Wasiat KH Zainuddin Djazuli: Enam Syarat Meraih Ilmu Berkah
Wafatnya KH Ahmad Zainuddin Djazuli, menyisakan duka mendalam umat Islam, khususnya warga Nahdliyin. Pengasuh Pondok Pesantren Al-Falah Ploso Kediri, wafat pada Sabtu 10 Juli 2021 siang. Almarhum menghadap ke Rahmatullah dengan tenang di masa pandemi Covid-19.
Sejak beberapa tahun terakhir, Kiai Zainuddin Djazuli memang dalam perawatan intensif. Meski dalam kondisi kurang sehat, almarhum selalu tampil di depan umat bila di pesantrennya maupun kegiatan NU. Meskipun kerap tampil di atas kursi roda.
Beberapa kali masuk rumah sakit, Kiai Zainuddin Djazuli tetap semangat dalam berjuang di tengah umat Islam. Bahkan, dalam kondisi sakit itu pula sejumlah tokoh masyarakat tetap memintanya untuk memberi nasihat bagi kemajuan masyarakat dan dakwah Islam.
KH Zainuddin Djazuli seorang di antara tokoh pesantren yang menjadi rujukan di lingkungan NU. Duduk di jajaran Syuriah PBNU, juga di PWNU Jawa Timur. Dalam kehidupan bermasyarakat, Kiai Zainuddin Djazuli menjadi tempat meminta nasihat sejumlah pimpinan di Jawa Timur. Sejak masa kepemimpinan Gubernur Jawa Timur, Basofi Sudirman, Imam Utomo, Soekarwo hingga Khofifah Indar Parawansa.
Nasihat-Nasihat Penting bagi Santri
Dalam kesempatan penting, Kiai Zainuddin Djazuli tak lupa memberi nasihat-nasihatnya. Tak terkecuali pentingnya para santri untuk meraih ilmu yang berkah. Hal itu diingatkan Kiai Zainuddin, terkait dengan maraknya belajar agama secara instan, terutama melalui dunia maya atau internet.
"Belajar agama tidak bisa dilakukan dengan cepat, melainkan dengan proses.
“Nah, sekarang coba kiai mana yang instan-instan kaya begitu, apa ada? Apa ada kiai mondok cuma seminggu? 'Kan tidak ada," tuturnya.
"Abah saya (Kiai Djazuli Ustman, almaghfurlah) dulu pertama mondok di Gondang Legi, disana khatam kitab Ajjurrumiyah, terus pindah ke Mojosari, di sana 7 tahun, terus lanjut ke Makkah selama 3,5 tahun. Waktu di Makkah beliau di kasih kitab Dalailul Khairat oleh Habibullah asy-Syintiqiti, sambil diberi pesan agar nanti kalau mencarinya, carilah di tempat ini.
"Ternyata ketika dicari malah menemukan kabar bahwa Habibullah asy-Syintiqiti sudah meninggal 200 tahun yang lalu. Kalau mau ke Madinah, semua kitab disimpan rapi, hanya kitab dalail yang dibawa, beliau jalan kaki dari Makkah ke Madinah selama satu bulan.
"Santri sekarang apa ada yang sampai tirakat seperti itu. Dulu jalannya masih padang pasir, tiap kali berhenti istirahat di dalam pasir, hanya kelihatan wajahnya saja di permukaan. Seperti itu riyadhah Abah saya. Di Madinah ditangkap oleh Belanda lalu dipulangkan ke Indonesia hanya memakai kaos dan celana serta hanya membawa kitab dalail. Setelah itu Abah masih mondok lagi di Termas setengah tahun.
"Yaa.. bisa dilihat barakahnya, bisa bangun Pondok Al-Falah seperti ini. Sekarang kalau cari yang instan gak ada, yang instan namanya martabak dan mie."
Dari Ta'limul Muta'alim
Dalam mencari dan belajar ilmu terutama ilmu agama memang tidaklah cepat dan instan seperti (dawuh Kiai Dien tersebut), "akan tetapi butuh akan kesabaran dan waktu yang lama." Hal ini selaras dengan Syaikh Azzarnuji di dalam kitabnya Ta’limul Muta’alim yang menuliskan sebuah syair dari Sayyidina ‘Ali Kw., beliau mengatakan:
ألا لا تنال العلم إلا بستة * سأنبيك عن مجموعها ببيان
ذكاء وحرص واصطبار وبلغة * وإرشاد أستاذ وطول زمان
Engkau tak mampu peroleh ilmu tanpa enam (syarat). Berikut aku jelaskan padamu: (1) Cerdas, (2) Semangat, (3) Sabar, (4) Bekal, (5) Petunjuk guru, dan (6) Waktu yang lama.
Setia Mengajar hingga Akhir Hayat
KH Zainudin Djazuli atau biasa akrab dipanggil Gus Dien adalah salah satu pengasuh Pesantren Al Falah Ploso Kediri. Putra Kiai Djazuli Utsman, yang tak lain adalah saudara kandung dari Gus Miek (KH Chamim DJazuli, almaghfurlah).
KH. Zaenudin Djazuli merupakan sosok kiai yang sangat padat dalam mengajar, dalam sehari bisa mengajar 5 pelajaran di pesantren. Bakda subuh, Gus Dien mengajar Kitab Asymuni Sarah Al fiyah (ilmu lughot). Sore mengajar Kitab Fathul Qorib (fiqih), Kitab Ta'lim (moral), Kitab Bidayah (tasawuf dasar), dan Ba'da Maghrib mengajar Kitab Ihya' Ulumuddin (tasawuf tinggi), Shahih Muslim (Hadis).
Peranan di Nahdlatul Ulama (NU)
Pada tahun 1984 ketika NU memutuskan kembali ke Khittah 1926, KH Zainudin Djazuli masuk ke Golkar dan menjadi Jurkamnas Golkar sampai dengan tahun 1998.
Tahun 1992 dalam muktamar NU Cipasung, ketika Gus Dur mau dijegal rezim Soeharto, KH Zainudin Djazuli berada di garda depan mendukung Gus Dur habis-habisan. Ada yang bilang, bila saja tidak ada Gus Dien, mungkin Gus Dur terjungkal.
Tahun 1998-1999, Kiai Dien ikut mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa dan menjadi jajaran dewan Syuro pusat. Tahun 2010 an, ikut mendirikan PKNU.
Pengembangan Pesantren
KH Zainudin Djazuli merupakan seorang kiai yang tegas, lugas, disiplin, wibawa, berani mengambil resiko, berjiwa pembaharu. Tahun 1960 - 1966 Kiai Dien memimpin konfrontasi langsung dengan PKI. Tahun 1975-1985, ia mendirikan bangunan Ponpes Yasir Arafat disusul Ponpes Al-Falah 2.
Tahun 1992, Kiai Dien mendirikan KBIH. Tahun 1995 menggagas berdirinya Poliklinik pondok pesantren dengan konsep pendanaan gotong royong seluruh santri.