Wartawan Jadi Korban Kekerasan saat Liputan Dugaan Pelanggaran Pilkada Kota Blitar
Seorang wartawan di Blitar, Prawoto menjadi korban intimidasi dan kekerasan oleh sekelompok orang saat melakukan peliputan adanya dugaan praktik politik uang dalam pemilihan Walikota Blitar. Para pelaku diduga pendukung salah satu calon kepala daerah (paslon) dalam Pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kota Blitar.
Organisasi Wartawan di Blitar, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) mengecam aksi intimasi dan kekerasan terhadap peristiwa tersebut.
Prawoto menjelaskan, dirinya mengalami luka memar di wajah dan dada akibat kekerasan oknum pendukung salah satu paslon. Ia sudah melaporkan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Blitar, Rabu 27 Nopember 2024 dini hari.
“Sebenarnya saya menunggu itikad baik mereka meminta maaf. Tapi sampai (Selasa) tengah malam tidak ada permintaan maaf,” ucap korban.
Selain itu, Prawoto mendapatkan desakan dari rekan jurnalis untuk melaporkan aksi kekerasan ini. “Kita tidak ingin ini menjadi preseden buruk di dalam kehidupan pers di Blitar ke depan jika dibiarkan,” sambungnya.
Prawoto menceritakan, insiden itu berawal saat dirinya bersama beberapa jurnalis lainnya menunggu pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kota Blitar yang akan menyatakan sikap netral dalam Pilkada Kota Blitar.
Saat menunggu kedatangan pengurus HIPMI, Prawoto mendapatkan informasi pembagian sembako ke warga yang dilakukan oleh tim salah satu paslon dalam Pilkada Kota Blitar. Agenda itu akan dilakukan di Desa Plosoarang, Kecamatan Sanankulon, Kabupaten Blitar, Selasa, 26 November 2024.
Prawoto bersama beberapa wartawan bergerak menuju lokasi tersebut. Sampai di lokasi mereka dihalang-halangi oleh sejumlah orang yang melarang melakukan peliputan.
“Mereka minta kita tidak melanjutkan peliputan dan mengancam akan mendatangkan massa. Kita diminta meninggalkan lokasi dan kita turuti,” cerita Prawoto.
Selanjutnya, Prawoto dkk meninggalkan lokasi menuju ketempat semula di Jalan Merapi kota Blitar. Tak lama kemudian, datanglah 10 orang dan membahas pengusiran yang baru dialaminya.
Prawoto menyebut, dirinya disebut telah mengganggu aktivitas paslon. Selanjutnya terjadi aksi pendorongan disertai pemukulan di beberapa bagian tubuh korban, termasuk wajah dan dada.
“Para pelaku sempat merebut ponsel salah satu dari jurnalis yang merekam kejadian tersebut dan memaksanya untuk menghapus rekaman video kejadian tersebut dari ponselnya,” tambahnya.
Ketua PWI Blitar Raya, Irfan Ansori melalui siaran persnya, mengecam keras aksi intimidasi dana kekerasan terhadap wartawan.
“Kami minta aparat penegak hukum menindak tegas para pelaku kekerasan, agar aksi kekerasan serupa tidaka terjadi kembali, utamanya terhadap pekerja media,” ujarnya.
PWI sebagai organisasi wartawan, lanjut Irfan, akan mengawal jalannya kasus tersebut meskipun yang bersangkutan sudah mendapatkan pendampingan dari kuasa hukum.
Keprihatinan atas kejadian tersebut juga disampaikan IJTI Korda Blitar, Robby Ridwan. Ia meminta kepada awak media se-Blitar Raya untuk mengawal kasus ini.
“Agar tidak menguap begitu saja dan dapat terselesaikan sesuai dengan kaidah hukum positif di Indonesia,” tegasnya.
Robby Ridwan menyesalkan kejadian tersebut. “Premanisme hingga berujung pada penganiayaan dalam kegiatan peliputan teman-teman wartawan di momentum Pilwali kota Blitar, ini bertolak belakang dengan Undang-undang. Menghalangi saja tidak boleh jika dalam konteks peliputan, apalagi sampai pada pemukulan,” tegas dia.
Sesuai ketentuan Pasal 18 Ayat (1), lanjut Robby Ridwan, orang yang sengaja menghalangi atau menghambat pekerjaan jurnalis diancam dengan pidana penjara maksimal dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
Advertisement