Pesan Wapres, Guru Dituntut Punya Kompetensi Tinggi
Guru sebagai tenaga pendidik yang profesional, merupakan tulang punggung kegiatan pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, untuk menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) unggul, tenaga pendidik harus memiliki kompetensi yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya.
“Hal ini penting agar para pendidik, khususnya yang berada dalam lembaga pendidikan baik formal maupun informal dapat merumuskan metode pembelajaran serta menyusun kurikulum yang tepat,” pesan Wakil Presiden (Wapres) K. H. Ma’ruf Amin pada acara Focus Group Discussion (FGD) Penguatan Peran Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dalam Penyiapan Guru Indonesia melalui konferensi video di kediaman resmi Wapres, Jalan Diponegoro Jakarta Pusat, Selasa l0 Oktober 2020.
Menurut wapres pengembangan kompetensi ini penting karena kualitas pendidikan di Indonesia sangat bervariasi, tidak hanya antar daerah tetapi juga antar lembaga pendidikan. Untuk itu, dalam menyiapkan guru Indonesia yang berkualitas, kondisi riil di dunia pendidikan harus dijadikan pertimbangan.
“Misalnya masih 10 persen guru bukan PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan 6,7 persen guru PNS yang belum memiliki gelar sarjana S-1 (strata 1). Selain itu lembaga pendidikan kita antar daerah belum seluruhnya memiliki standar mutu yang sama,” kata wapres.
Wapres menekankan, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru harus memiliki kompetensi yang meliputi kompetensi pedagogik (kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik), kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Sebab, perpaduan dari kompetensi tersebut merupakan modal utama dalam menciptakan peserta didik yang unggul.
“Kombinasi dari seluruh kompetensi ini mutlak diperlukan jika kita ingin menghasilkan peserta didik yang mandiri, bernalar kritis dan kreatif,”ujar wapres.
Wapres pun mengimbau, agar para tenaga pendidik dapat mengadopsi konsep Taksonomi Bloom” yang diperkenalkan oleh Psikolog Pendidikan Benjamin Bloom pada 1956. Menurut konsep tersebut, proses belajar dibagi menjadi dua bagian besar yaitu Low Order thinking Skill atau keterampilan berpikir tataran rendah dan High Order Thinking Skill (HOTS) atau kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Keterampilan berpikir tataran rendah termasuk kemampuan berpikir menghafal yang masih mengandalkan ingatan otak semata. Kebalikan dari yang pertama, HOTS merupakan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Otak tidak lagi berpikir berdasarkan ingatan namun berdasarkan analisa, evaluasi dan sintesa dalam menghasilkan gagasan yang baru.
Selain itu, pengembangan kompetensi juga harus dilakukan melalui keseimbangan pengembangan hard skill (pengembangan kemampuan teknis sesuai dengan bidangnya), serta pengembangan soft skill (peningkatan kemampuan komunikasi yang persuasif, mengembangkan jejaring dan kemampuan koordinasi).
Wapres meyakini, dengan melakukan pengembangan tersebut, maka para tenaga pendidik dapat menghasilkan peserta didik yang unggul dan berdaya saing. “Saya yakin jika para pendidik kita memiliki semua kompetensi tersebut, maka kita dapat menghasilkan peserta didik yang kritis, humanis, mampu menghadapi perubahan sosial, kreatif serta mampu melakukan inovasi,” tutur wapres.
Wapres berpesan, agar di masa pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) ini, LPTK dapat mengembangkan sistem pembelajaran yang adaptif dengan menerapkan metode pembelajaran jarak jauh agar kegiatan pengembangan kompetensi untuk guru dapat terus berjalan dengan efektif.
“Saya mengimbau LPTK untuk mengembangkan sistem pembelajaran yang adaptif di masa pandemi ini, sekaligus dalam rangka menghadapi era teknologi 4.0 dengan menerapkan metode pembelajaran jarak jauh,” katanya. Sehinga, wapres berpesan agar guru dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan digital sehingga dapat menyajikan bahan ajar yang sesuai dengan metoda pembelajaran jarak jauh yang efektif.
Advertisement