Warga Alasbuluh Banyuwangi Protes Penebangan Pohon Randu
Ratusan petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Kebun Sido Tani Rukun, Desa Alasbuluh, Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi mengeluhkan penebangan pohon randu di wilayah mereka. Pasalnya, para petani itu sudah puluhan tahun menggantungkan perekonomiannya dari mengolah kapuk, buah pohon randu.
Para petani mengaku penebangan pohon randu ini dilakukan sejak sekitar 10 hari lalu. Penebangan terus meluas dan saat ini luasan lahan pohon randu yang ditebang mencapai lebih dari lima hektar. Dalam satu hektar setidaknya ada 100 pohon randu.
“Masyarakat di sini merasa resah. Karena masyarakat di sini bergantung dari hasil kapuk. Masyarakat perekonomiannya dari musim kapuk. Bahkan yang punya hutang andalannya ya musim kapuk untuk membayar,” ujar Ketua Kelompok Tani Kebun Sido Tani Rukun, Kusmantoro, Jumat, 18 Juni 2021.
Warga Dusun Karangbaru, Desa Alasbuluh ini menjelaskan, pohon randu tersebut dulunya masuk dalam kawasan perkebunan PTPN XII. Namun informasi yang diterimanya, sejak tahun 2020 masyarakat mendapatkan informasi lahan tersebut telah beralih ke Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK).
Kusmantoro menyatakan, Kelompok Tani yang diketuainya mewadahi sekitar 600 orang yang berasal dari Desa Alasbuluh dan Desa Bengkak, Kecamatan Wongsorejo. Saat masih dikelola PTPN XII, para petani sudah biasa bekerja sama mengolah kapuk saat pohon randu berbuah. Para petani ini juga mengolah lahan yang ada di bawah pohon kapuk.
Sejak area tanaman Randu itu beralih kepemilikan, ada pihak yang mengutip sewa lahan kepada masyarakat. Nilainya sekitar Rp2 juta per hektarnya. Masyarakat yang menyewa juga dimintai KTP dan KK.
“Sewa ditarik tahu-tahu ada penebangan (pohon randu). Jadi masyarakat di sini bingung,” jelasnya.
Sebagai Ketua Kelompok Tani Kebun, Kusmantor sempat menanyakan ke pihak PTPN XII. Informasi dari pihak PTPN XII, kawasan kebun Randu itu sudah bukan milik PTPN tapi sudah beralih ke KLHK. Tidak berhenti di sana, Kusmantoro mencoba meminta informasi dari Cabang Dinas Kehutanan yang ada di Banyuwangi.
“Kami mencari informasi ke CDK (Cabang Dinas Kehutanan) tidak ada jawaban yang pasti. Malah jawabannya ini urusan KLHK pusat. Kami konfirmasi ke kecamatan apakah sudah memberitahu, jawaban Bu Camat tidak ada konfirmasi (dari pihak yang melakukan penebangan),” ujarnya.
Dia berharap, pihak terkait untuk ikut memantau supaya pohon randu yang menurut mereka peninggalan nenek moyangnya itu tidak ditebang. Kecuali setelah penebangan itu ada hal yang bisa menunjang perekonomian masyarakat.
“Keinginan petani mungkin dari KLHK ada sosialisasi kepada mayarakat agar masyarakat tenang. Kalau bisa muncul PKS (perjanjian kerja sama). Jika dari KLHK ada program perhutanan sosial masyarakat sangat menunggu. kami sangat menunggu program yang menguntungkan masyarakat,” ujarnya.
Hal yang sama juga disampaikan Moyo, 67 tahun. Dia berharap pohon randu tersebut tidak ditebang sehingga dia bersama petani yang lain tetap bisa bertani ditempat itu. Pria yang sudah bertani sejak tahun 1980 ini juga mengaku keberatan dengan nilai sewa yang menurutnya mahal.
“Kalau masih dipegang PTPN sewanya hanya Rp100 ribu atau Rp200 ribu,” katanya.
Dikonfirmasi terpisah, Camat Wongsorejo, Sulistiowati menyatakan, dirinya sudah mendengar persoalan penebangan pohon randu tersebut. Dirinya mengaku tidak mengetahui siapa melakukan penebangan pohon randu tersebut.
“Hingga saat ini belum ada koordinasi dengan kami maupun Forpimka Wongsorejo,” ujarnya singkat.