Warni-Warna Jl.Panggung, Pemkot Surabaya Norak
Toko-toko di sepanjang Jl. Panggung oleh Pemkot Surabaya dicat warna-warni. Bagus? Kata netizen, norak. Pemkot Surabaya sama sekali tidak memiliki selera seni.
Lebih dari 125 tahun, Jl. Panggung sudah menjadi pusat perdagangan di Surabaya, bersama dengan Jl.Kembang Jepun yang ada di ujung selatannya.
Kalau mau merevitalisasi Jl.Panggung, jangan dicat warni warni seperti Kampung Jodipan di Malang. Kampung Jodipan adalah kampung yang tadinya kumuh, berada di bentaran Kali Brantas, sebagian bangunannya termasuk liar. Ketika kampung yang berada di wilayah Kecamatan Blimbing ini dicat warna-warni September 2016, maka nampak sekali keindahannya. Foto-foto Kampung Jodipun jadi viral, dan akhirnya terkenal.
“Pemkot Surabaya memang sering meniru, tetapi kurang tepat penempatannya. Tidak kreatif. Bangunan-bangunan yang ada di Jl.Panggung itu adalah heritage atau warisan masa lalu. karena itu harus dijaga dan dipelihara dengan baik, bukan malah dirusak dengan warna warni,” kata Saiful Anis, pekerja seni di Surabaya.
“Kalau mau merevitalisasi Jl.Panggung, kembalikan ke asalnya. Bukan menjadi pasar ikan yang menyebarkan aroma busuk. Jangan pula dirusak dengan warna warni yang sama sekali tidak nyambung dengan sejarah. Kasihan para pemilik yang pada umumnya adalah komunitas masyarakat keturunan Arab dari kawasan Ampel. Toko-toko mereka itu adalah warisan dari orang tua mereka,” tambah Saiful Anis.
Menurutnya, pengecatan Jl.Panggung meniru Kampung Jodipan Malang. Sebelumnya, Pemkot Surabaya memajang batu-batu bulat yang ada di sepanjang Jl. Embong Malang, Jl. Kaliasin serta di Jl. Onodomohen depan Taman Surya.
“Memajang batu-batu bulat itu juga meniru Kota Bandung. Untuk menyambut perhelatan internasional Konferensi Asia Afrika ke 60 yang berlangsung di Bandung bulan April 2015, pemkot setempat saat dipimpin Wali Kota Ridwan Kamil membuat 109 bola batu yang dipajang di trotoar sepanjang Jl. Asia Afrika dan Jl. Braga. Jumlahnya 109 buah, sesuai dengan jumlah peserta konferensi, dan tiap batu ditulis nama masingmasing negara peserta. Batu-batu bulat di trotoar itu dijiplak begitu saja oleh Pemkot Surabaya,” kata Saiful Anis.
Mengecat warna-warni toko-toko yang ada di Jl.Panggung, bukan hanya menjiplak tetapi juga merusak. Hamid Nabhan, pelukis, pengamat seni, penulis buku sekaligus penerbit buku yang tinggal di kawasan Ampel mengatakan, banyak pemilik toko di Jl. Panggung yang kecewa berat pengecatan warna-warni ini.
“Banyak pemikik toko merasa kecewa, karena warna yang digunakan sangat norak. Dengan warna-warna norak seperti malah menjauhkan dari kesan warisan sejarahnya. Toko saya sendiri justru saya cat kembali dengan warna semula yang lebih terkesan dingin dan enak dipandang,” kata Hamid Nabhan seraya berharap sebaiknya sebelum melakukan sesuatu Pemkot mencari masukan dari para ahlinya agar tidak bertindak gegabah. (nis)