziz. Beliau yang walaupun merupakan keluarga kerajaan, sejak kecil di didik ayahnya Abdul Aziz bin Marwan, saudara Khalifah Abdul Malik bin Marwan untuk mencintai ilmu dan tidak menghambakan diri dari keduniaan, termasuk jabatan. Tak pernah terbersit dalam hatinya, menaruhkan dirinya dalam bursa pertarungan parlemen menjadi Khalifah. Namun apa daya, saudara sepupunya, Sulaiman bin Abdul Malik, memintanya menjadi menjadi pengganti.
"Bukan seperti pejabat sekarang yang hura-hura dan euforia merayakan kemenangan, Umar ibn Abdul Aziz malah menangis dan tak henti-hentinya menangis. Setelah menjadi khalifah pun, beliau dan istri berjuang untuk rakyat, meninggalkan kepentingan pribadi dan keluarga. Tanpa istana, tanpa kursi megah, hanya rumah sederhana dengan satu lampu dan beberapa baju. Adakah pemimpin sekarang yang demikian?"
Demikian pesan penting Kiai Djamaluddin Ahmad. Pengasuh Pesantren Al-Muhibbin Tambakberas Jombang ini, wafat pada Kamis, 24 Februari 2022. Tentu, dengan wafatnya tokoh tarekat ini menyisakan kenangan di hati umat dan nasihat-nasihatnya terus menjadi pengingat dalam menjalani kehidupan.
Perjalanan Hidup
KH Moh. Djamaluddin bin Achmad bin Hasan Mustajab bin Hasan Musthofa bin Hasan Mu’ali. Lahir pada tanggal 31 Desember 1943 di kampung kedungcangkring Desa Gondanglegi, kecamatan Prambon, Kabupaten Nganjuk. Ayah beliau bernama Achmad bin Hasan Mustajab dan Ibunya bernama Hj. Mahmudah.
Anak ketiga dari empat bersaudara. Pada tahun 1965 berangkat ke pondok pesantren Tambakberas Jombang. Saat itu, ia masuk Madrasah Ibtidaiyyah duduk di kelas 2 dan di pertengahan tahun beliau langsung masuk kelas 3. Pada tahun 1959 beliau tamat MI kemudian masuk Mu’allimin. Karena kepandainnya, beliau lulus dari Muallimin lebih cepat.
Saat masih duduk di kelas 3 sudah diperintah KH. Fattah untuk mengajar di Madrasah Wajib Belajar (MWB) di lingkungan pondok Tambakberas Jombang.
Djamal muda juga mengajar di salah satu pondok putri milik KH. Fattah yakni Pondok Pesantren Putri Al-Fathimiyyah dan mengajar di salah satu pondok putra yang sekarang diberi nama Pondok Induk Tambakberas Jombang. Pada tahun 1965 beliau meneruskan untuk mondoknya di Salatiga dan di Lasem.
Saat mondok di Lasem, Kiai Djamal kembali menjadi kepercayaan, dan mendirikan organisasi santri yang meliputi: Jam’iyyatul Qurro’ wal Huffadz, Bahtsul Masa’il, Jam’iyyah Dzibai’yyah dan olahraga badminton, volly, dan pencak silat.
Dua tahun kemudian, ia dipercaya lagi untuk dijadikan sebagai lurah pondok di sana, setelah itu banyak kiai yang mengaji di beliau. Setelah selesai nyantri di Lasem beliau berkeinginan untuk meneruskan mengaji di Demak.
Sebelum berangkat, Kiai Djamal mendapat sepucuk surat dari sang Ibu yang berisi “Nak, pulanglah, Ibu rindu”, seketika itu beliau langsung menangis, karena bingung mau memilih ibunya atau belajarnya.
Pada akhirnya Kiai Djamal sowan ke Kiai Baidlowi Lasem kemudian Kiai Baidlowi mengatakan “Nak, anak yang baik itu berbakti kepada kedua orangtuanya”, setelah itu Kiai Djamal pulang, dan saat pulang itu beliau tidak memberitahu KH. Fattah, akan tetapi saat itu KH. Fattah mengetahuinya dan beliau niat untuk mengakadkan K.H. Djamaluddin Achmad dengan putrinya.
Tidak lama setelah menikah, Kiai Djamal mempunyai pesantren sendiri di Jombang dan diberi nama Al-Muhibbin yang sekarang diasuh oleh putra beliau yang bernama K.H. Moh. Idris Djamaluddin.