Warga Surat Ijo Tagih Janji Kampanye Risma Tahun 2015
Polemik Surat Ijo belum juga selesai di Kota Surabaya. Kasus tanah tersebut memang menjadi perhatian jelang Pilwali Kota Surabaya yang digelar per-lima tahunan. Tahun ini, warga Surabaya yang tergabung dalam "Pejuang Hapus Surat Ijo" kembali menagih janji kampanye Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini pada 2010 dan 2015.
Medio 2015, pasangan Risma dan Whisnu Sakti Buana harus bertarung melawan Rasio-Lucy Kurniasari. Saat berkampanye di depan warga, Risma dengan tegas akan membebaskan dan mengembalikan Surat Ijo kepada masyarakat Surabaya.
“Waktu saya jadi Wali Kota tahun 2010, Perda itu sudah ada. Saya sudah berjuang ke Pemerintah pusat tapi nggak bisa. Tapi jangan khawatir, saya sudah tahu. Nanti jika saya terpilih lagi, pasti akan bebaskan retribusi surat ijo,” kata Risma kala itu.
Lima tahun berlalu, warga pemegang Surat Ijo kembali menagih janji itu. Mereka bahkan mendatangi Kementerian ATR/BPN untuk menyampaikan perkara surat ijo. Mereka diterima langsung oleh Wakil Menteri ATR/BPN Surya Tjandra.
Sekretaris Umum Perkumpulan Penghuni Tanah Surat Ijo Surabaya (P2TSIS), Tuk Hartantiyo mengatakan, warga Kota Surabaya yang memegang surat ijo berharap agar pelepasan surat ijo segera dilakukan oleh Pemkot Surabaya. Terlebih tahun depan Risma sudah purna tugas. Jangan sampai Surat Ijo dijadikan alat kampanye untuk menarik hati warga Surabaya di kontestasi Pilwali.
“Jangan sampai lah warga ini dijadikan alat politik untuk mencapai tujuan. Namun yang harus dipegang itu, janji politik yang disampaikan harus dipenuhi oleh Risma,” kata Cak Tuk sapaan akrab Tuk Hartantiyo, Selasa 18 Februari 2020.
Dia mengatakan, saat menyampaikan janji kampanye pada 2015, Cak Tuk yakin Risma menyampaikannya dengan sadar. Sehingga tak mungkin janji tersebut adalah halusinasi semata.
“Tapi faktanya, sampai sekarang beliau tetap tidak mau melepaskan surat ijo itu,” keluh Cak Tuk.
Menurutnya, saat ini bukannya melepaskan Surat Ijo kepada masyarakat, Risma dan pejabat Pemkot Surabaya malah meningkatkan tarif retribusi Surat Ijo. Selain itu juga mengubah Status Surat Ijo menjadi surat Hak Guna Bangunan (HGB ) di atas HPL, dengan masa sewa 20 tahun.
“Itu tindakan yang aneh. Itu sebuah kegiatan bisnis perdagangan Pemkot. Berati, warga Surabaya harus menyewa rumah yang sudah ia tinggali berpuluh-puluh tahun,” katanya.
Advertisement