Warga Takut di-Covid-kan? Ini Kata Moeldoko dan Ganjar
Di tengah melonjaknya kasus Covid-19, seperti yang terjadi sekarang ada warga masyarakat yang sakit, takut pergi ke rumah sakit dan Puskesmas. Mereka memilih sembunyi di rumah dengan minum obat dari warung.
Warga Takut Di-Covidkan
Berapa warga yang dihubungi Ngopibareng id, menyampaikan alasan yang sama, takut di-Covid-kan. Ia menceritakan pengalaman saudaranya yang asam lambungnya kambuh, ketika dibawa ke Puskesmas langsung dibawa ke ruang pemeriksaan Covid. Dan disuruh tanda tangan bersedia dirawat di RS karena positif Civid-19.
"Saya ngumpet di rumah dan minum obat warungan, ke Puskesmas takut dianggap Covid," kata Yuyun, seorang ibu yang tinggal di daerah Palmerah Jakarta Selatan, Rabu 30 Juni 2021. Ibu tiga anak ini sudah satu Minggu mengalami demam. Oleh seorang bidan disarankan pergi ke Puskesmas, tapi ditolak.
Selain itu, warga juga mempertanyakan penderita Covid-19 mengapa rata rata meninggal di Rumah sakit. "Kalau dulu orang sakit dirawat sampai sembuh, tapi sekarang dirawat sampai mati," canda Soewondo warga Kedoya Jakarta Barat. Sopir taksi ini kehilangan iparnya karena Covid.
Peringatan Moeldoko pada Nakes
Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko, pernah mengingatkan petugas medis harus cermat dalam mendiagnosa pasien dan dalam menentukan penyebab kematian seseorang. Jangan gegabah dan mudah memvonis sebagai penderita positif Covid-19.
Pernyataan jendral purnawaan itu mendapat reaksi keras dari petugas kesehatan. Moeldoko sebaga pejabat negara tidak seharusnya membuat pernyaataan seperti itu. Dikhawatirkan dapat menurunkan kepercayaan masyarakat pada petugas kesehatan yang telah bekerja mati-matian untuk menyelamatkan pasien Covid-19.
Kepala Staf Presiden Moeldoko menegaskan agar laporan kematian pasien tak selalu dikaitkan dengan Covid-19 sebagai penyebabnya. Hal ini disampaikan Moeldoko saat melakukan kunjungan kerja ke Semarang, Jawa Tengah, dan bertemu Gubernur Ganjar Pranowo.
"Tadi saya diskusi banyak dengan pak gubernur, salah satunya tentang definisi ulang kasus kematian selama pandemi. Definisi ini harus kita lihat kembali, jangan semua kematian pasien dikatakan akibat Covid-19," kata Moeldoko dikutip dari Antara, Jumat 2 Oktober 2020.
Moeldoko mengatakan, selama ini ada isu yang berkembang bahwa rumah sakit rujukan "meng-Covid-kan" semua pasien yang meninggal dunia untuk mendapatkan anggaran dari pemerintah.
Misalnya orang sakit biasa atau mengalami kecelakaan justru didefinisikan meninggal karena Covid-19 oleh rumah sakit yang menangani. Sementara dari hasil tes menunjukkan negatif Covid-19. "Ini perlu diluruskan agar jangan sampai menguntungkan pihak-pihak yang ingin mencari keuntungan dari definisi itu," ujarnya.
Kata Ganjar soal RS Covid-kan Pasien
Sementara itu Gubernur Jateng Ganjar Pranowo membenarkan ada rumah sakit rujukan di Jateng yang mendefinisikan pasien meninggal dunia akibat Covid-19. Padahal hasil tesnya belum keluar saat dinyatakan meninggal. Saat hasil tesnya keluar pun, kata dia, hasilnya ternyata negatif.
"Tadi Pak Moeldoko tanya, itu bagaimana ya banyak asumsi muncul semua yang meninggal di rumah sakit 'di-Covid-kan'. Ini sudah terjadi di Jawa Tengah. Ini kan kasihan, ini contoh-contoh agar kita bisa memperbaiki hal ini," katanya.
Untuk mengantisipasi hal itu, Ganjar telah menggelar rapat dengan jajaran rumah sakit rujukan Covid-19 di Jateng dan pihak terkait agar memverifikasi terlebih dulu sebelum mengekspos data kematian pasien.
"Seluruh rumah sakit di mana ada pasien meninggal, maka otoritas dokter harus memberikan catatan meninggal karena apa. Catatan itu harus diberikan kepada kami, untuk kami verifikasi dan memberikan 'statement' keluar," ujarnya.
Ia tak memungkiri akan terjadi keterlambatan data akibat verifikasi tersebut. Namun, menurutnya, hal itu wajar alih-alih terjadi risiko lain akibat data yang tidak tepat. "Delay data itu lebih baik daripada terjadi sesuatu yang tidak diinginkan," kata Ganjar, dikutip dari Antara, pada 2 Oktober 2020.
Polemik yang merujuk pernyataan Moeldoko itu mereda setelah mengklarifikasi ucapannya, rumah sakit dan organisasi profesi ikatan Dokter Indonesia (IDI) membatah pernyataan Moeldoko kala itu.
Kata Kemenkes
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menyayangkan orang tidak mau ke rumah sakit, alasannya takut di-covid-kan. "Ini pola pikir yang salah, justru ke rumah sakit itu akan diketahui penyakitnya secara medis dan lab, bukan asumsi," kata Nadia melalui pesan singkat kepada Nopibareng.id Rabu 30 Juni 2021.
Menurut Nadia, kalau alasan lain takut biaya, juga salah. Sebab seluruh biaya perawatan pasien positif Covid-19 di rumah sakit, seluruhnya ditanggung oleh pemerintah. Pasien tidak ditarik satu rupiahpun, kata dokter yang merangkap Humas Satgas Penanganan Covid-19 bidang vaksinasi.
Berikut rincian biaya perawatan pasien Covid-19 yang disampaikan Staf Ahli Bidang Ekonomi Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Mohamad Subuh seperti dikutip dari Youtube Forum Merdeka Barat 9, baru-baru ini.
1. Untuk ODP/PDP/Konfirmasi Tanpa Penyakit Komplikasi
• ICU dengan ventilator Rp 15,5 juta per hari
• ICU tanpa ventilator Rp 12 juta per hari
• Isolasi tekanan negatif dengan ventilator Rp 10,5 juta per hari
• Isolasi tekanan negatif tanpa ventolator Rp 7,5 juta per hari
• Isolasi non tekanan negatif dengan ventilator Rp 10,5 juta per hari
• Isolasi non tekanan negatif tanpa ventilator Rp 7,5 juta per hari.
2. Untuk ODP/PDP/Konfirmasi dengan Penyakit Komplikasi
• ICU dengan ventilator Rp 16,5 juta per hari
• ICU tanpa ventilator Rp 12,5 juta per hari
• Isolasi tekanan negatif dengan ventilator Rp 14,5 juta per hari
• Isolasi tekanan negatif tanpa ventilator Rp 9,5 juta per hari
• Isolasi non tekanan negatif dengan ventilator Rp 14,5 juta per hari
• Isolasi non tekanan negatif tanpa ventilator Rp 9,5 juta per hari.
Danamon D-Save
3. Pengurusan Jenazah Pasien Covid-19
• Pemulasaran jenazah Rp 550 ribu
• Kantong jenazah Rp 100 ribu
• Peti jenazah Rp 1,75 juta
• Plastik erat Rp 260 ribu
• Desinfektan jenazah Rp 100 ribu
• Transportasi mobil jenazah Rp 500 ribu
• Desinfektan mobil jenzah Rp 100 ribu.
*ODP : Orang Dalam Pemantauan, PDP : Pasien Dalam Pemantauan, Konfirmasi : Positif Covid-19.
Contoh:
Si A positif Covid-19 dengan penyakit komplikasi. Mendapat perawatan di ICU dengan ventilator. Dirawat selama 2 minggu (14 hari). Berarti biayanya Rp 16,5 juta x 14 hari = Rp 231 juta. Kalau dirawat sampai 1 bulan (30 hari), biayanya mencapai Rp 495 juta.
Biaya Perawatan Covid-19 Gratis
Tapi tenang, biaya perawatan di atas ditanggung negara alias gratis. Berlaku di seluruh rumah sakit di Indonesia, baik rumah sakit pemerintah maupun swasta. Serta yang bukan rujukan maupun rumah sakit rujukan Covid-19. Itu artinya, warga tidak perlu membayar sepeserpun biaya perawatan bila positif kena Covid-19.
Bayar uang muka untuk mendapakan ruang isolasi di rumah sakit pun tidak. Jadi, jangan mau kalau disuruh bayar atau ditagih oleh pihak rumah sakit. “Perawatan terkait Covid-19, sepenuhnya ditanggung negara atau pemerintah,” tegas Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, dikutip dari laman Setkab.
Pemerintah wajib menanggung semua pembiayaan masyarakat yang berdampak terhadap penyakit Covid-19. Merujuk pada Undang-undang (UU) Wabah Penyakit Menular.
Komponen pelayanan kesehatan yang dibiayai pemerintah, meliputi:
• Administrasi pelayanan
• Akomodasi (kamar dan pelayanan di ruang gawat darurat, ruang rawat inap, ruang perawatan intensif, dan ruang isolasi)
• Jasa dokter
• Tindakan di ruangan
• Penggunakan ventilator
• Pemeriksaan penunjang diagnostik (laboratorium dan radiologi sesuai indikasi medis)
• Bahan medis habis pakai
• Obat-obatan
• Alat kesehatan, termasuk penggunaan APD di ruangan
• Ambulans rujukan
• Pemulasaran jenazah
• Pelayanan kesehatan lain sesuai indikasi medis.
Kata Mohamad Subuh biayanya Rp 184 juta, Rp 250 juta untuk perawatan 2-3 minggu. Ada yang dirawat 2 bulan, bisa 2-3 kali lipat (biaya). Tergantung berapa lama pasien itu di
Biaya Tak Ditanggung Pemerintah
Biaya perawatan pasien Covid-19 memang gratis, tetapi pasien harus membayar kalau minta layanan lebih dari standar di atas.
• Pasien dan keluarganya ingin mendapat layanan yang lebih, sehingga memutuskan naik kelas layanan. Pasti ada selisih biayanya dan ini dimintakan kepada pasien
• Pasien dan keluarganya ingin mendapat pelayanan di luar yang ditanggung BPJS Kesehatan.
Influencer Tirta Mandira Hudhi atau yang dikenal dengan nama dokter Tirta di akun instagramnya menulis postingan tentang biaya perawatan Covid-19. “Pengecualian obat-obatan yang untuk gejala berat ya. Obat-obatan mahal, kayak Gammaraas, Actemra, IVIG gak ditanggung pemerintah. Itu harus bayar, makanya banyak yang open donasi, bukan pengcovidan,” tulisnya.
Harga obat:
• Obat peningkat antibodi atau Gammaraas sekitar Rp 63 juta per 13 botol
• Obat radang sendi atau Actemra sekitar Rp 14 juta
• Obat kekurangan antibodi atau Intravenous Immunoglobulin Therapy (IVIG) sekitar Rp 4 juta per satu kali pemberian.