Wapres Minta Kasus Korupsi 271 Triliun PT Timah Diusut Tuntas
Penyidikan kasus dugaan korupsi tata niaga PT Timah saat ini masih dilakukan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Sejauh ini, Kejagung telah menetapkan 16 orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi PT Timah yang berpotensi merugikan negara hingga sebesar Rp271 triliun.
“Mengenai masalah timah, saya kira ini memang kita prihatin, ya. Karena itu, saya minta (kasus ini) terus diusut dan dikembalikan supaya uang yang diambil secara tidak sah dikembalikan kepada pemerintah agar dapat digunakan untuk kesejahteraan masyarakat,” ungkap Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin dalam keterangan pers, Senin 8 April 2024.
Wapres juga mengimbau agar perusahaan tambang lain yang berpotensi melakukan kecurangan serupa dapat lebih diawasi.
“Kalau memang ada yang terjadi seperti itu, supaya juga diproses secara hukum,” tegasnya.
“(Perusahaan) yang belum supaya dijaga agar jangan sampai yang terjadi di timah itu juga mengalir atau ikut terkena pada tambang-tambang yang lain,” pesan Wapres.
Sebagai informasi, PT Timah awalnya terseret kasus korupsi setelah Kejagung menetapkan lima orang tersangka yang terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. tahun 2015 s.d 2022. Salah satunya adalah eks Direktur Utama PT Timah Tbk. Mochtar Riza Pahlevi Tabrani.
Mochtar diduga telah mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah. Setelahnya, ia bersama tersangka lainnya menghimpun dana dari para penambang liar dan mengelola dana korupsi tersebut, salah satunya dengan mendirikan perusahaan boneka dan melakukan pencucian uang melalui pemberi Corporate Social Responsibility (CSR).
Kerugian Bisa Berubah
Kejaksaan Agung sebelumnya memberi penjelasan mengenai kerugian besar akibat kasus dugaan korupsi tata niaga di PT Timah Tbk. (TINS). Kasus yang menyeret suami Sandra Dewi, Harvey Moeis itu disebut-sebut merugikan negara hingga Rp271 triliun.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana, mengungkapkan, besaran angka tersebut belum pasti.
"Kemarin, angka Rp271 triliun itu masih kotor perhitungannya. Hasil konsultasi teman-teman penyidik dengan BPKP, dan ahli ekonomi, ekologi, dan lingkungan. (angka kerugiannya) bisa lebih tinggi dan lebih rendah," ungkapnya saat ditemui di kantornya, dikutip Sabtu 6 April 2024.
Ketut menjelaskan, saat ini tim penyidik Kejagung sedang menghitung dan melakukan koordinasi dengan BPKP dan tim ahli terkait. Artinya, kerugian negara yang diakibatkan oleh hasil korupsi bisa lebih tinggi atau lebih rendah.
"Sedang dilakukan perhitungan, konsultasi dan diskusi serta formulasi seperti apa," ucapnya.
Ketut menjabarkan lebih jauh, kerugian sebesar Rp 271 triliun tersebut merupakan perhitungan kerugian ekosistem yang mengacu berbagai aspek. Sebab, para pelaku korupsi melakukan eksplorasi tambang timah secara ilegal. Angka tersebut juga memperhitungkan dampak kerusakan lingkungan yang begitu masif dan luas.
"Kemudian (ada) dampak sosial dan ekologinya seperti apa, (kerugian) masyarakat di sekitarnya juga kita pertimbangkan, karena sudah tidak bisa lagi melakukan upaya-upaya pertanian, nelayan, itu diperhitungkan," lanjutnya.
Selain itu, juga mempertimbangkan dampak reboisasi. Sebab, untuk memperbaiki lahan yang sudah rusak memerlukan waktu yang panjang dan biaya yang banyak.
"Ini juga kita jadikan bahan pertimbangan. Enggak bisa melakukan reboisasi lingkungan 1-2 tahun enggak bisa. Ini butuh waktu yang panjang sehingga bisa ditempati kembali seperti habitat sebelumnya," ungkapnya.
Ketut menegaskan, angka yang dikeluarkan oleh tim penyidik bukan hanya kerugian negara yang riil, melainkan juga dampak kerugian perekonomian negara.
"Artinya bisa lebih dan bisa kurang, masih diformulasikan," pungkasnya.