Wapres: Perkawinan Membutuhkan Kematangan Mental
Perkawinan merupakan hal penting bagi anak manusia, laki-laki maupun perempuan. Sebab perkawinan berpengaruh besar pada perjalanan hidup seseorang di masa selanjutnya. Perkawinan jugalah yang menjaga keberlanjutan kehidupan umat manusia dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Sebab itu Islam mengajarkan bahwa pernikahan merupakan sesuatu yang luhur dan sakral, bermakna ibadah kepada Allah dan merupakan pelaksanaan sunnah Rasulullah SAW. Suatu pernikahan harus didasari keikhlasan, tanggung jawab dan ketentuan hukum syariah serta hukum positif.
Allah SWT berfirman dalam Surat Ar-Rum ayat 21: "Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya di antara kamu rasa kasih sayang (mawaddah wa rahmah).
Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin menyampaikan pandangannya itu waktu membuka Seminar Nasional dan Deklarasi Gerakan Nasional Pendewasaan Usia Perkawinan secara virtual yang diselenggarakan MUI Pusat pada Kamis 18 Maret 2021. Kegiatan ini bekerjasama dengan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) serta beberapa kementerian.
Menurut Wapres perintah nikah merupakan implementasi salah satu maqashid syariah, yaitu Hidzhun Nasl (menjaga keturunan). Kendati demikian, sangatlah penting bagi yang hendak melangsungkan pernikahan untuk memahami petunjuk agama dan negara serta memiliki bekal pengetahuan yang memadai agar pernikahannya sesuai dengan syariah dan memiliki kesiapan lebih baik untuk memiliki keturunan serta rumah tangga yang sejahtera.
Rasulullah SAW bersabda "Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah memiliki kemampuan untuk menikah, hendaklah dia menikah".
Oleh karena itu, hal yang paling utama untuk disiapkan sebelum perkawinan ialah kematangan kedua calon mempelai, khususnya kematangan mental terkait dengan pengetahuan dan kesadaran terhadap hak dan kewajiban sebagai suami/istri untuk melaksanakan perkawinan dan hidup bersama membina sebuah keluarga. Kemampuan yang dimaksudkan dalam hadis tersebut juga tidak berarti kesiapan fisik semata, yang seringkali dipahami hanya sebatas kesiapan fisik reproduksi termasuk kehamilan dan persalinan.
Kemampuan tersebut jangan dimaknai secara kuantitatif semata, tetapi harus dimaknai secara kualitatif. Artinya, kemampuan di sini harus dimaknai dengan adanya kematangan individu secara fisik dan mental (istitoah), ujar Wapres.
Gerakan pendewasaan usia perkawinan harus dapat memberikan advokasi kepada masyarakat, bahwa usia perkawinan jangan hanya dilihat dari sisi "boleh"nya saja, tetapi yang paling penting adalah mengedepankan tujuan perkawinan yang harus memberikan maslahat, baik maslahat untuk dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, dan bangsa. Untuk itu membangun kemampuan seperti sabda Raslulah SAW menjadi sangat penting.
Artinya memiliki kematangan dalam memahami tujuan perkawinan tadi. Kurangnya kemampaun berpotensi menimbulkan dampak negatif seperti ancaman kesehatan reproduksi, keselamatan persalinan, menghindari terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), mencegah anak agar tidak mengalami stunting akibat tidak terpenuhi kebutuhan nutrisinya, atau anak-anak yang tidak cukup pendidikannya sehingga menciptakan generasi yang lemah, kata Wapres.
Dalam perkawinan, seringkali yang menjadi korban adalah perempuan dan anak-anak. Dalam perkawinan yang tidak sehat, kedudukan perempuan menjadi sangat lemah sehingga tidak memiliki posisi tawar dalam mengelola keluarga. Perempuan, karena umumnya tergantung secara ekonomi, tidak memiliki kesempatan terbaik untuk menyediakan gizi bagi keluarga dan anak-anaknya. Dalam contoh yang ekstrem, pengeluaran keluarga justru lebih banyak dihabiskan untuk rokok, ketimbang untuk membeli makanan bergizi ataupun membiayai pendidikan.
Oleh karena itu peran pendidikan menjadi kunci untuk membangun kemampuan dan kematangan individu. Kita harus dapat membangun lingkungan dimana anak-anak kita mampu menempuh pendidikan yang setinggi-tingginya sesuai dengan bakat dan kemapuannya. Khusus untuk kaum perempuan pendidikan yang baik akan memberikan kemampuan dan posisi tawar yang lebih besar dalam rumah tangga.
Selain peran penting pendidikan dalam membangun kemampuan, peran berbagai kelas konseling juga penting. Oleh karena itu, bagi pasangan yang hendak membangun mahligai rumah tangga hendaknya mempunyai ilmu dan kesadaran untuk itu. Dalam konteks ini perlu digalakkan lagi adanya semacam kelas konseling pra nikah.
Dalam konseling tersebut perlu diajarkan hal-hal paling krusial dalam perkawinan, misalnya tujuan perkawinan, hak dan kewajiban serta cara untuk saling memahami pasangan masing-masing, seluk-beluk kesehatan reproduksi dan persalinan, kesehatan ibu hamil dan anak, dan sebagainya. Bahkan apabila diperlukan, dibuat aturan bagi calon pasangan perkawinan harus lulus kelas konseling pra nikah.
Konseling pra nikah juga menjadi sangat penting terutama setelah adanya temuan semakin tingginya kasus perceraian. Data dari Badilag Mahkamah Agung menyebutkan penyebab perceraian yang paling besar adalah karena faktor tidak harmonis, lalu diikuti karena tidak bertanggung jawab, kemudian karena faktor ekonomi, adanya pihak ketiga, dan seterusnya.
Dari semua kasus perceraian yang masuk di Badilag, terbesarnya merupakan kasus gugat cerai dari pihak perempuan, yaitu sebesar 70%. Data-data ini menggambarkan bahwa pengetahuan yang memadai calon pasangan perkawinan menjadi hal yang sangat mendasar. Sehingga kebijakan yang diambil untuk meminimalkan kasus perceraian yang begitu tinggi, harus mengarah pada faktor hulu, yaitu kesiapan mental dan pengetahuan calon mempelai untuk membangun sebuah keluarga.
Selain itu, hal yang tidak kalah penting adalah pengetahuan tentang kesehatan ibu hamil dan anaknya. Pemerintah memberi perhatian ekstra pada kasus stunting di negeri ini yang masih menunjukkan angka statistik tinggi, yaitu 27 persen. Artinya dari tiap sepuluh anak, tiga di antaranya menderita stunting.
Stunting dapat dicegah bila anak mendapat nutrisi yang cukup selama 1000 hari pertama kehidupannya, termasuk saat dalam kandungan. Pencegahan stunting erat terkait dengan kesehatan ibu dan balita, yang di kemudian hari sangat berpengaruh pada masa depan bangsa ini. Upaya untuk menghasilkan generasi cerdas dan kuat tidak akan tercapai bila kita gagal menurunkan angka stunting yang masih tinggi. Masih tingginya kasus stunting justru akan menjadi beban di masa yang akan datang.
Wapres berharap Seminar dan Gerakan Nasional Pendewasaan Usia Perkawinan untuk Meningkatkan Kualitas Anak, Pemuda, Perempuan dan Keluarga" harus dipahami sebagai suatu ikhtiar bersama untuk menyiapkan masa depan Indonesia yang lebih maju dan sejahtera. Wapres mengapresiasi diselenggaranya seminar ini dan ia minta kepada Kementerian dan Lembaga terkait untuk ikut serta mensukseskan gerakan ini.