Warga Gresik #Tolak Batubara, Eh Ternyata...
Berunjuk rasa dengan berdialog. Itulah yang dilakukan penduduk tiga kelurahan di Kecamatan Gresik Kota, hari Senin pagi.
Sejak pagi sekitar 200 warga Kelurahan Kemuteran, Kroman dan Lumpur, memenuhi halaman Kantor DPRD Kabupaten Gresik. Sebagian lagi duduk dengan tertib di koridor alun-alun, bersembunyi dari sengat matahari. Bukan saja kaum lelaki, tetapi juga emak-emak ikut berunjuk rasa dengan tertib.
Sebagian besar pengunjuk rasa memakai kaos warna hitam, di bagian belakang tertulis #Tolak Batubara. Sedang di bagian depan tertulis dengan huruf besar; Lintas 3 Desa; Kemuteran, Kroman, Lumpur. MELAWAN. Kau yang berulah. Kami yang menderita.
Ini masalah hidup dan mati warga, kata pengunjuk rasa. Yaitu masalah kesehatan. Karena tak jauh dari permukiman mereka, sejak tahun 2006 berdiri dermaga bongkar muat batubara. Dermaga ini dikelola oleh PT Gresik Jasatama (OT GJ). Tetapi lokasinya masuk wilayah kerja Pelindo III dan wilayah operasional KSOP (Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan) Gresik ini,
Saat terjadi bongkar muat batubara, kemudian diangkut dengan damtruk menuju ke lokasi pemiliknya, debu-debu batubara berterbangan ke rumah-rumah penduduk radius dua kilometer. Wajar kalau warga tiga kelurahan tersebut menolak lokasi bongkar muat batubara ada di wilayah mereka.
Warga bukannya menolak keberadaan dermaga yang dikelola PT GJ itu. Yang ditolak warga adalah khusus bongkar muat batubara yang masuk katagori B3, berbahaya. Bukan bongkar muat kayu gelondongan atau konstruksi lainnya, yang juga termasuk dikelola PT GJ.
Tidak ada orasi. Petugas keamanan dari Polsek Gresik dan Polres malah berjaga sambil ngobrol dengan warga. Jalan KH Wahid Hasyim di depan kantor dewan bahkan tidak perlu ditutup, sehingga lalu lintas terlihat lancar.
Sementara itu, sekitar 20 orang perwakilan mereka, berada di ruang Komisi 3, berdialog dengan enam orang anggota komisi. Dialog dipimpin Ketua Komisi 3 DPRD Kabupaten Gresik, Asroin Widyana. Tetapi Ketua DPRD Kabupaten Gresik, H.Fandi Ahmad Yani juga ikut menerima perwakilan warga.
Nampaknya ketua dewan menaruh perhatian pada kasus penolakan warga terhadap pelabuhan batubara ini. Mengapa? Tentu ada alasannya. Ternyata benar. Belasan damtruk yang dikontrak PT GJ untuk mengangkut batubara dari pelabuhan ke tempat tujuan, adalah kendaraan milik sang ketua dewan. Dia memang seorang pengusaha angkutan, meneruskan usaha ayahnya
Fandi Ahmad Yani membenarkan hal itu, ketika Ibu Hesti, juru bicara perwakilan warga menanyakan apakah betul bahwa kendaraan-kendaraan pengangkut batubara itu milik bapak? "Soalnya isu yang beredar di luar mengatakan demikian pak, mohon maaf, " kata Ibu Hesti, juru bicara perwakilan warga.
“Betul,” kata ketua dewan.
Setelah perwakilan warga berbicara, secara berurutan pimpinan pertemuan yaitu Asroin Widyana memberi kesempatan kepada pihak PT GJ, kepada Pelindo III Gresik, KSOP Gresik, Camat Gresik, Pak Lurah Kemuteran, Pak Lurah Kroman dan Pak Lurah Lumpur.
Secara prinsip, pihak Pelindo III Gresik, KSOP Gresik serta pihak pengelola yaitu PT GJ menyatakan bahwa pengelolaan dermaga oleh PT Gresik Jasatama berdasarkan surat ijin dari Kementerian Perhubungan. Dijelaskan oleh KSOP Gresik bahwa PT GJ memiliki ijin untuk melakukan bongkar muat 4 item, salah satunya adalah batubara.
Menurut warga, ya sudah, ijin batubaranya saja yang dicabut. Sedang bongkar muat 3 item lainnya silakan tetap beroperasi. Karena dampaknya tidak sebahaya batubara.
“Atau kalau begitu, ya sudah, kami akan mengajukan surat kepada Menteri Perhubungan untuk mencabut ijin bongkar muat oleh PT GJ secara keseluruhan. Bukan cuma batubara, tetapi juga bongkar muat tiga item lainnya. Kalau kami berharap terlalu banyak kepada legislatif kelihatannya juga berat, karena ketuanya saja punya kepentingan,” kata Yudi, salah seorang warga Kelurahan Kemuteran yang ikut berunjuk rasa di luar kantor DPRD Kabupetan Gresik.
"Tapi, lebih penting mana, kepentingan bisnis ketua dewan atau kepentingan nyawa warga Gresik," tanya Ali Kholil, warga Kelurahan Kemuteran lainnya. (nis)