Warga Dolly Tagih Janji Pemkot Surabaya
Lokalisasi Dolly memang sudah ditutup sejak tiga tahun lalu. Namun masih ada pekerjaan rumah harus diselesaikan Pemerintah Kota Surabaya. Warga bekas lokalisasi masih menagih dana kompensasi ke Pemerintah Kota Surabaya.
Warga menagih ganti rugi ini untuk mengganti perekonomian mereka yang saat ini mandek, akibat penutupan Dolly. Mereka pun meminta ganti rugi sebesar Rp 2,7 triliun guna dapat mengembalikan perekonomian mereka.
Tak hanya itu saja, puluhan warga Dolly dan Jarak yang tergabung dalam Komunitas Pemuda Independen (KOPI) dan Front Pembela Lokalisasi (FPL), mendirikan Posko Pengaduan Perampasan Hak Ekonomi Rakyat.
Pendirian posko juga untuk menampung aspirasi warga yang menuntut adanya pemulihan kegiatan perekonomian yang hingga sekarang belum diwujudkan Pemkot Surabaya.
"Yang dikasih uang cuma PSK (pekerja seks komersial) sama mucikarinya tok," ujar Fika salah satu warga Dolly yang tiga tahun tidak mendapat kompensasi apapun dari Pemkot Surabaya.
Dia mengaku rela berjualan minuman suplemen untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari. Namun dia sampai saat ini masih menunggu ganti rugi dari Pemkot Surabaya untuk kerugian yang ia alami akibat penutupan lokalisasi oleh Pemkot Surabaya ini.
Selain itu, upaya Pemkot Surabaya untuk menghidupkan Kampung Batik di Jalan Jarak 6B dan pabrik sepatu di eks Wisma Barbara dianggap belum mendongkrak kehidupan ekonomi mereka. Saat ini, ternyata hanya dua orang di luar Dolly dan Jarak yang memproduksi batik dalam jumlah kecil. Sedangkan bangunan bekas Wisma Barbara masih mangkrak.
Perwakilan KOPI dan FPL SA Saputro mengatakan, Pemkot Surabaya belum melakukan sosialisasi atau pemberian kegiatan ekonomi alternatif untuk warga Dolly dan Jarak. Kompensasi juga hanya diberikan kepada eks mucikari dan PSK.
"Kami bukan menuntut prostitusi atau lokalisasinya dibuka lagi. Tapi menagih janji hak layak hidup warga dari Pemkot Surabaya," kata Saputro. (hrs)