Warga Tuntut Bupati Kediri Copot Kades Kepung
Ratusan warga desa Kepung yang menamakan diri Aliansi Peduli Desa Kepung mendatangi Kantor Kecamatan dan Balai Desa Kepung Kecamatan Kepung, Kediri, Senin, 19 September 2022. Mereka menuntut Kepala Desa Kepung turun dari jabatannya karena tidak transparan dalam pengelolaan anggaran.
Aksi warga ini dimulai pukul 09.00 WIB dengan berkumpul di Balai Desa Kepung. Kemudian setelah lama berorasi massa berjalan ke arah barat menuju Kantor Kecamatan Kepung yang jaraknya kurang lebih sekitar 2 km dari balai desa Kepung.
Sambil membawa poster warga berdatangan dengan mengendarai tiga unit mobil pickup beserta peralatan sound system dan poster bertuliskan seperti 'Mimpin Desa Kepung itu berat Bu Kades, Biar Kami Saja Yang Menggantikan'.
Koordinator aksi, Khoiri mengatakan, ada ribuan warga yang berasal dari Desa/Kecamatan Kepung yang terdiri 11 dusun yang mengikuti demo di balai desa.
Masyarakat mengaku tidak puas dengan kepimpinan Kepala Desa Ida Arief yang dinilai semena-mena dan tidak transparan dalam mengeluarkan anggaran dana pendapatan desa.
"Warga maupun tokoh masyarakat seperti RT ini tidak mengetahui lampiran pertanggungjawaban dari penggunaan anggaran desa," kata Khoiri.
Karena kejadian itu, masyarakat kemudian menggelar demo dan meminta untuk menurunkan kepala desa. "Kami meminta transparansi tapi tidak dituruti. Banyak penyelewengan terkait penyalahgunaan anggaran dan pembagian bantuan yang tak tepat sasaran," kata Khoiri.
Menurutnya, bantuan yang seharusnya diberikan pada warga tak mampu terdampak pandemi Covid-19 justru dibagikan pada kader-kader kepala desa saja.
"Kami tidak takut mengungkap ini karena ada buktinya. Bahkan nominal yang diberikan pun berbeda-beda jumlahnya. Kami minta keadilan dan kepala desa turun dari jabatannya," katanya.
Sekitar pukul 13.30 WIB Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana datangi warga yang berunjuk rasa di Kantor Desa Kepung. Kedatangan Dhito ini memediasi tuntutan warga.
Sambil duduk lesehan, tuntutan warga itu didengarkan langsung oleh Dhito. Dhito mengatakan, sebagai pemimpin, mulai dari kepala desa, camat, bahkan bupati harus mampu melayani masyarakat.
"Bahwa kepala desa, pak camat, bupati, gubernur, presiden itu bukan untuk dilayani tapi melayani masyarakatnya," terangnya.
Menurut Dhito, dari unjuk rasa ini, pihaknya akan mengumpulkan bukti-bukti sebagaimana yang dikeluhkan warga untuk dikaji oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kediri. "Kita kumpulkan bukti-buktinya, demo hari ini menjadi dasar Inspektorat untuk memanggil pihak desa," jelas Mas Dhito.
Kemudian, lanjut Dhito, pihaknya akan melakukan pengecekan beberapa aspek yang menjadi aspirasi warga pendemo. Pengecekan baik pada penyaluran dana Covid-19, termasuk pembentukan tim pertimbangan percepatan pembangunan (TP3) Desa Kepung.
"Kita akan cek pembentukan tim TP3 Desa Kepung ini apakah sudah ada Perdes-nya atau belum, lalu yang berikutnya adalah pelayanan," tambahnya.
Dhito menegaskan, jika terbukti ada pelanggaran, Pemkab Kediri akan memberikan sanksi sebagaimana diatur dalam undang-undang desa.
"Dalam hal ini bupati tidak bisa serta-merta memberikan sanksi. Harus ada dasar dan acuan, kalau memang betul-betul terbukti," tegasnya.
Sekedar informasi, Kepala Desa Kepung Ida Arief menjabat baru sekitar 3 tahun. Ia merupakan istri dari anggota DPRD Kabupaten Kediri dari PKB Nur Wakhid.
Pada pemilihan kepala desa 2019, Ida Arief berhasil menumbangkan incumbent Yahudi. Warga semula menaruh harapan besar kepada Ida Arief untuk memimpin desa yang terluas di Kecamatan Kepung ini.
Namun, seiring berjalannya waktu warga terutama para kader-kadernya yang berasal dari Dusun Karangdinoyo, Kepung Barat, Kepung Tengah, Mangun Rejo, dan Sukorejo tidak percaya lagi dengan kepemimpinan Ida Arief.
Kades Ida Arief tidak transparan dalam pengelolaan anggaran dana desa, APBDes, anggaran Covid-19, Bansos, dan sejumlah proyek desa seperti pembangunan air mancur grojokan cinta, dan destinasi wisata lainnya.
Aksi warga ini pecah setelah ada wacana dusun Karadinoyo akan dimekarkan. Warga Karadinoyo tidak setuju apabila dusunnya akan dijadikan desa sendiri. Wacana itu muncul sekitar setahun yang lalu saat pandemi Covid-19.
Puncaknya pada pandemi covid-19 bulan Februari 2021 warga secara diam-diam membentuk aliansi untuk menolak segala kebijakan yang dikeluarkan kepala desa. Dan penolakan itu terjadi hingga sekarang.