Wapres: Jangan Anggap Negara Republik Tidak Islami
Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin, menegaskan isu khilafiyah yang muncul perlu ditanggulangi agar tidak berkembang di Indonesia. Sebagai negara yang berbentuk republik, hal ini kerap dipandang tidak Islami, sehingga muncul pergolakan yang ingin mengubahnya.
“Masyarakat harus terus disadarkan bahwa sesuai fiqih Islam, bentuk negara itu bukan sesuatu hal yang baku, melainkan dapat disesuaikan dengan kesepakatan atau kebutuhan warga negaranya,” kata Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin melalui video konferensi dari kediaman resmi Wapres, Jl. Diponegoro Menteng, Jakarta Pusat, Senin 9 November 2020.
Dalam acara yang bertemakan “Toleransi Kunci Perdamaian”, Wapres menerangkan, bentuk negara Indonesia merupakan hasil sebuah kesepakatan. Begitu pula dasar negara dan mekanisme dalam menjalankan negara ini.
“Kesepakatan untuk menjadikan Pancasila sebagai dasar negara, menjadikan UUD 45 sebagai mekanisme dalam menjalankan negara. Ini menjadi landasan kita. Bentuk negara juga kesepakatan, bahwa bentuk negara kita ini adalah republik,” kata Wapres.
Wapres pun menganalogikan bahwa kondisi penduduk Indonesia yang majemuk sama dengan kondisi penduduk Madinah ketika Rasullah Muhammad SAW sedang mengembangkan agama Islam. Menurutnya, secara internal Nabi Muhammad SAW membangun umat melalui upaya pendekatan lewat keyakinan, pemahaman, termasuk dengan membangun hubungan baik dengan umat non-muslim.
Wapres menuturkan, sebelum kedatangan Nabi, masyarakat Madinah yang terdiri atas beberapa golongan, seperti kaum kabilah, khauf, dan hadroj, sering berperang atau berselisih. Namun kehadiran Nabi Muhammad SAW berhasil menyatukan kaum-kaum tersebut, sehingga membuat Nabi berhasil membangun masyarakat Madinah dengan cepat.
“Bahkan Nabi membangun kesepakatan dengan Quraisy di Madinah dengan perjanjian Hudaibiyah,” ujar Wapres.
Ia menyatakan, hal tersebut juga dilakukan oleh para pendiri bangsa Indonesia dengan meletakkan pedoman dasar negara yang juga dilakukan berdasarkan kesepakatan semua pihak, termasuk ulama di masa itu.
“Dalam perspektif Islam, itu disebut al mitsaq al wathoni (wujud perjanjian kebangsaan). Itu adalah kesepakatan nasional. Melihat ayat-ayat Alquran, kalau ada kesepakatan itu, maka tidak boleh saling mengganggu, saling membunuh,” pesan Wapres.
Islam di Indonesia adalah Islam yang kaffah maal mitsaq (penerapan Islam yang menyeluruh dengan kesepakatan kebangsaan yang beragam). Bahwa yang kaffah (menyeluruh) adalah akidah, ibadah, dan akhlaknya, tetapi juga ada kesepakatan yang harus dipenuhi.
Mengenai kelompok separatis yang muncul dan mengangkat isu khilafah, Wapres berpendapat bahwa ada mispersepsi yang terjadi dan perlu untuk diklarifikasi.
Ada dua hal yang perlu di-clear-kan (dijelaskan). Pertama, memang ada mispersepsi tentang khilafah. Ada kepahaman bahwa sistem dalam Islam itu harus khilafah. Padahal, sistem khilafah memang ada dalam Islam, diterima di negaraI Islam, tapi sistem kerajaan juga ada yang menerima, seperti di Arab Saudi. Karena memang kesepekatan di sana adalah sistem kerajaan. Sistem republik juga ada, selain di Indonesia, di Pakistan, Iran, Turki, Mesir, jadi disepakati juga oleh ulama di sana. Jadi bukan berarti bentuk negara republik itu tidak Islami.
Kedua, lanjut Wapres, adanya pemahaman seakan-akan Indonesia ini masih bisa digonta-ganti adalah salah, karena kesepakatan hukumnya mengikat. Sebagaimana yang diamanahkan surah An Nisa ayat 92, Wa in kana min qawmin bainakum wa bainahum mitsaqun fadiyatun musallamatun ila ahlihi, umat Islam diajarkan untuk berkomitmen menjaga kesepakatan atau memenuhi perjanjian.
Advertisement