#Warga Gresik Tolak Batubara Nyaris Bentrok VS Kelompok Bayaran
Bentrokan antara warga nyaris terjadi kemarin di depan Kantor DPRD Kabupaten Gresik. Ratusan warga dari tiga kelurahan masing-masing Kemuteran, Kroman dan Lumpur mengantarkan perwakilan mereka yang diundang untuk rapat kerja di DPRD.
Sebelum rombongan warga tiga kelurahan yang terdampak bongkar muat batubara oleh PT Gresik Jasatama itu tiba pukul 13.00, sekitar 50 orang laki-laki sudah menunggu di tepi Jalan KH Wachid Hasyim, depan kantor DPRD.
Begitu rombongan warga terdampak batubara tiba, yang sebagian adalah emak-emak, kelompok yang menunggu itu segera menyerbu sambil berteriak dan memaki. Tetapi rombongan warga terdampak batubara tak gentar menghadapi kelompok yang menurut mereka adalah orang-orang yang dibayar PT Gresik Jasatama, khusus untuk menggagalkan perjuangan warga yang menuntut pelabuhan bongkar muat batubara yang dikelola PT Gresik Jasatama direlokasi.
“Kami tidak takut pada para preman yang dibayar PT Gresik Jasatama itu. Mereka jual, kami beli. Kami ini berjuang untuk kesehatan keluarga kami, sedang mereka berjuang untuk paling banyak Rp 100 ribu,” kata Rohman, salah seorang dari warga terdampak batubara.
Sekitar 15 menit terjadi benturan antara warga dengan kelompok bayaran yang terus merangsek itu. “Jangan terpancing! Jangan terpancing! Kamera jalankan terus, jangan berhenti merekam,” teriak Rohman menyemangati teman-temannya.
Beruntung Kapolres Gresik, AKBP Kusworo Wibowo turun melerai. Dengan membawa megaphone, dia berupaya meredam karena kelompok yang didatangkan PT Gresik Jasatama terus merangsek dan berusaha melakukan kekerasan, termasuk kepada emak-emak dari tiga kelurahan terdampak batubara. Upaya meredam keributan yang dilakukan Wahyu Sri Bintoro dan anaknya buahnya serta personil Kodim, berhasil.
Pukul 14.00, sebanyak 12 orang perwakilan warga terdampak akhirnya bisa masuk ke ruang sidang paripurna DPRD Kabupaten Gresik untuk melakukan dialog. Pertemuan dimpimpin langsung oleh Ketua DPRD Kabupaten Gresik Fandi Ahmad Yani, didampingi Ketua Komisi 3 DPRD Kabupaten Gresik, Asroin Widyana, Kapolres Gresik, Dandim Gresik, Pelindo III Cabang Gresik, KSOP (Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan) Gresik. Mereka duduk di meja pimpinan.
Sedang di kursi persidangan, selain 12 orang perwakilan warga terdampak, juga hadir beberapa orang dari PT Gresik Jasatama yang dipimpin salah seorang direksinya, Edy Hidayat, asosiasi jasa pelabuhan, serta beberapa orang yang mengatasnamakan forum warga.
Dalam rapat dengar pendapat ini, setidaknya ada lima orang yang mengatasnamakan forum warga, yang juga diundang oleh Ketua DPRD dan diberi kesempatan untuk berbicara. Mereka bukan mewakili warga terdampak dari tiga kelurahan yaitu Kemuteran, Kroman dan Lumpur, melainkan dari kelurahan lain yaitu Telogo Pojok, Bedilan dan Pulo Pancikan, yang mendukung beroperasinya pelabuhan batubara yang dikelola PT Gresik Jasatama. Mengapa mereka mandukung, karena mereka mendapatkan CSR setiap tiga bulan sekali.
Seorang dari mereka, Budiman, mengatakan bahwa adanya PT Gresik Jasatama sangat membantu warga. "Kami diberi uang CSR perusahaan sebesar Rp 26,5 juta, yang kami bagikan kepada 8 kelompok di RT kami," kata Budiman dari Kelurahan Telogo Pojok. “Warga Telogo Pojok bisa menerima PT Gresik Jasatama,” kata Budiman.
Agus Nagras dari Pulo Pancikan juga mendukung PT Gresik Jasatama. “Keponakan dan tetangga saya bisa bekerja di PT Gresik Jasatama, ini namanya kan berdampak positif. Karena itu saya harap PT Gresik Jasatama tetap beroperasi,” katanya.
Tetapi perwakilan warga terdampak batubara tidak terpengaruh dukungan warga lainnya kepada PT Gresik Jasatama. Mereka tetap solid, dan tetap menuntut pelabuhan batubara dipindahkan. “Kami tidak memerlukan uang CSR dari PT Gresik Jasatama. Kesehatan dan nyawa anak-anak kami jauh lebih penting dibanding uang CSR berapapun jumlahnya,” kata Syamsul Maarif, warga Kemuteran.
“Kepada PT Gresik Jasatama, mohon kami tidak dibenturkan dengan warga lainnya yang bersedia menerima dana CSR. Itu urusan mereka, apalagi permukiman mereka jauh dari pelabuhan batubara. Kami yang berdekatan dengan pelabuhan batubara itu yang langsung merasakan dampaknya. Kesehatan kami sekeluarga jauh lebih penting dibanding apapun,” kata Saiful Anam, warga Kelurahan Kemuteran lainnya.
“Tahun 2016 ada pernyataan PT Gresik Jasatama yang akan memindahkan pelabuhan batubaranya ke JIIPE, apabila kawasan pelabuhan itu telah selesai dibangun. Sekarang JIIPE sudah selesai dan sudah beroperasi, silahkan PT Gresik Jasatama pindah ke JIIPE. Yang kami tolak adalah pelabuhan untuk batubara, kami tidak menolak untuk bongkar muat barang-barang lainnya seperti log, konstruksi dan barang-barang lain. Jadi mohon janji PT Gresik Jasatama itu ditepati, karena pernyataan tahun 2016 itu dibuat di hadapan notaris,” kata Saiful Anam.
JIIPE adalah Java Integrated Industrial And Port Estate kawasan pergudangan dan pelabuhan, yang dikelola bersama antara Pelindo III dengan PT Aneka Kimia Raya Corporindo. Luas kawasan JIIPe 1761 hektar, terletak sekitar 10 kilometer sebelah barat pelabuhan Gresik.
Ketua DPRD Kabupaten Gresik Fandi Ahmad Yani yang memimpin peretemuan, juga memberi kesempatan berbicara kepada pihak-pihak lain yang hadir, termasuk kepada PT Gresik Jasatama.
Eddy Hidayat, Direksi PT Gresik Jasatama mengeluhkan saat ini, dari 200 orang karyawannya, tinggal 50 orang yang bekerja karena pengentian operasional pelabuhan batubara selama 3 bulan ini, akibat tuntutan warga terdampak.
“Penghasilan kami, sebelumnya Rp 8 miliar, sekarang tinggal Rp 1,3 miliar. Untuk gaji karyawan sebesar Rp 1,2 miliar, jadi pengasilan kami sudah tidak ada lagi. Kalau kami tetap tidak bisa bongkar muat batubara, kami terpaksa akan melakukan PHK lagi pada karyawan-karyawan yang lain,” kata Edy Hidayat.
Karena itu, lanjutnya, PT Gresik Jasatama minta pada pimpinan sidang untuk memperbaiki sistem bongkar muat batubara, agar debunya tidak lagi berterbangan ke permukiman warga. “Beri kami waktu untuk memperbaiki diri dengan sistem yang lebih modern, agar dampaknya bisa diminimalisir,” kata Edy Hidayat.
Tetapi permintaan Edy Hidayat ini lansung dipotong oleh seorang anggota DPRD dari PKB, Saikhu, yang terpilih dari dapil Kemuteran, Kroman dan Lumpur. “PT Gresik Jasatama tidak punya niat baik. Persoalan batubara ini sudah dikeluhkan warga sejak 15 tahun yang lalu. Dari dulu PT Gresik Jasatama selalu berjanji akan memperbaiki diri, tetapi hingga sekarang tidak pernah dilakukan. Jadi janji-janji PT Gresik Jasatama itu sudah usang, dan sekarang tinggal satu janji yang wajib ditepati, yaitu janji yang dibuat tahun 2016 di hadapan notaris, yaitu relokasi,” kata Saikhu.
Ketua DPRD Kabupaten Gresik Fandi Ahmad Yani menutup pertemuan pukul 16.45. Sebelum menutup pertemuan, Ahmad Yani mengatakan bahwa PT Gresik Jasatama telah berinvestasi cukup besar. Karena itu juga harus dipikirkan. Tetapi di sisi lain, Kesehatan warga juga sangat penting.
“Persoalan dengan warga ini tidak pernah berhenti, akan selalu muncul karena menyangkut kesehatan. Tapi juga harus dipikirkan sisi lainnya, yaitu investasi besar yang sudah dikeluarkan PT Gresik Jasatama. Karena itu, menurut saya, PT Gresik Jasatama sebaiknya memindahkan bongkar muat batubara ke JIIPE, sedang bongkar muat barang lain tetap di lokasi lama. Dengan begitu, tidak akan muncul lagi ribut-ribut dengan warga,” kata Fandi Ahmad Yani. (nis)