Wapres: Perguruan Tinggi Swasta Sebaiknya Merger
Denpasar: Peruguruan Tinggi Swasta (PTS) sebaiknya merger atau bergabung menjadi satu. Gagasan ini muncul dari Wakil Presiden Jusuf Kalla. Wapres mengusulkan agar PTS secara sukarela melakukan merger agar terjadi efisiensi dalam penyelenggaraannya sehingga mampu meningkatkan kualitas.
"Bagaimana PTS bisa menjadi lebih efisien dengan teknologi. PTS perlu re-gruping atau merger agar tidak terlalu banyak dengan jumlah yang pantas sehingga bisa meningkatkan kualitas," kata Wakil Presiden M Jusuf Kalla saat membuka Musyawarah Nasional ke IV, Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABP PTSI) di Denpasar Bali, Senin.
Munas ke IV ABT PTSI diikuti oleh 395 orang perwakilan Perguruan Tinggi Swasta dari seluruh Indonesia. Turut dalam rombongan Wapres Jusuf Kalla antara lain menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir serta Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.
Lebih lanjut Wapres menjelaskan saat ini tidak lagi mementingkan jumlah PTS yang banyak namun lebih dipentingkan karena kualitasnya. Wapres menyatakan saat ini setidaknya ada 4.020 PTS di seluruh Indonesia. Jumlah ini dinilainya sudah sangat banyak.
Dengan banyaknya PTS ini tambah Wapres maka terjadi persaingan bagaimana bisa lebih murah dan cepat, akibatnya terkadang mengabaikan mutu. Disinilah revitalisasi itu diperlukan
"Untuk apa jumlahnya banyak tapi tidak berkualitas. Karena itu dengan merger akan ada efisiensi sehingga bisa meningkatkan kualitasnya. Jadi kita butuh bukan lagi banyak jumlahnya tetapi kualitasnya," kata Wapres.
Wapres mengatakan bahwa pengelolaan PTS pada akhirnya juga harus ada bisnisnya. Menurut Wapres tanpa surplus dalam pengelolaan PTS tidak akan bisa melakukan pengembangan dan meningkatkan kualitasnya.
"Apakah mungkin suatu saat Perguruan Tinggi dikelola seperti Perusahaan Terbatas (PT) karena juga sudah mengarah ke bisnis," kata Wapres.
Menurut Wapres pengelolaan PT seperti ini sudah biasa di seluruh dunia. Ketua Yayasan atau rektor tambah Wapres hanya bertindak sebagai CEO bukan pengajar sehingga bisa saja dipegang oleh orang yang bukan profesor. (ant)