Warga di Jayawijaya Minta Ijin untuk Perang Selama Tiga Hari
Dua kelompok warga dari dua kampung berbeda di Jayawijaya minta ijin pada polisi untuk saling berperang secara tradisional selama tiga hari.
Peperangan terjadi antara warga Kampung Meagama, Distrik Hubikosy dan Kampung Kosiwuka Distrik Pelebaga, di Jayawijaya, Papua.
Kapolres Jayawijaya AKBP Dominggus Rumaropen bersama wakapolres dan personel yang berada di lokasi perang, terus menyampaikan imbauan perdamaian, dan sejak pagi hingga sore hari ini pukul 18.00 WIT tidak terjadi perang. Dominggus Rumaropen membenarkan warga telah minta ijin untuk berperang.
"Kedua pihak minta ijin untuk perang, minta aparat berikan kesempatan mereka berperang tiga hari. Tetapi tentunya tidak mungkin kami berikan izin untuk mereka berperang karena kita sayang kepada warga, jangan sampai di kedua bela pihak jatuh korban jiwa lagi," katanya.
Pada hari kedua ini tidak terdapat korban jiwa seperti hari pertama pada Rabu kemarin,yang mengakibatkan delapan masyarakat dilarikan ke RSUD Wamena karena mengalami luka-luka akibat senjata tradisional.
Massa masing-masing kelompok yang mempersenjatai diri dengan senjata tradisional pada Kamis ini diperkirakan jumlahnya di atas 1.000 orang.
"Hari ini sebenarnya berlanjut dengan perang, tetapi kita bisa gagalkan perang itu. Mudah-mudahan besok dan beberapa hari ke depan perasaan emosi mereka bisa turun, kita mediasi agar masalah ini diselesaikan tanpa perang," katanya
Untuk mengantisipasi terjadinya perang itu, personel kepolisian sudah disiagakan di lokasi perang sejak pagi hari hingga pukul 18:00 WIT. Personel juga ditempatkan di empat titik, untuk membatasi jumlah dukungan massa masing-masing kampung dari distrik maupun kabupaten lain.
Rencananya kepolisian akan kembali ke lokasi perang pada Jumat besok untuk melakukan pencegahan lagi.
Sesuai adat, warga di wilayah ini akan sulit mengurungkan niat mereka untuk berperang jika jumlah korban dari masing-masing kelompok tidak sama.
Kemarin, sebanyak 100 personel Polres Jayawijaya, Polda Papua, disiagakan di tiga titik untuk mencegah perang tradisional antara masyarakat Kampung Meagama, Distrik Hubikosy dan Kampung Kosiwuka Distrik Pelebaga.
Polisi telah menyekat pergerakan massa yang sejak pagi hari sudah membawa peralatan perang tradisional.
"Masyarakat dua kampung itu sudah siap berperang dan kami sudah tempatkan personel di dua kampung ini. Personel juga sudah melakukan penggalangan sehingga masyarakat bisa kembali ke tempat masing-masing," kata AKBP Dominggus Rumaropen.
Belum ada kesepakatan perdamaian antar masyarakat yang bertikai dan polisi telah menyarankan warga dua kampung untuk memakamkan dua korban yang terdapat di dua pihak.
"Belum ada kesepakatan perdamaian karena situasi memanas, tetapi langkah kepolisian adalah penegakan hukum yaitu pemeriksaan terhadap saksi-saksi pembunuhan, kemudian kita juga mendapatkan hasil rekaman di dua tempat kejadian, sementara kami kembangkan," katanya.
Latar belakang aksi siap berperang ini terjadi setelah seorang warga Distrik Pelebaga ditemukan meninggal di Distrik Hubikosy pada 25 Juli 2020.
"Penemuan jenazah itu menyebabkan pihak lawan tersinggung dan tanpa tanya mereka turun menyerang Kampung Meagama pada Selasa,(18/8) pagi. Bertepatan dengan penyerangan itu, pas kepala desa ada, mereka habisi Kepala Desa Meagama," katanya.
Pada sore hari di hari yang sama, terjadi juga pembunuhan di Jalan Safri Darwin, Pusat Ibu Kota Kabupaten. Korban langsung meninggal dunia karena dipotong dengan benda tajam oleh sekelompok warga. Kedua kasus pembunuhan ini diduga berkaitan.
Rabu kemarin, ratusan orang dari salah satu kelompok bertikai sudah siap dengan peralatan perang tradisional yang biasa digunakan seperti parang, tombak, panah, Kampak dan busur.
Aksi siap siaga itu bukan saja melibatkan orang tua, terlihat anak-anak usia pelajar setingkat SMP dan SMA juga membekali diri dengan senjata tajam. (ant)