Wapres: Ego Sektoral Menjadi Kendala Hadapi Stunting
Wakil Presiden RI K.H. Ma’ruf Amin mengatakan masalah stunting di Indonesia bersifat multidimensi. Mulai dari aspek kesehatan, sanitasi, keluarga, bahkan hingga perumahan, sehingga penanganannya juga melibatkan berbagai kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.
Maka itu, ia menekankan pentingnya collaborative working agar penanganan stunting menjadi lebih efektif dan efisien.
“Jangan sampai ego sektoral. Sibuk sendiri-sendiri kemudian tidak nyambung capaiannya. Karena masing-masing kerja, bukan kerja sama. Jadi, bagaimana strategi collaborative working ini bisa efektif, bisa kita konsepkan,” kata Wapres saat menerima Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy dan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo di Kediaman Resmi Wapres, Jakarta Pusat, Sabtu 26 September 2020.
Hal lain, lanjut Wapres, adalah terkait anggaran penanganan stunting yang juga tersebar di berbagai lembaga. Untuk itu, ia meminta agar dilakukan konvergensi anggaran.
Wapres meminta agar koordinasi antarlembaga dapat dilakukan dengan lebih efektif agar kerja kolaborasi dan konvergensi anggaran tersebut dapat terwujud, sehingga penanganan stunting menjadi lebih terstruktur dan terukur.
Sebelumnya, Menko PMK Muhadjir Effendy melaporkan bahwa Kemenko PMK mendapat arahan dari Presiden untuk mengkaji penanganan stunting, sehingga penurunan angkanya dapat sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
"Capaian dari penanganan stunting yang beliau telah tetapkan dengan Pak Wapres, menargetkan bahwa sampai tahun 2024 itu angka stunting di Indonesia diupayakan bisa turun sampai 14 persen,” ungkap Muhadjir.
Lebih jauh, Muhadjir menuturkan bahwa terkait penanganan stunting, Kemenko PMK telah mengkaji hal-hal penting seperti landasan hukum, potensi kementerian/lembaga yang secara teknis bertanggung jawab terhadap penanganan stunting,
Mengingat penanganan stunting adalah bagian dari masalah kemiskinan yang penanganannya di bawah koordinasi kantor Wapres, Muhadjir merasa perlu melaporkan hal ini kepada Wapres untuk mendapat arahan lebih lanjut.
Pada kesempatan ini, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo juga melaporkan kepada Wapres mengenai kesiapan dan relevansi lembaganya menjadi penanggung jawab utama penanganan stunting di Indonesia, salah satunya dilihat dari payung hukumnya.
“Undang-Undang 52 Tahun 2009 itu memang mengamanatkan kepada BKKBN untuk melakukan pembangunan keluarga yang berkualitas melalui penyelenggaraan program keluarga berencana," ujarnya.
Ia mengatakan, hal itu Secara eksplisit telah diatur di dalam Undang-Undang, tepatnya di pasal 21 disebutkan untuk membantu calon dan atau pasangan suami istri dalam rangka untuk mewujudkan keluarga yang dalam hal ini ada indikator kesehatan reproduksi seperti usia kawin yang ideal, usia melahirkan yang ideal, jumlah anak, jarak kelahiran dan juga kemudian kesehatan reproduksi itu sendiri.
Hasto menyampaikan bahwa semua itu sangat terkait erat dengan stunting. Karena kalau jaraknya kurang dari dua tahun, maka probabilitas stuntingnya tinggi. Kemudian kalau kehamilan kurang dari 20 tahun maka stunting-nya juga tinggi,” paparnya.
Kemudian, lanjut Hasto, di dalam bab lain, perencanaan kependudukan juga ditekankan BKKBN mengelola pembangunan kependudukan dengan kuantitas, kualitas, dan mobilitas.
“Sehingga kualitasnya di sini seandainya diarahkan kepada stunting, juga sudah terpayungi di dalam Undang-Undang,” ungkapnya.
Hasto juga menyebutkan bahwa analsisinya mengenai faktor-faktor yang menyebabkan stunting yang sebagian besar relevan dengan tugas dan fungsi BKKBN.
“Kemudian dari faktor yang menyebabkan stunting, dari analisis kami, memang faktor yang tidak langsung itu ada sanitasi, kemudian juga air bersih, pendidikan, sosial ekonomi, dan kemiskinan. Dan faktor yang langsung itu nutrisi, ASI, penyakit. Kemudian faktor menengahnya atau intermediate-nya itu jarak anak, jumlah anak, kemudian umur ibu," tutup Hasto.