Warga Kranggan Lamongan, 63 Tahun Istiqamah Gelar Khitan Massal
"Shalallah... 'alaa .. muhammad. Shalallah... 'alaahi...wa saalim"
Lantunan salawatan itu terdengar hingga radius kurang lebih 100 meter. Dengan suara khas orang langgaran (surau), suara lewat toa, sebutan pengeras suara yang sebenarnya nama merk itu, terdengar sejak pagi.
Tidak putus barang sejenak pun. Terus berkumandang, meskipun terkadang berubah nada dan suaranya. Karena harus ganti orang untuk giliran memegang mikrofon. Hingga berakhir menjelang waktu Zuhur.
Kumandang salawatan itu bersumber dari sebuah musala di sebuah gang kecil. Gang Ababil, RT 02 / RW 02 Lingkungan Kranggan, Kelurahan Sidokumpul, Kecamatan/Kabupaten Lamongan.
Tradisi ini rutin setiap tahun, sejak 1960, untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Dan, lantunan salawatan itu ternyata untuk mengiringi prosesi khitanan masal.
Sudah 63 tahun, warga Lingkungan Kranggan lewat panitia Anak Ranting Nahdlatul Ulama setempat menggelar khitanan masal ini tanpa putus. Sejak jaman calak hingga tenaga medis sekarang ini.
Tentu sudah ribuan anak dikhitan. Bisa dihitung, jika di rata-rata per tahun pesertanya 100 anak, berarti hingga sekarang sudah sekitar 6.000 anak lebih yang sudah dikhitan.
Salah satu alumninya, adalah Wakli Bupati Lamongan, Abdul Rouf, yang domisili aslinya di Lingkungan Kranggan ini. Ia tercatat sebagai alumni angkatan ke empat, tahun 1964.
Seperti yang sudah-sudah, khitanan masal tahun ini sangat ramai. Ratusan warga, kebanyakan pasangan suami istri mendampingi putranya, antre menunggu di khitan. Tidak sedikit pula kakek atau nenek dan kerabat lain ikut hadir.
Seramai itu untuk menyertai peserta khitan yang mencapai 112 anak. Tidak hanya dari dalam kota saja. Banyak juga yang datang dari kecamatan lain. Seperti Deket, Tikung, bahkan asal Kecamatan Kembangbahu dan Mantup.
Sewaktu juru khitan masih menggunakan calak, peserta tidak mencapai 100 anak. Termasuk saat dua pandemi COVID-19, hanya diikuti 30-40 anak. Adapun setelah memakai tenaga medis, peserta selalu 100 anak lebih.
Setiap anak yang dikhitan mendapatkan satu paket pakaian berupa sarung baju kok kopiah dan uang saku. Fasilitas itu dibeli dari sebagian besar urunan warga. Kalaupun ada donatur tidak banyak.
Banyak hal menarik saat menunggu antrean ini. Ada yang mendadak minta pulang karena takut atau membatalkan nomor giliran karena mengaku masih deg-degan.
Tidak heran, barangkali karena mereka mendengar jerit dan tangisan peserta sebelumnya yang sedang dikhitan di dalam musala.
Memang, tidak sedikit peserta yang menangis dan menjerit ketika sedang dikhitan. Sehingga dokter dan tenaga medis lain maupun orang tua anak harus merayunya.
"Kalau ini anak pinter, tidak nangis. Jangan nangis ya, kalau disunat nangis nanti kalau nikah dapat janda," rayu dokter Wawang, satu dari sekitar 20 tenaga medis kepada anak yang disunat.
Tetapi, sekeras apapun jerit dan tangisan saat disunat, setelah keluar dari musala tanda sudah dikhitan. Mereka pasti tersenyum. Mereka beranjak baligh.
Sementara itu, Ketua Panitia Khitan Massal Ranting NU Kranggan, KH. Faqih Arifin, khitan massal ini telah diselenggarakan rutin tiap tahun. Mulai jaman masih calak ala tradisional hingga dokter dengan peralatan laser.
Khitan masal ini awalnya dipelopori KH Mastur Asnawi, tokoh ulama setempat, sejak tahun 1960 hingga sekarang. Termasuk Faqih Arifin sendiri, yang tercatat sebagai angkatan ke dua.
"Semoga khitanan kali ini lancar, selamat, sehat dan yang dikhitan cepat sembuh, serta menjadi anak yang saleh dan taat," kata Kyai Faqih Arifin.
Bupati Lamongan, Yuhronur Efendi didampingi Wakil Bupati Abdul. Rouf hadir dalam acara tersebut. Dikatakan, banyak para ulama dan kyai Lamongan alumni khitan di sini termasuk wakil Bupati Lamongan KH. Abdul Rouf alumni ke dua dan Kyai Khamid alumni pertama di sini. "Semoga tradisi ini tidak pernah putus, semoga semua sehat dan jariyah," katanya.
Advertisement